ALFI Jakarta, Gelar Halal Bihalal & Sosialisasi Perpajakan

ALFIJAK- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta menggelar Halal Bihalal dan Sosialisasi Perpajakan kepada seluruh anggota perusahaan forwarder dan logistik di Jakarta.

Selain diikuti sekitar 500-an perusahaan anggota ALFI Jakarta,  hadir pada kesempatan itu Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Provinsi Daerah Khusus Jakarta <span;>Lusiana Herawati, Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok Ambang Priyonggo, Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok Adi Sugiri, Dirut PT Indonesia Kendaraan Terminal/IPCC Sugeng Mulyadi.

Selain itu dihadiri yang mewakili Dinas Perhubungan Daerah Khusus Jakarta, Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok (KSOP), Badan Karantina, serta Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, dan Manajemen Taxprime.

Juga dihadiri perwakilan dan asosiasi pelaku usaha antara lain; Kadin Daerah Khusus Jakarta, Indonesia National Shipowners Association (INSA) Jaya, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jakarta, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jakarta, Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara seluruh Indonesia (Aptesindo), Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta, dan Asosiasi Perusahaan Tally Mandiri Indonesia (APTMI).

Dalam sambutanya, Ketua ALFI Jakarta Adil Karim mengatakan asosiasinya<span;> tetap berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan kepada semuanya anggota perusahaan ALFI Jakarta.

Adil juga menyampaikan terima kasih kepada semua anggota yang telah menghadiri acara ini, semoga kebersamaan dapat terus terbina, ditingkatkan, serta silaturahmi masih tetap bisa berjalan dengan baik.

“Sebagai manusia biasa kita tidak pernah sepi dari kesalahan dan kelupaan. Jika kita melakukan kesalahan atau kelalaian kepada sesama manusia maka sudah selayaknya kita meminta maaf langsung kepada yang bersangkutan,” ujar Adil.

Dia juga mengapresiasi kepada panitia acara Halal Bihalal dan Sosialisasi Perpajakan ini yang telah bekerja keras menyiapkan acara.

“Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Lusiana Herawati, Kepala Bapeda Jakarta, yang berkenan hadir pada kesempatan ini,” ujar Adil.

Atas nama DPW ALFI/ILFA Jakarta, Adil juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung acara ini, baik berupa fisik, gagasan dan material (para sponsorship), sehingga acaraini dapat terselenggara sebagaimana mestinya.

Acara tersebut dibuka langsung oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Provinsi Daerah Khusus Jakarta Lusiana Herawati yang mewakili Gubernur Jakarta Pramono Anung.

Dalam sambutannya, Lusiana mengatakan, Gubernur Jakarta berpesan untuk kelancaran arus logistik dari dan ke Jakarta agar dilakukan p<span;>enataan tata ruang di pelabuhan Tanjung Priok supaya kondisi kemacetan parah di kawasan itu pada 16-18 April 2025 lalu tidak terulang lagi.

“Namun untuk ini perlu dibahas bersama dengan semua stakeholders dan Pelindo. Bagaimana itu menyiapkan Hub dan Spoke mengatur arus barang dan logistik melalui pelabuhan Priok supaya kejadian (kemacetan) kemarin tidak terjadi lagi,” ujar Lusiana.[*]

Ini Usul AFI Jakarta, Demi Pembenahan Pelabuhan Priok

JAKARTA – Pelaku usaha logistik di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta mendesak pembenahan yang lebih komprehensif menyangkut tatakelola pelayanan, operasional dan infrastruktur fisik maupun non fisik (termasuk informasi dan tehnologi) untuk meminimalisir terulangnya kemacetan horor di NPCT-1, yang merupakan salah satu terminal petikemas di kawasan pelabuhan Tanjung Priok.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta, Adil Karim, mengemukakan, kemacetatan horor yang terjadi selama dua hari (16-17 April 2025) di kawasan Tanjung Priok itu sangat merugikan semua pihak, termasuk pelaku usaha.

Disisi lain, akibat dari adanya ketidakmampuan kapasitas salah satu pelabuhan/terminal dalam hal ini New Priok Container Terminal One (NPCT-1) yang pada akhirnya menimbulkan keruwetan dan kemacetan horor itu, maka Kemenhub melalui Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Priok perlu turun tangan, untuk segera mengkaji ulang dan mapping seluruh terminal petikemas yang ada di pelabuhan Tanjung Priok supaya sesuai kapasitasnya masing-masing.

“Sehingga jangan memaksakan menjadi over kapasitas terminal supaya R/D (receiving dan delivery) tidak terganggu. Misalnya kalau kapasitas hanya bisa melakukan bongkar muat perminggu hanya 21.000 twenty foot equuvalent units (TEUs) maka jangan ditambah lagi kunjungan atau layanan vessel-nya (kapal) di dermaga terminal tersebut,” ujar Adil Karim pada Minggu (20/4/2025).

Dia juga menegaskan agar jangan terjadi praktik tarik menarik market layanan kapal dari satu terminal ke terminal lainnya walaupun itu sifatnya business to business (B to B) agar iklim bisnis pelabuhan kondusif.

Adapun saat ini di pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal peti kemas yang layani ekspor impor yakni; Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Tanjung Priok yang dikelola IPC-TPK.

“Praktik tarik menarik (rebutan) market layanan kapal antar terminal peti kemas pelabuhan Tanjung Priok yang notabene kini ada 5 terminal peti kemas di pelabuhan itu justru menandakan tatakelola pelabuhan yang kurang baik. Padahalkan semua itu under Pelindo kan ?,” tanya Adil.

ALFI juga menyarankan supaya seluruh pengelola terminal peti kemas tersebut harus melapor setiap ada kelebihan kapasitas layanan kepada KSOP setempat.

Untuk itu, kata Adil, ALFI Jakarta mengusulkan empat langkah strategis sebagai rekomendasi kepada operator pelabuhan, regulator dan stakeholders terkait.

Pertama, untuk kelancaran arus barang dari dan ke pelabuhan sudah perlu di implementasikan terminal boking system atau TBS dengan buffer-nya di dua sisi yakni sisi barat pelabuhan maupun sisi timur pelabuhan yang terintegrasi ke seluruh terminal maupun KSOP dan melibatkan asosiasi terkait. Ketimbang pihak NPCT-1 kini memberlakukan sistem kuota pengurusan TILA impor yang bisa merugikan dunia usaha dari sisi demurage.

Kedua, perlu dilakukan percepatan pembangunan pelabuhan Pantimban di Subang Jawa Barat untuk layanan kontainer yang notabene bisa menampung arus kontainer dari area timur Pelabuhan Tanjung Priok sehingga beban ke Pelabuhan Priok berkurang.

Ketiga, Pelindo sebagai holding Pelabuhan harus memikirkan akibat keterlambatan R/D dan kemacetan luar biasa tersebut serta harus memikirkan kompensasinya minimal storage dan biaya clossing serta biaya lainnya yang muncul.

Keempat, kebijakan Pemerintah (Kemenhub) dengan adanya SKB Libur selama 16 hari saat Lebaran tahun ini perlu dikaji ulang untuk kedepannya, karena salah satu penyebabnya adalah secara bersamaan manufaktur mengejar ekspor produknya yang tertunda maupun impor yang harus keluar untuk produksi ataupun distribusi ke tujuan masing-masing.

Apalagi, kata Adil,  pasca Libur Lebaran, para pekerja, industri dan termasuk Sopir truk logistik sudah mulai berkegiatan seperti biasa dan kegiatan ekspor impor juga secara bersamaan dan lebih masif dimulai.

“Yang terpenting juga adalah sebelum membuat keputusan SKB Pembatasan Truk Angkutan Lebaran kedepan harus benar-benar terukur, mendengar masukan asosiasi pelaku usaha terkait agar tidak menghambat kegiatan logistik dan merugikan perekonomian nasional,” jelas Adil.[*]

ALFI Usul Penaikkan PPh Impor Jika Tak Ada Lagi Kuota & Pertek

JAKARTA- Presiden RI, Prabowo Subianto  menyampaikan pernyataannya soal penghapusan kuota impor. Bahkan, Presiden menyebut persyaratan dalam bentuk teknis (Pertek) importasi yang selama ini ada di instansi terkait bakal ditiadakan.

Namun, pernyataan Presiden itu  perlu disikapi secara bijaksana oleh semua pihak lantaran penghapusan kuota impor bukanlah perkara sederhana, tetapi mesti dilihat dari berbagai sisi termasuk bagaimana keseimbangan antara kepentingan industri di hulu dan hilir-nya.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta, Adil Karim, mengatakan jika importasi dibuka selebar-lebarnya tanpa adanya perangkat regulasi ataupun sistem yang mengontrolnya, maka banjir barang impor di dalam negeri tidak bisa dihindari.

Kondisi itu, kata dia, akan berimbas pada kelangsungan produksi industri dalam negeri, termasuk eksistensi usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) lokal yang nota bene butuh sentuhan serius agar bisa lebih kompetetif dipasar lokal maupun global.

Kendati begitu, Adil mengusulkan jika kuota impor ditiadakan dan tidak ada lagi Pertek importasi, maka untuk meminamilusir membanjirnya barang impor di Indonesia, agar Pemerintah bisa menempuh solusi menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPh impor.

“Sebenarnya jika Pertek mau ditiadakan untuk barang-barang impor tertentu saja, tetapi harus ada ketentuan lain. Lalu misalnya, PPh impor dinaikkan. Kalau semua nggak pakai Pertek, habislah industri lokal dan kita pasti dibanjiri produk impor terutama dari China,” ucap Adil, pada Jumat (11/4/2025).

Dia juga mengatakan, sebelum menempuh opsi itu, Pemerintah harus membuat kajian terlebih dahulu secara komprehensif dengan melakukan mapping terhadap industri apa saja yang bisa di beri kemudahan untuk Perteknya yang notabene tidak mengganggu industri lokal termasuk UMKM.

“Kalau mau jujur saat ini saja, industri lokal sudah sulit bersaing dengan serbuan barang-barang impor yang masuk. Kalau kemudian dibuka selebar-lebarnya importasi, apalagi jika itu berupa komoditi barang jadi atau konsusmsi, lalu bagaimana masa depan industri lokal dan UMKM kita,” paparnya.

Adil mengatakan, jika PPh impor dinaikkan maka masyarakat tidak memburu atau membeli barang konsumsi impor karena harganya akan mahal, sehingga produk dalam negeri bisa bersaing di tanah air.

Dia mengatakan, saat ini untuk mengontrol importasi, Pemerintah telah memiliki perangkat Sistem Nasional Neraca Komoditas (SinasNK) yang berfungsi untuk mengetahui berapa banyak kebutuhan impor seperti bahan baku untuk proses produksi industri dan konsumsi nasional. Dengan sistem itu, importasi hanya dilakukan untuk menutup kekurangan supaya kinerja industri tidak terganggu.

“Karenanya, Pemerintah perlu segera melibatkan dan berbicara dengan kalangan dunia usaha termasuk asosiasi agar wacana penghapusan kuota maupun Pertek impor tidak membuat bingung para pelaku bisnis dan justru berpotensi membuat pelaku usaha termasuk investor wait and see,” kata Adil.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta para menterinya menghapuskan kuota impor. Menurutnya sistem ini membatasi pengusaha berbisnis, apalagi jika yang diimpor itu barang yang menyangkut hajat rakyat seperti impor daging.

“Siapa mau impor daging silakan. Siapa saja boleh impor. Mau impor apa? Silakan buka saja. Rakyat kita juga pandai kok. Enggak usah ada kuota. Perusahaan ditunjuk hanya dia boleh impor, udahlah jangan ada praktik itu lagi,” tegas Presiden, Selasa (8/4/2025).

Karenanya, Prabowo minta peraturan teknis (pertek) yang dibuat kementerian juga dihapus. Kalaupun dibikin, harus seizin Presiden Indonesia.[*]

Indonesia Perlu Memperkuat Negosiasi dengan AS

ALFIJAK- Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang mulai diberlakukan awal bulan ini, terus mendapat respon berbagai kalangan pelaku bisnis di Indonesia. Pasalnya, tarif timbal balik (resiprokal) ke sejumlah negara yang telah secara resmi dinumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025 menargetkan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan negara itu, termasuk Indonesia yang dikenai tarif impor sebesar 32%.

Bahkan menurut pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), kebijakan Presiden Trump itu berpotensi memengaruhi kinerja ekspor dan impor Indonesia, termasuk sektor logistik yang menjadi tulang punggung perdagangan internasional.

Ketua Umum DPP ALFI Akbar Djohan mengungkapkan, kebijakan tarif resiprokal AS dapat meningkatkan biaya logistik bagi produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, serta memengaruhi arus barang impor dari AS.

“Kenaikan tarif ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama bagi komoditas yang selama ini mengandalkan pasar AS,” ujar Akbar Djohan, melalui keterangan resminya pada Sabtu (5/4/2025).

Dia memprediksi adanya penurunan volume pengiriman barang melalui jalur laut dan udara sebagai dampak dari kebijakan ini. Sektor logistik, termasuk perusahaan freight forwarder dan penyedia jasa transportasi, harus bersiap menghadapi potensi perlambatan permintaan.

Untuk itu, ALFI mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi, termasuk melakukan percepatan perundingan perdagangan bilateral. Menurut Akbar, pemerintah perlu memperkuat negosiasi dengan AS untuk meminimalisir dampak tarif, sekaligus mencari alternatif pasar ekspor baru.

“ALFI merekomendasikan stimulus fiskal atau kemudahan regulasi untuk membantu perusahaan logistik bertahan di tengah gejolak tarif,” ucap Akbar.

Selain itu, Akbar menilai perlunya peningkatan efisiensi logistik nasional, dan infrastruktur logistik dalam negeri juga harus ditingkatkan agar biaya operasional tidak membebani eksportir.

Akbar menambahkan perusahaan logistik dan forwarder juga harus memiliki sejumlah langkah antisipatif dalam memitigasi risiko akibat tarif baru AS tersebut. ALFI, ucap Akbar, menyarankan pelaku usaha logistik melakukan berbagai langkah strategis, seperti diversifikasi pasar.

“Jangan hanya bergantung pada satu negara tujuan. Eksplorasi pasar nonAS seperti Afrika atau Timur Tengah bisa menjadi solusi,” saran Akbar.

Akbar yang juga menjabat Dirut PT Krakatau Steel itu juga mendorong pelaku usaha logistik menerapkan pemanfaatan digitalisasi dan automasi untuk efisiensi biaya operasional. Selain itu, pelaku usaha sektor logistik harus berkolaborasi dengan eksportir lokal dan membangun kemitraan yang lebih erat untuk menyesuaikan strategi distribusi di tengah perubahan kebijakan.

“Meskipun tantangan ini berat, peluang untuk memperbaiki daya saing logistik Indonesia tetap terbuka. Ini saatnya kita berinovasi dan beradaptasi,” jelasnya.[*]