Arsip Tag: Fajar Doni

SP untuk TPS Airin sudah sesuai ketentuan

Keputusan Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok yang mengeluarkan surat peringatan atas tempat penimbunan sementara (TPS) Indonesia Air & Marine Supply (Airin) di wilayah pabean pelabuhan tersebut dinilai sesuai dengan aturan dan merupakan hasil monitoring internal Bea dan Cukai Pelabuhan Priok.

Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Fajar Doni mengatakan surat tersebut hanya bersifat teguran dan mengacu pada laporan masyarakat pengguna jasa dan Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (Aptesindo) perihal pola pengoperasian fasilitas TPS Airin.

“Itu sifatnya teguran supaya TPS Airin memperbaiki internal pengoperasian fasilitasnya. Jadi, bukan semata hanya karena ada laporan Aptesindo. Ada dari masyarakat pengguna jasa juga,” ujarnya kepada Bisnis.com di Jakarta pada Jumat (18/8/2017).

Fajar mengemukakan hal itu saat dikonfirmasi Bisnis.com terkait dengan keluarnya surat peringatan dari KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok kepada manajemen TPS Airin tertangal 7 Agustus 2017.

Dalam surat Bea Cukai Priok bernomor S-4604/KPU.01/2017 itu disebutkan keputusan Bea Cukai mengacu pada surat laporan Aptesindo agar TPS Airin yang juga merupakan anak usaha BUMN PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) supaya tidak meminjamkan sebagian dari fasilitas TPS-nya ke pihak lain, tetapi mengelolanya sendiri.

Manajemen TPS Airin juga diminta menerapkan single billing pada layanan di TPS-nya dan  mengintegrasikan sistem single billing pada layanan pergudangan atau warehousing manajemen perseroan tersebut.

“Silakan manajemen PT Airin mengklarifikasi kepada kami perihal apa saja pembenahan internalnya yang sudah dilakukan. Yang jelas kami lakukan monitoring secara periodik terhadap semua TPS di wilayah pabean Priok,” paparnya.

Penelusuran Bisnis.com di lokasi TPS PT Airin yang terletak di jalan Cilincing Raya Kalibaru pada JNumat, seluruh fasilitas TPS Airin yang juga berdekatan dengan areal Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) itu dioperasikan langsung oleh BUMN tersebut.

Saat dihubungi Bisnis.com, Direktur Utama PT Airin Rudolf Valentino membantah bahwa pihaknya melakukan pengalihan sebagian operasional TPS kepada mitra kerjanya.

“Semua fasilitas kami operasikan sendiri oleh PT Airin. Segala yang berhubungan dengan layanan juga menjadi tanggung jawab perusahaan kami. Kami juga sudah implementasikan single billing,” ujarnya.

Tidak tebang pilih

Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok agar lebih objektif atau tidak tebang pilih dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional tempat penimbunan sementara (TPS) yang berada di wilayah pabean pelabuhan Tanjung Priok.

Hal tersebut menyusul keluarnya surat peringatan dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok kepada Manajemen TPS Indonesia Air & Marine Supply (Airin) tertangal 7 Agustus 2017.

Dalam surat Bea Cukai Priok bernomor: S-4604/KPU.01/2017 itu, disebutkan mengacu pada surat laporan Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (Aptesindo) agar TPS Airin yang juga merupakan anak usaha BUMN supaya tidak meminjamkan sebagian dari fasilitas TPS nya tetapi mengelolanya sendiri.

Kemudian TPS Airin juga diminta menerapkan single billing pada layanan di TPS nya maupun mengintegrasikan sistem single billing pada layanan pergudangan atau warehousing manajemen perseroan tersebut.

Dikonfirmasi Bisnis, Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Fajar Dony belum merespons karena sedang rapat.

Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai Pabuhan Tanjung Priok Hermiyana mengatakan secara garis besar pasti sudah ada report-nya dari mekanisme pemantauan internal Bea dan Cukai.

“Ada hal-hal yang tidak bisa terjangkau oleh Bea Cukai maka perlu bantuan penilaian dari pihak lain, dalam hal ini salah satunya dari keluarganya sendiri (aptesindo),” ujarnya melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada Bisnis (18/8/2017).

BC: relokasi barang longstay tekan dwelling time Priok

Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok menyatakan kegiatan relokasi/perpindahan peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan dari kawasan lini satu pelabuhan ke buffer area bakal efektif menekan dwelling time khususnya pada tahapan post custom clearance.

JAKARTA (alfijakarta): Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Fajar Doni mengatakan instansinya sangat mendukung adanya buffer area untuk menampung peti kemas impor yang sudah clearance atau mengantongi surat perserutujuan pengeluaran barang (SPPB) dari Bea dan Cukai namun belum diambil pemiliknya lebih dari 3 hari.

“Buffer area digunakan untuk menampung peti kemas impor yang sudah diberikan SPPB oleh Bea Cukai tetapi belum dikeluarkan dari TPS asal atau terminal peti kemas sehingga dapat mempengaruhi Dwelling Time khususnya pada tahap post customs clearance,” ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (19/7/2017).

Dia mengatakan agar tidak membebani biaya logistik, sebaiknya lokasi buffer area peti kemas impor SPPB tidak terlalu jauh dengan pelabuhan Tanjung Priok.

Fajar menyampaikan hal itu menanggapi adanya aturan dari Menteri Perhubungan dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, yang mengamanatkan peti kemas impor yang sudah SPPB dan menumpuk lebih dari 3 hari di pelabuhan (longstay) wajib dikeluarkan pemiliknya/direlokasi ke fasilitas non-TPS (tempat penimbunan sementara) di luar pelabuhan.

Direktur Operasi dan Sistem Informasi Tehnologi PT Pelindo II Prasetiadi mengatakan pihaknya akan mendukung dan mematuhi regulasi yang dikeluarkan Kemenhub dan OP Tanjung Priok soal perpindahan barang longstay tersebut.

“Tentunya kami dukung dan akan patuhi aturan itu,” ujarnya dikonfirmasi Bisnis.

Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok telah mewajibkan supaya barang impor yang sudah mengantongi SPPB dan menumpuk lebih 3 hari dipindahkan ke buffer area atau lini 2 pelabuhan.

Hal itu diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan No:25/2017 tentang Perubahan atas Permenhub No:116/2016 tentang Pemindahan Barang yang melewati batas waktu penumpukan (longstay) di Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, dan Makassar.

Beleid itu juga diperkuat dengan sudah adanya peraturan Ka OP Tanjung Priok No: UM.008/31/7/OP.TPK-16 tentang Tata Cara atau Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemindahan Barang longstay di Pelabuhan Tanjung Priok.

Sekretaris Perusahaan Terminal Peti Kemas Koja Nuryono Arif mengatakan TPK Koja dan semua pihak mesti menaati regulasi yang ada sepanjang dalam koridor untuk membuat efisiensi biaya logistik di pelabuhan. (bisnis.com/ac)

PPJK dukung fasilitas pendeteksi barang di Priok

Pengusaha Pengurusan Jasa transportasi & Kepabeanan (PPJK) di Pelabuhan Tanjung Priok mengapresiasi percepatan pemeriksaan barang menyusul telah dioperasikannya fasilitas laboratorium deteksi barang di kantor Bea dan Cukai Pelabuhan setempat.

JAKARTA (alfijakarta): Ketua Forum PPJK Pelabuhan Tanjung Priok, M. Qadar Jafar, mengatakan sebelumnya untuk kegiatan deteksi barang—yang berkaitan dengan penentuan jika terjadi perbedaan penyampaian nomor harmony system (HS) code—memakan waktu lama, namun kini lebih cepat.

“Dengan adanya laboratorium untuk mendeteksi barang impor itu, importir sekarang juga tak bisa main-main lagi dengan memanipulasi nomor HS,” ujarnya kepada Bisnis di Jakarta pada Selasa (30/5/2017).

Qadar berharap fasilitas laboratorium seperti itu tidak hanya disiapkan di Pelabuhan Priok, tetapi juga dapat disediakan Bea dan Cukai di pelabuhan utama lainnya yang melayani kegiatan ekspor impor seperti pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Makassar, dan Belawan Medan.

Pada akhir pekan lalu, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok menyiapkan fasilitas Customs and Excise Laboratory (CEL), untuk kegiatan deteksi barang ekspor maupun impor.

Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Fajar Doni mengatakan laboratorium ini untuk mendeteksi secara akurat item barang ekspor impor dengan dokumen yang diajukannya, sehingga mempercepat dan memudahkan dalam menetapkan HS code.

“Sebelumnya deteksi barang mesti dikirim ke kantor pusat Bea Cukai melalui balai pengujian dan identifikasi barang,” ujarnya.

Fajar mengatakan di Pelabuhan Priok terdapat 600-an item barang yang diperiksa di laboratorium Bea Cukai tersebut.

“Laboratorium itu untuk percepatan arus barang, karena pemeriksaan hanya perlu waktu singkat, hanya dalam hitungan menit,” kata Fajar.

sumber: bisnis.com

Menyoal buffer area pasca clearance & sertifikasi TKBM di Priok

Menyoal buffer area pasca clearance & sertifikasi TKBM di Priok
Menyoal buffer area pasca clearance & sertifikasi TKBM di Priok

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mendukung dan mendorong tersedianya fasilitas buffer area untuk menampung peti kemas impor di Pelabuhan Priok yang sudah clearance atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB).

Wakil Ketua Umum GINSI, Erwin Taufan mengatakan, barang impor yang sudah SPPB namun tidak segera diambil atau dikeluarkan pemiliknya dari container yard terminal peti kemas lini satu pelabuhan Priok telah bertentangan dengan komitmen bersama untuk menekan dwelling time di Priok.

“Kami mendukung apa yang di sampaikan KPU Bea dan Cukai Priok agar segera disiapkan buffer area, karena memang yang setelah SPBB gak diambil pemiliknya sangat menggangu area terminal. Selain itu mempersempit ruang peruntukan bongkar muat di lini satu pelabuhan,”ujarnya kepada Bisnis, Kamis (10-11-2016).

Kendati begitu, ujar Taufan, GINSI berharap fasilitas buffer area tersebut jangan sampai menambah mata rantai birokrasi pengurusan dokumen impor serta munculnya biaya tambahan logistik di pelabuhan Priok.

“Pengawasan terhadap buffer area juga harus dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Bea Cukai Priok,” tuturnya.

Dia menyatakan hal tersebut untuk menegaskan sikap importir di pelabuhan Priok menanggapi banyaknya peti kemas impor di TPK Koja Pelabuhan Priok yang sudah SPPB namun dibiarkan mengendap hingga lebih dari 4 hari bahkan ada yang melebihi 10 hari.

Manajer Komersial TPK Koja, Achmad Saichu mengemukakan, manajemen TPK Koja sedang melakukan pengecekan satu persatu peti kemas yang ada di Terminal tersebut menyusul bereda

“Ini sedang kita cek setiap kontenernya.Kita musti melihat murni data stack koja sampai dengan gate out Koja,”ujarnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (10/11).

Ketua Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) Pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Hadi mengungkapkan setiap bulannya terdapat ribuan peti kemas impor yang sudah SPPB dibiarkan mengendap di TPK Koja rata-rata lebih dari 4 hari bahkan ada yang lebih dari 10 hari.

Dia menilai kondisi ini berpotensi memengaruhi dwelling time khususnya untuk komponen post clearance, sehingga berdampak pada sulitnya menurunkan dwelling di Priok menjadi kurang dari tiga hari dari saat ini rata-rata 3,4 hari.

Syamsul mengemukakan, berdasarkan data pengeluaran peti kemas TPK Koja tahun 2016 yang diperoleh Fordeki,rata-rata peti kemas impor dan sudah mengantongi SPPB yang menumpuk di TPK Koja lebih dari empat hari pada periode Januari 2016 sebanyak 1.337 bok.

Kemudian pada Februari 1.065 bok, Maret 1.476 bok, April 1.208 bok, Mei 1.331 bok, Juni 1.628 bok, Juli 1.062 bok, Agustus 1.507 bok, September 1.069 bok, dan pada Oktober (hingga 10 Oktober) 335 bok.

Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok sudah mengusulkan tersedianya fasilitas tempat penimbunan pabean sebagai buffer area pendukung kelancaran logistik dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok.

Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Fajar Doni mengatakan, fasilitas tersebut diharapkan bisa menampung peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPBB) dari Bea dan Cukai setempat tetapi belum di ambil pemiliknya.

“Buffer area itu untuk menampung barang impor yang sudah SPPB tetapi belum dikeluarkan pemiliknya dari tempat penimbunan sementara (TPS) lini satu atau container yard terminal peti kemas,” ujarnya.

Pasalnya, kata dia, barang yang sudah SPPB dan tidak segera dikeluarkan pemiliknya dari lini satu pelabuhan akan memengaruhi dwelling time yang beras l dari komponen post clearance.

“Karenanya untuk mengurangi waktu di post clearance tersebut Bea dan Cukai Priok mengusulkan adanya buffer area dan tempat penimbunan pabean yang pengawasannya di bawah Bea dan Cukai,” tuturnya.

Sertifikasi TKBM

Perusahaan bongkar muat (PBM) maupun Badan Usaha Pelabuhan (BUP) perlu mendorong agar buruh pelabuhan atau tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di seluruh pelabuhan Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi profesi setelah melalui uji kompetensi dari lembaga terkait.

Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Bongkar Muat Indonesia (LSP-BMI) Sodik Harjono mengatakan,sertifikasi TKBM di pelabuhan itu di amanatkan dalam perundang-undangan yang berlaku diantaranya melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor. 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke kapal.

Dalam beleid itu, ujar dia, telah diatur bahwa kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan harus dilaksanakan dengan menggunakan peralatan bongkar muat oleh TKBM yang memenuhi standar, peralatan laik operasi demi menjamin keselamatan pelayaran.

“Artinya SDM TKBM harus ada standarnya. Dan disinilah diperlukan standarisasi TKBM melalui uji kompetensi dan sertifikasi, supaya kegiatan jasa kepelabuhanan di Indonesia bisa lebih efisien dan efektif,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (11/11/2016).

Sodik mengatakan, buruh pelabuhan itu sendiri yang mesti memiliki kemauan kuat untuk mengikuti uji kompetensi dan sertifkasi TKBM di Pelabuhan dengan dukungan pihak terkait seperti Perusahaan Bongkar Muat (PBM) maupun Pelindo selaku Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

“Harus ada kesadaran dan kemauan bersama dari TKBM, PBM maupun BUP untuk menstandarkan kemampuan TKBM di pelabuhan,” paparnya.

Sodik mengungkapkan, hingga saat ini TKBM yang sudah mengantongi sertifikasi tidak lebih dari 5% dari jumlah buruh pelabuhan yang bekerja di seluruh pelabuhan Indonesia.

“Di Pelabuhan Priok saja dari sekitar 3.000-an TKBM baru sekitar 100-an TKBM yang telah mengantongi sertifikasi dan mengikuti uji kompetensi tersebut,” ujar dia.

sumber: bisnis.com

 

BC priok perpanjang waktu relokasi, e-seal diterapkan

BC priok perpanjang waktu relokasi, e-seal diterapkan
BC priok perpanjang waktu relokasi, e-seal diterapkan

Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, memperpanjang waktu pelaksanaan kegiatan relokasi peti kemas impor dari terminal peti kemas lini satu pelabuhan ke tempat penimbunan sementara (TPS) di wilayah pabean Priok dari sebelumnya dibatasi hanya hingga pukul 17.00 Wib setiap harinya kini menjadi hingga pukul 24.00 Wib dan mendukung layanan 24/7.

Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Fajar Doni mengatakan langkah itu ditempuh untuk mempercepat pengeluaran barang dari lini satu pelabuhan ke kawasan buffer sehingga dwelling time di pelabuhan Priok bisa terus ditekan seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo agar dwelling time Priok kurang dari tiga hari.

“Namun saat ini baru dua TPS buffer di Priok yang diizinkan untuk bisa melayani relokasi peti kemas impor tersebut hingga pukul 24.00 Wib setiap harinya yakni TPS Agung Raya dan TPS Wira Mitra Prima.Yang lainnya akan menyusul setelah kita lakukan monitoring dan evaluasi,” ujarnya saat peresmian pengoperasian custom control room (CCR) Bea dan Cukai Tanjung Priok, Rabu (02-11-2016).

Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) saat ini terdapat 10 fasilitas TPS yang berada di wilayah Pabean Priok sebagai buffer terminal peti kemas ekapor impor dari Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Pelabuhan Priok.

Kegiatan relokasi petikemas impor dari lini satu ke TPS buffer dilaksanakan dan diatur melalui Permenhub No:116/2016 tentang perpindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan/longstay untuk mengurangi dwelling time di empat pelabuhan utama yakni Tanjung Priok, Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan dan Pelabuhan Makassar.

Fajar mengemukakan, dengan beroperasinya custom control room (CCR) itu, kegiatan pemasukan, pengeluaran dan penimbunan barang di fasilitas tempat penimbunan sementara (TPS) yang berada diwilayah pabean Priok bisa terdeteksi secara akurat.

Selain itu, ujar dia, CCR tersebut juga untuk mengawasi proses bisnis di TPS, serta memantau pergerakan barang impor yang selama ini sudah dapat di deteksi menggunakan elektronil seal (e-seal) kontainer.

“E-seal disiapkan atas kerjasama pengusaha TPS dengan Bea dan Cukai Priok. Karena pergerakan/perpindahan kontener dari lini satu ke lini 2 wajib menggunakan alat berbasis IT tersebut,” tuturnya.

Dia mengatakan, menyiapkan fasilitas CCR KPU Bea dan Cukai Priok itu sesuai amanat Perdirjen Bea dan Cukai No:6/BC/ 2015 tentang tata cara penetapan kawasan pabean dan TPS.

Peresmian dan pengoperasian CCR KPU Bea dan Cukai Priom itu juga dihadiri kalangan pengusaha dan pengguna jasa pelabuhan Priok yang diwakili asosiasi antara lain; Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunana Sementara Indonesia (Aptesindo), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Asosiasi Pengusaha Jalur Prioritas (APJP).

Selain itu juga di hadiri Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, I Nyoman Gede Saputera, Balai Besar Karantina Pertanian Pelabuhan Priok, dan manajemen pengela terminal peti kemas di pelabuhan Priok al; Jakarta International Conatiner Terminal (JIC), TPK Koja, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL), dan Terminal 3 Pelabuhan Priok.

Fajar juga mengatakan, instansinya konsisten dalam menekan dwelling time di Pelabuhan Priok dengan mengusung strategi penurunan dwelling time juga harus diikuti dengan penurunan biaya logistik nasional.

“Karena itu kita lakukan kordinasi dengan seluruh instansi dan stakeholder untuk mencapai target dwelling time kurang dari tiga hari di pelabuhan Priok,” ujar dia.

Electronic seal

Untuk memperlancar logistik impor dan ekspor dan mencegah aksi penggelapan isi container, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok menerapan sistem manajemen risiko dengan melakukan inovasi berupa penggunaan Electronic seal (E-seal).

E-seal kata Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Fajar Doni E-seal dapat diawasi langsung melalui ruang pengawasan atau customs control room.

“Dari ruangan ini proses bisnis di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) dapat dikontrol, pergerakan barang impor sudah dapat di deteksi menggunakan elektronil seal (e-seal) container,” ujar Fadjar Doni saat coffee morning yang dilanjutkan dengan peresmian penggunaan E-seal Control room di Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (2/11/2016).

Dengan E-Seal Control Room pemasukan, pengeluaran dan penimbunan barang di tempat penimbunan sementara (TPS) yang berada diwilayah pabean Priok bisa diketahui terutama saat PLP dari lini satu ke lini dua.

“Pergerakan/perpindahan kontener dari lini satu ke lini 2 wajib menggunakan alat berbasis IT tersebut,” ujarnya Fadjar

I Nyoman Gede Saputra, Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok memuji kehebatan KPU Beacukai Tanjung Priok yang selangkah lebih maju.

“Peraturan Menteri No.116/2016 tentang Dwelling Time belum kami terapkan, tapi Beacukai Priok sudah menjalankan lebih dulu, ini luar biasa dan saya akan laporkan ke Menteri,” ujar I Nyoman

Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta untuk menekan Dwelling Time juga telah memperpanjang waktu pelaksanaan kegiatan relokasi peti kemas impor dari terminal peti kemas lini satu pelabuhan ke tempat penimbunan sementara (TPS) di wilayah pabean Priok.

Sebelumnya, kegiatan relokasi dibatasi hanya hingga pukul 17.00 WIB setiap hari tetapi kini menjadi hingga pukul 24.00 WIB dan mendukung layanan 24/7 atau 24 jam seminggu.

“Langkah ini kami tempuh untuk mempercepat pengeluaran barang dari lini satu pelabuhan ke kawasan buffer sehingga dwelling time di pelabuhan Priok bisa terus ditekan seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo agar dwelling time Priok kurang dari tiga hari,” ucap Fadjar Doni.

sumber: bisnis.com/poskotanews.com