Pemerintah akan membahas penetapan batas tarif angkut kontainer ke wilayah timur Indonesia. Sebab, kenaikan harga yang ditentukan oleh pengusaha kapal dinilai terlalu tinggi.
JAKARTA (alfijak): Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menduga ada praktik monopoli yang ditentukan pelaku usaha.
“Biaya angkut kontainer mahal sampai Rp 10 juta, kami akan tentukan tarif batas atas,” katanya di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (2/11).
Budi Karya menilai peningkatan biaya angkut kontainer dianggap bakal meningkatkan harga-harga bahan pokok di Indonesia bagian timur. Padahal, pemerintah sudah berupaya untuk mengurangi disparitas harga antara Indonesia bagian barat dan timur melalui tol laut.
“Kami tidak berambisi tapi pengurangan 20% hingga 30% sudah bagus,” ujarnya.
Selain penentuan batas atas, Kementerian Perhubungan juga bakal menggunakan jalur Roll-on Roll-out (RoRo) dan jembatan timbang untuk menjaga volume pengiriman barang antarpulau. Dampaknya, harga akan lebih kompetitif.
Untuk antisipasi Hari Raya Natal, pemerintah akan melakukan pemindahan kapal dari daerah yang padat logistik ke titik pengiriman di Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Maluku.
“Kalau logistik di Pulau Jawa malah cenderung overload, Jakarta ke Surabaya sampai 12 ribu kontainer per hari,” ujar Budi.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku Elvis Pattiselano menyatakan masalah yang dihadapi tol laut adalah tarif kontainer mengalami kenaikan. “Tarif bongkar muat juga masih tinggi,” tambahnya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan pemerintah ingin meningkatkan sistem perdagangan antarpulau supaya bisa berkembang secara nasional.
Menjelang Natal, tepatnya bulan Desember, akan terjadi peningkatan aktivitas pemenuhan kebutuhan yang tinggi di wilayah timur.
“Target kami, awal tahun depan ini sudah bisa berjalan dengan keterjangkauan yg lebih luas,” kata Enggar.
Sebelumnya, para pengusaha pelayaran menaikkan tarif angkut peti kemas rute Surabaya-Ambon.
Indonesian National Shipowners Association (INSA) menyatakan, penyesuaian tarif itu dipicu oleh kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Komponen biaya BBM cukup besar pada operasional pelayaran. Ketika harga BBM naik, maka pelayaran melakukan penyesuaian,” kata Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto, beberapa waktu lalu.
Catatannya, harga Marine Fuel Oil (MFO) naik 47% dari Rp 3.800 menjadi Rp 5.600 per liter dalam beberapa bulan.
Maka, pengusaha pun menaikkan tarif peti kemas ukuran 20 kaki dari sebelumnya Rp 4,7-5,5 juta menjadi Rp 7-8 juta.
Beralih ke KA
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) bakal memulai proyek percontohan atau pilot project hub truk di dekat stasiun sebagai upaya untuk mengalihkan angkutan truk ke moda kereta api.
Kepala BPTJ, Bambang Prihartono mengatakan saat ini pergerakan barang menggunakan truk tidak efisien.
Oleh karena itu, moda angkutan berbasis rel perlu dikembangkan karena dinilai bisa.
Sebagai gambaran, kereta api bisa mengangkut 50 kontainer dalam satu kali perjalanan.
Sementara itu, moda angkutan jalan raya hanya bisa mengangkut satu kontainer dalam satu kali perjalanan.
“Di negara lain pergerakan itu rail-based, bukan road-based. Di sini, 98% [angkutan barang] malah road-based,” ujarnya di Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Menurut Bambang, truk-truk dengan rute lebih dari 30 km bakal menjadi sasaran pengalihan.
Sementara itu, pergerakan truk dengan radius kurang dari 30 km bakal diarahkan bergerak di dalam kota.
Bambang mengatakan, untuk memuluskan pengalihan angkutan truk ke moda berbasis kereta diperlukan hub truk di dekat stasiun sebagai sarana intermoda truk dan kereta.
Saat ini, PT Lookmand Djaja tengah membangun hub truk di dekat Stasiun Kedunggedeh, Karawang.
Secara keseluruhan, BPTJ meyakini rasio biaya logistik terhadap produk domestik bruto (PDB) bisa turun 3% bila pergerakan barang di matra darat dibenahi.
Bambang mengatakan, pihaknya telah meminta PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk merumuskan kendala apa yang perlu ditangani agar pengalihan angkutan truk ke moda kereta api bisa berjalan lancar.
Angkutan massal barang
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman menginginkan adanya transportasi massal yang bisa digunakan untuk angkutan barang logistik.
Ia mengatakan hal tersebut sudah saatnya dipikirkan oleh pemerintah karena sudah semakin banyak angkutan logistik menggunakan truk.
Meskipun pemerintah menyarankan untuk adanya pengalihan menggunakan kareta api untuk angkutan logistik namun menurut Kyatmaja hal tersebut masih sulit.
“Total biasa pakai kereta api lebih mahal dari truk,” kata Kyatmaja di kantor Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Kamis (2/11).
Di sisi lain, ia juga tak memungkiri menggunakan truk untu angkutan logistik juga akan semakin mahal jika jaralk lebih jauh.
Untuk itu ia mengharapkan pemerintahbisa memberikan solusi yang tepat baik untuk angkutan logistik ataupun industri dengan menggunakan transportasi massal.
Kyatmaja mengungkapkan permasalahan saat ini terlihat dari pengiriman darat di Pulau Jawa sudah mencapai 98 persen menggunakan truk.
Sementara, yang menggunakan kereta api hanya dua persen saja.
Begitu juga dengan area indusri yang mau tidak mau berhubungan langsung dengan jalan tol.
“Area insdustri ini semua terkoneksi dengan jalan tol sehingga menjadi truk sentris,” ujar Kyatmaja.
Kepala BPTJ Bambang Prihartono berupaya saat ini tengah berencana untuk melakukan pengalihan angkutan logistik dari truk menjadi kereta api.
Hal itu juga akan berdampak baik untuk Kereta Api Indonesia (KAI) yang memiliki dua juta penumpang perharinya pada akhir 2019.
(republika.co.id/katadata.co.id/bisnis.com/ac)