Pengusaha keluhkan regulasi impor ban truk

Terkait diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77/M-DAG/PER/11/2016 tentang Ketentuan Impor Ban yang berlaku mulai 1 Januari lalu, ternyata dikeluhkan oleh para pengusaha truk ekspedisi, dan ditengarai kontra produktif.

Kyatmaja Lookman, salah satu pengusaha truk ekspedisi menjelaskan, dengan diterbitkannya peraturan tersebut, jelas sangat merugikan para pengusaha truk yang ada di Indonesia.

“Karena selama ini para produsen ban lokal hanya memproduksi ban bias saja, sementara untuk truk di Indonesia yang dipakai bukan hanya ban bias saja, dan bagi para pengusaha truk logistik biasanya juga menggunakan ban radial,” paparnya.

Kyatmaja juga bercerita, saat rapat dengar pendapat di Kementerian Perindustrian mengenai pemberlakuan peraturan tersebut beberapa waktu lalu, muncul dua kubu yang berselisih, yakni antara produsen ban lokal (Perusahaan yang memproduksi ban di dalam negeri) dan importir ban.

Di mana, terangnya, kalau produsen ban lokal saat ini menggunakan aturan Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) dalam menjalankan bisnisnya, sedangkan yang dipakai importir ban adalah Angka Pengenal Impor Umum (API-U).

“Masalahnya, produsen ban lokal menggunakan APIP ini untuk mengimpor ban utuh dengan alasan sebagai sample, padahal APIP ini hanya dipergunakan untuk impor ban setengah jadi atau bahan baku saja,” paparnya kepada Dapurpacu.com lewat sambungan telepon, Kamis (30/3).

Atas penyalahgunaan itulah, akhirnya pihak importir ban merasa keberatan.

“Impor sample ban kok sampai 10 kontainer, itu kan jumlahnya banyak sekali. Apa mau dijual di sini sample ban impornya,” terang Kyatmaja menceritakan keluhan para importir.

Jika membaca rincian aturan yang tertulis di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77/M-DAG/PER/11/2016 tentang Ketentuan Impor Ban, di Pasal 4-5 disebutkan, bahwa Perusahaan pemilik API-P merupakan perusahaan yang mengimpor ban hanya untuk digunakan dalam menunjang atau melengkapi proses produksi barang yang dihasilkan.

Kemudian, perusahaan pemilik API-P dilarang untuk memperdagangkan dan/atau memindahtangankan ban yang diimpor kepada pihak lain.

Kondisi itu terjadi, lanjutnya, karena memang perusahaan yang memproduksi ban di dalam negeri belum memiliki teknologi untuk membuat ban radial khusus truk.

Selain itu, alasan produsen masih belum mau membuat ban radial khusus truk karena menganggap permintaan pasar masih banyak untuk ban bias, sementara ban radial khususnya truk sedikit.

Bagi Kyatmaja sendiri sebagai konsumen, dengan pembatasan impor ini ketersediaan ban radial yang mereka butuhkan jadi terbatas, dan efeknya adalah kenaikan harga.

Bahkan, para pengusaha angkutan truk jadi seperti dipaksa untuk memakai ban bias yang performanya tidak lebih baik dari ban radial.

Sumber: dapurpacu.com

KPK ungkap sepak terjang kartel daging impor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi bukti dan informasi adanyanya dugaan “kick back” (suap atau imbalan) kepada sejumlah pejabat Bea Cukai dari pengusaha Basuki Hariman.

Kick Back itu ditenggarai atas jasanya “mengamankan” sejumlah persoalan kepabeanan yang merundung perusahaan impor daging milik Basuki.

Dugaan itu tak ditepis Wakil Ketua KPK, Basaria. Menurut Basaria, dugaan itu didalami oleh pihaknya.

“Kita dalami dulu,” ungkap Basaria, Selasa (28/3/2017).

Dia memastikan pihaknya tak akan membiarkan begitu saja dugaan tersebut. Ia menegaskan dugaan itu pasti didalami anak buahnya.

“Ia harus (dalami), itu pasti (didalami penyidik KPK),” tegas Basaria.

Basaria bahkan tak menampik pihaknya dapat membuka penyelidikan baru hasil dari pengembangan pengusuatan dugaan suap uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang salah satunya menjerat Basuki Hariman sebagai tersangka.

“Yang pasti untuk sementara itu dihubungkan dengan kasus yang sedang ditangani, apabila didalam penanganan tersebut ada pengembangan atau info yang baru itu bisa ditingkatkan ke penyelidikan,” ujar Basaria.

Dugaan keterlibatan sejumlah pejabat kepabeanan terungkap dari pemeriksaan sejumlah saksi asal Bea dan Cukai dalam kasus dugaan suap yang menjerat Basuki itu.

Sejumlah pejabat Bea dan Cukai yang telah digarap penyidik KPK yakni, Kepala Seksi Penyidikan I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Aris Murdyanto; Kepala Seksi Intelijen I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Bagus Endro Wibowo, dan Kepala Seksi Penindakan I Bidang Penindakan dan Penyidikan, Wawan Dwi Hermawan.

Selain itu, Hary Mulyana selaku Direktu Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok; Tahi Bonar Lumban Raja selaku Kepala Direktorat Intelijen Bea Cukai; dan Imron selaku Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.

Kantor Direktorat Jendral Bea dan Cukai sebelumnya juga sudah digeledah penyidik KPK beberapa waktu lalu. Penyidik mengamankan sejumlah bukti dari penggeledahaan itu, salah satunya berupa dokumen.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu menguak sejumlah importir diduga melakukan pelanggaran, mulai dari aksi pemalsuan dokumen hingga penyelundupan.

Di antara perusahaan tersebut yakni PT Impexindo Pratama dan C Sumber laut Perkasa. Kedua perusahaan tersebut tercatat milik Basuki Hariman.

Dalam kasus dugaan suap uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, KPK telah menetapkan bos CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, Sekretaris Basuki bernama Ng Fenny, Patrialis Akbar, dan seorang perantara bernama Kamaludin.

Basuki ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga memberi suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar kepada Patrialis.

Diduga, pemberian itu dimaksudkan agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi UU Peternakan yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Basuki sendiri berulang kali tak menampik bahwa dirinya berkepentingan dalam permohonan uji materi tersebut. Kepentingan itu menyangkut sektor usaha impor daging yang digelutinya. Termasuk impor daging yang salah satunya dari New Zeland.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif pernah menyebut jika Basuki masuk dalam kartel yang mengurus impor daging.

Kartel itu berupaya memonopoli impor daging. Aktifitas kartel impor daging itu terhalang dengan keluarnya UU nomor 41 tahun 2014.

Sebab itu, mereka melakukan sejumlah upaya agar kepentingannya tak terusik. Salah satu cara ditenggarai dengan melakukan uji materi UU tersebut.

“Iya. Dia (Basuki Hariman) itu Kartel. Lihat saja kita dapatkan 28 stempel di perusahannya itu. Jadi itu mereka penguasa daging sapi,” kata Laode di kantonya beberapa waktu lalu.

Sumber: jurnas.com

 

KPK sebut perusahaan importir Basuki bermasalah dalam kepabeanan

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan menyebut sejumlah perusahaan bos impor daging, Basuki Hariman bermasalah dalam hal kepabeanan. Permasalahan yang ditenggarai amis praktik korupsi dengan sejumlah pejabat Bea dan Cukai itu tengah dikembangkan lembaga antikorupsi.

Salah satu upaya mendalami tersebut dengan memeriksa sejumlah pejabat Bea dan Cukai beberapa waktu lalu.

Di antara pejabat Bea Cukai yang telah dipanggil dan diperiksa penyidik KPK yakni, Kepala Seksi Penyidikan I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Aris Murdyanto; Kepala Seksi Intelijen I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Bagus Endro Wibowo, dan Kepala Seksi Penindakan I Bidang Penindakan dan Penyidikan, Wawan Dwi Hermawan.

Selain itu, Hary Mulyana selaku Direktu Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok; Tahi Bonar Lumban Raja selaku Kepala Direktorat Intelijen Bea Cukai; dan Imron selaku Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.

Mereka berurusan dengan penyidik KPK karena lembaga antikorupsi itu telah mengantongi bukti dan informasi mengenai “permainan” pejabat Bea Cukai terkait kepabeanan perusahaan impor daging Basuki.

“Kelihatannya begitu (Kepabeanan perusahaan impor milik Basuki Hariman bermasalah),” ungkap Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Senin (27/3/2017).

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu menguak sejumlah importir diduga melakukan pelanggaran, mulai dari aksi pemalsuan dokumen hingga penyelundupan.

Di antara perusahaan tersebut yakni PT Impexindo Pratama dan C Sumber laut Perkasa. Kedua perusahaan tersebut tercatat milik Basuki Hariman.

Informasi dihimpun Jurnas.com, sejumlah pejabat Bea dan Cukai diduga main mata dengan perusahaan milik Basuki.

Atas bantuan beberapa oknum pejabat Bea Cukai, perusahaan Basuki punya “jalur khusus” dalam impor daging. Termasuk impor daging dari New Zeland.

Keistimewaan ini ditenggarai tak cuma-cuma. Musababnya, ada fulus Basuki yang diduga mengalir ke sejumlah pejabat Bea Cukai. Lembaga antikorupsi pun telah miliki bukti tersebut.

“Karena itu (kasus ini) masih akan dikembangkan,” ujar Basaria.

Menurut Basaria, persoalan kepabeanan yang tengah ditelisik ini bertalian dengan pengusuatan dugaan suap uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang salah satunya menjerat Basuki Hariman sebagai tersangka.

“Yang pasti untuk sementara itu dihubungkan dengan kasus yang sedang ditangani, apabila didalam penanganan tersebut ada pengembangan atau info yang baru itu bisa ditingkatkan ke penyelidikan,” tandas Basaria.

Sebelumnya, Kepala Bidang dan Penindakan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Imron memilih irit bicara usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi.

Imron bahkan mengklaim terkait kepabeanan perusahaan impor daging Basuki tak pernah bermasalah sehingga harus ditangani pihaknya.

“Ngga, ngga (perusahaan impor daging Basuki tidak pernah bermasalah),” ujar Imron usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Selasa (21/3/2017) malam.

Imron juga mengklaim tak mengenal Basuki. Ia juga enggan berkomentar saat disinggung sejumlah dokumen yang disita penyidik KPK dari kantor pusat Bea Cukai.

“Nanti ditanya ke penyidik saja. Bukan kewenangan saya,” tandas Imron.

Dalam kasus dugaan suap uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, KPK telah menetapkan bos CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, Sekretaris Basuki bernama Ng Fenny, Patrialis Akbar, dan seorang perantara bernama Kamaludin.

Basuki ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga memberi suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar kepada Patrialis.

Diduga, pemberian itu dimaksudkan agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi UU Peternakan yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Basuki sendiri berulang kali tak menampik bahwa dirinya berkepentingan dalam permohonan uji materi tersebut.

Kepentingan itu menyangkut sektor usaha impor daging yang digelutinya. Termasuk impor daging yang salah satunya dari New Zeland.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif pernah menyebut jika Basuki masuk dalam kartel yang mengurus impor daging.

Kartel itu berupaya memonopoli impor daging. Aktifitas kartel impor daging itu terhalang dengan keluarnya UU nomor 41 tahun 2014.

Sebab itu, mereka melakukan sejumlah upaya agar kepentingannya tak terusik. Salah satu cara ditenggarai dengan melakukan uji materi UU tersebut.

“Iya. Dia (Basuki Hariman) itu Kartel. Lihat saja kita dapatkan 28 stempel di perusahannya itu. Jadi itu mereka penguasa daging sapi,” kata Laode di kantonya beberapa waktu lalu.

Sumber: jurnas.com

Pelindo dituding tak akurat soal dwelling time

Ketua Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Nova Sofyan Hakim menilai Direktur Utama Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, menyampaikan data yang tidak akurat kepada publik.

Direksi Pelindo II dinilai Nova membuat pernyataan yang tidak tepat mengenai waktu pengeluaran petikemas dwelling time impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

“Pelindo II bilang dwelling time sudah 2,7 hari ternyata faktanya masih 3,9 hari. Kemudian akan ada perbaikan dwelling time lagi, tapi sejak 2016, sampai sekarang belum ada,” ujar Nova di Jakarta, Rabu (22/3).

Ia menyayangkan data dwelling time 2,7 hari yang sempat dikutip Elvyn sebagai pencapaian sangat fatal mengingat angka itu merupakan dwelling time petikemas ekspor tanpa menyertakan data impor.

“Petikemas ekspor kan hampir tidak pernah bermasalah. Dwelling time ekspor rendah karena pelabuhan ada waktu tenggat petikemas masuk terminal atau closing time,” tuturnya.

Menurut Nova, mengutip kajian world bank, salah satu komponen dwelling time yaitu post clearance atau proses di pelabuhan.

Dalam fase ini dwelling time dihitung saat kapal ditarik ke dermaga sampai petikemas keluar dari pelabuhan.

“Ambil contoh di JICT, bulan Oktober sampai November 2016, rata-rata waktu penarikan kapal sampai pelabuhan mencapai 4,6 jam. Ini tidak pernah diperhitungkan sebelumnya padahal ada ranah Pelindo II di sana,” kata Nova.

Nova menyayangkan waktu penarikan kapal yang terhitung masih sangat lama dan menyumbang waktu tunggu cukup tinggi.

“Data faktual belum 2,7 hari. JICT yang sudah tersistem dan modern saja masih di atas 3,5 hari. Lalu bagaimana pelabuhan lainnya? Apakah alat-alatnya handal seperti JICT? Ini tidak menjadi perhatian Pelindo II,” jelas Nova.

Nova ragu informasi Elvyn sudah sesuai dengan fakta lapangan. Hal ini fatal terhadap perbaikan dwelling time.

“Setahun terakhir tidak ada progres pembenahan. Buktinya dwelling time masih tinggi. Dirut Pelindo II harus melakukan tindakan yang berbeda. Pelabuhan tidak dapat disamakan dengan sektor keuangan tempat dia (Elvyn) sebelumnya,” kata Nova.

Sumber: gatra.com


 

Cara Hino jemput bola ke pelabuhan

Tingginya biaya logistik masih menjadi hantu bagi para pelaku usaha di tanah air. Bank Dunia pernah mencatat, biaya logistik di Indonesia rata-rata membutuhkan 25% dari hasil penjualan produk manufaktur. Angka ini lebih tinggi dibandingkan biaya logistik di Thailand yang hanya 15% atau di Malaysia dan Vietnam yang cuma 13%.

Kenyataan ini rupanya menjadi celah bisnis bagi yang jeli. Salah satunya seperti yang dilakukan PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI). Penjual kendaraan truk ini berhasil menggandeng Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, khususnya Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) untuk melakukan peremajaan truk angkutan pelabuhan.

Senin dua pekan silam (6/3), di Hotel Grand Melia Jakarta, Hino dan Organda DKI pun meneken perjanjian kerjasama pendistribusian truk untuk peremajaan angkutan pelabuhan Tanjung Priok. Santiko Wardoyo, Direktur Penjualan & Promosi HMSI mengatakan, kerja sama peremajaan truk pelabuhan akan dilakukan bertahap.

Pada tahap awal, Hino akan mendistribusikan 85 unit truk angkutan pelabuhan yang dimiliki oleh PT Iron Bird sebanyak 55 unit dan truk PT Samudera Indonesia 30 unit. Dia berharap kerjasama ini dapat bertambah dan meluas hingga keluar Jakarta.

“Tidak hanya untuk angkutan di pelabuhan, tapi semua jenis angkutan, karena mengikuti regulasi pemerintah,” ujar Santiko kepada Tabloid KONTAN, Senin dua pekan lalu (13/3).

Regulasi pemerintah yang dimaksud Santiko adalah pembatasan usia kendaraan angkutan barang. Asal Anda tahu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menerbitkan aturan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Transportasi. Perda ini, tentu, bakal mengancam keberlangsungan armada truk pengangkut barang di wilayah Jakarta dengan usia di atas 10 tahun.

Berdasarkan catatan Angsuspel Organda DKI, kini jumlah armada truk yang melayani angkutan barang maupun peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai lebih 16.000 unit.

Dari jumlah itu, sekitar 43% usia kendaraan trailer di atas 15 tahun, 16% untuk di atas 10 tahun, dan 41% usia kendaraan antara 1-10 tahun. “Jadi, yang paling mendesak dilakukan peremajaan armada ialah angkutan pelabuhan,” kata Santiko.

Untuk peremajaan unit angkutan pelabuhan, Hino akan mendistribusikan sejumlah model truk. Antara lain Hino New Generation Ranger Tractor Head yang memiliki konfigurasi mulai dari 4×2 dengan tipe Hino New Generation Ranger FG dan SG series serta 6×2 dengan tipe Hino New Generation Ranger FM series. Model truk ini memiliki pilihan tenaga beragam mulai dari 235 PS hingga 350 PS dan daya tarik beban 31 ton sampai 46 ton.

Target 28.000 unit

Dengan banyaknya model pilihan, kata Santiko, pengusaha pelabuhan dapat menyesuaikan dengan bisnis yang mereka geluti. Selain produk yang berkualitas Hino juga mendukung produk ini dengan layanan purna jual yang prima seperti Free Service Program (FSP). Konsumen dapat menikmati layanan servis berkala gratis hingga 2 tahun atau 60.000 kilometer.

Sebagai main dealer Hino di Indonesia, HMSI turut memberikan garansi selama setahun untuk produk tersebut. Santiko berharap, adanya peremajaan unit truk di pelabuhan Tanjung Priok, bisa menekan biaya logistik bagi sejumlah pelaku usaha di dalam negeri. Sebab, kata dia, biaya perawatan kendaraan baru jauh lebih hemat dibandingkan yang sudah uzur.

“Dengan truk baru, running cost pengusaha lebih kecil. Kalau truk tua, sudah banyak belanja onderdil,” katanya.

Apalagi, berdasarkan hitungan Organda, biaya logistik nasional masih sangat tinggi, yaitu 24% dari gross domestic product (GDP) atau biaya produksi.

Kontribusi terbesar berasal dari transportasi darat dengan truk mencapai 48%. Jadi, moda transportasi pelabuhan menjadi target utama pemerintah mengatasi penurunan biaya logistik.

Hiroo Kayanoki, Presiden Direktur Hino Motor Sales Indonesia menimpali, pihaknya mengapresiasi langkah Angsuspel Organda DKI yang menggandeng HMSI dalam upaya mendukung program pemerintah menurunkan biaya logistik yang masih tinggi.

“Dengan kerja sama ini Hino akan memberikan best fit product kepada anggota Angsuspel Organda DKI, sehingga target biaya logistik yang rendah dapat tercapai,” tutur Kayanoki.

Ke depan, boleh jadi, bukan hanya Organda DKI yang menjalin kerjasama peremajaan unit angkutan. Pasalnya, DPD Organda Daerah Istimewa Yogyakarta juga memberikan sinyal ke arah sana.

Kamis dua pekan silam (9/3), Organda Yogyakarta dan sejumlah pengusaha bus yang tergabung dalam Paguyuban Pengusaha Angkutan Pariwisata Yogyakarta (Palapawijaya) mengunjungi pabrik Hino di Purwakarta, Jawa Barat.

Sebagai catatan, pabrik Hino di Purwakarta menempati area seluas 296.000 meter persegi dengan jumlah pekerja sebanyak 2.202 orang.

Pabrik Hino ini memproduksi kendaraan truk dan bus dengan kadar kandungan lokal sekitar 54% untuk model Hino500 Series New Generation Ranger yang merupakan market leader di kelasnya.

Selain itu, ada Hino300 Series Dutro untuk kelas light duty truck dengan kandungan lokal sebanyak sekitar 65%, dan bus untuk berbagai kebutuhan baik itu bus dalam kota, antarkota maupun pariwisata.

Tidak hanya bus bermesin diesel, pabrik Hino memproduksi bus berbahan bakar compressed natural gas (CNG) ramah lingkungan.

Santiko mengatakan, pada tahun 2017, Hino menargetkan penjualan seluruh jenis kendaraan mencapai 28.000 unit.

Target volume penjualan ini naik dibandingkan realisasi penjualan tahun 2016 sebanyak 22.306 unit dan 2015 22.014 unit.

Dari target penjualan di tahun ini, Hino memasang target penjualan truk segmen medium duty truck sebanyak 14.000 unit dan menguasai 65% pangsa pasar.

Sedangkan untuk light duty truck ditargetkan juga dapat terjual 14.000 unit atau menguasai 25% market share.

“Kami menargetkan untuk tahun 2017, jumlah penjualan keseluruhan unit bisa meningkat 25% dari tahun lalu,” kata Santiko dalam keterangan tertulisnya yang diterima KONTAN, Jumat (3/3).

Untuk mencapai target tersebut, pada tahun ini Hino bakal menggenjot penjualan unit heavy duty truck.

Itu sebabnya, di awal tahun, Hino telah merilis produk terbarunya di segmen heavy duty truck, yakni Hino700 Series Profia SS1E Tractor Head.

Truk yang dilengkapi mesin common rail ini memiliki tenaga 480 PS dengan daya angkut atau Gross Combination Weight (GCW) 55 ton.

Santiko menegaskan, seiring dengan gencarnya pemerintah membangun infrastruktur, maka dibutuhkan unit truk yang tangguh dengan tenaga besar dan daya angkut beban yang kuat.

“Truk ini sangat sesuai untuk transportasi angkutan berat dan muatan khusus di jalan raya,” imbuh Santiko.

Fokus ke purnajual

Santiko mengklaim, model truk terbaru biasa digunakan untuk industri seperti industri baja, industri minyak dan gas, alat berat, dan konstruksi.

Selain itu juga dilengkapi anti lock brake system (ABS) yang berfungsi untuk mengendalikan kendaraan lebih stabil pada saat mengerem. Hal ini untuk mengantisipasi agar roda tidak terkunci saat rem terus menerus diinjak, sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan.

Selain mengeluarkan produk anyar, pada tahun ini Hino juga berencana untuk memperluas jaringan penjualannya di seluruh Indonesia.

“Tahun 2016, Hino telah memiliki 166 outlet jaringan penjualan. Sedangkan tahun ini, kami menargetkan jaringan penjualan bisa lebih dari 170 outlet,” kata Santiko.

Selain itu, guna mempermudah pelanggan untuk mencari ketersediaan dan mendapatkan suku cadang, Hino juga meningkatkan jaringan toko suku cadangnya.

“Saat ini, Hino memilki 2.873 toko suku cadang dan ditargetkan tahun 2017 ini dapat tumbuh menjadi 3.073 toko suku cadang,” beber Santiko.

Tidak hanya itu, tahun ini Hino tetap fokus memberikan layanan purna jual yang prima. Hino menyediakan layanan purna jual truk dan bus Hino seperti layanan express maintenance, yaitu perawatan berkala hanya dilakukan dalam 59 menit.

Selain itu, mengusung prinsip total support, Hino ingin memaksimalkan operasional kendaraan dan meminimalkan biaya perawatan. Salah satunya melalui jaringan diler dan cabang, Hino menggelar service campaign “engine overhaul”.

Pada layanan ini, Hino akan memberikan potongan harga khusus untuk jasa over haul dan suku cadang seperti piston, bearing, crankshaft, bearing conrod, bearing camshaft, liner cylinder, ring piston, dan pin kit piston. Layanan purna jual ini akan berlangsung mulai dari Maret sampai Mei 2017.

Untuk suku cadang, Hino memiliki Hino Genuine Part (HGP) yang merupakan suku cadang asli dari dari Jepang dan HMSI Original Parts (HOP) atawa suku cadang lokal yang dibuat dengan kualitas standar Hino di bawah pengawasan Hino Motors ltd Japan.

Untuk menjamin ketersediaannya di seluruh Indonesia, Hino memiliki 5 part depo yang tersebar di Medan, Tangerang, Surabaya, Banjarmasin dan Balikpapan.

Sumber: kontan.co.id

 

 

KPK kantongi bukti oknum BC disuap

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi bukti keterlibatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) dalam kasus dugaan suap uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Bukti itu bertalian dengan kewenangan Bea Cukai terkait impor daging.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah tak menampik bukti itu didapat pihaknya dari keterangan saksi. Selain itu, didapat dari penggeledahan yang telah dilakukan penyidik KPK dari kantor pusat Ditjen Bea dan Cukai beberapa waktu lalu.

“Ada kesinggungan antara kepentingan perusahaan BHR (Basuki Hariman) dalam kegiatan impor daging dengan instansi bea dan cukai. Ada bukti maka kita lakukan penggeledahan,” ungkap Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Selasa (21/3/2017) malam.

Informasi yang dihimpun, sejumlah pejabat Bea dan Cukai ikut bermain dalam kegiatan impor daging perusahaan Basuki yang diduga bermasalah. Dan atas bantuan sejumlah oknum pejabat Bea Cukai, perusahaan Basuki mendapatkan keistimewaan terkait impor daging yang diduga bermasalah. Termasuk impor daging dari New Zeland.

Keistimewaan itu tak cuma-cuma. Sebab, diduga ada fulus Basuki yang mengalir ke sejumlah oknum pejabat Bea Cukai. Lembaga antikorupsi telah mengantongi bukti terkait dugaan uang pemulusan impor daging perusahaan Basuki.

Febri menjawab diplomatis saat dikonfirmasi hal tersebut. Yang jelas, kata Febri, pihaknya sedang mendalami hal tersebut. Salah satu upaya dilakukan lembaga antikorupsi dengan memeriksa sejumlah saksi asal Bea dan Cukai.

Sejauh ini sudah enam pejabat Bea Cukai yang berusuan dengan penyidik KPK. Di antaranya, Kepala Seksi Penyidikan I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Aris Murdyanto; Kepala Seksi Intelijen I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Bagus Endro Wibowo, dan Kepala Seksi Penindakan I Bidang Penindakan dan Penyidikan, Wawan Dwi Hermawan.

Selain itu, penyidik KPK juga memanggil Hary Mulyana selaku Direktu Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok; Tahi Bonar Lumban Raja selaku Kepala Direktorat Intelijen Bea Cukai; dan Imron selaku Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.

Febri tak membantah keterangan para pejabat itu sangat penting.

“Penyidik membutuhkan informasi pejabat Bea Cukai untuk klarifikasi hal-hal yang krusial,” ujar Febri.

Usai menjalani pemeriksaan, Kepala Bidang dan Penindakan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Imron memilih irit bicara.

Bahkan, Imron mengklaim perusahaan impor daging Basuki tak pernah bermasalah sehingga harus ditangani pihaknya.

“Ngga, ngga (perusahaan impor daging Basuki tidak pernah bermasalah),” ujar Imron.

Imron juga mengklaim tak mengenal Basuki. Ia juga enggan berkomentar saat disinggung sejumlah dokumen yang disita penyidik KPK dari kantor pusat Bea Cukai.

“Nanti ditanya ke penyidik saja. Bukan kewenangan saya,” tandas Imron.

Dalam kasus dugaan suap uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, KPK telah menetapkan bos CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, Sekretaris Basuki bernama Ng Fenny, Patrialis Akbar, dan seorang perantara bernama Kamaludin.

Basuki ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga memberi suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar kepada Patrialis. Diduga, pemberian itu dimaksudkan agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi UU Peternakan yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Basuki sendiri berulang kali tak menampik bahwa dirinya berkepentingan dalam permohonan uji materi tersebut. Kepentingan itu menyangkut sektor usaha impor daging yang digelutinya. Termasuk impor daging yang salah satunya dari New Zeland.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif sebelumnya menyebut jika Basuki masuk dalam kartel yang mengurus impor daging. Kartel itu berupaya memonopoli impor daging.

Aktifitas kartel impor daging itu terhalang dengan keluarnya UU nomor 41 tahun 2014. Sebab itu, mereka melakukan sejumlah upaya agar kepentingannya tak terusik. Salah satu cara ditenggarai dengan melakukan uji materi UU tersebut.

“Iya. Dia (Basuki Hariman) itu Kartel. Lihat saja kita dapatkan 28 stempel di perusahannya itu. Jadi itu mereka penguasa daging sapi,” kata Laode di kantonya beberapa waktu lalu.

Sumber: jurnas.com

KPK temukan indikasi oknum BC terlibat


Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sudah mengantongi indikasi kuat keterlibatan oknum pejabat Ditjen Bea Cukai dalam kasus dugaan suap uji materi UU 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Hal itu terkait dengan kegiatan impor daging oleh pengusaha Basuki Hariman, dengan kewenangan di Bea Cukai. Karenanya dalam dua hari terakhir KPK memanggil sejumlah pejabat Bea Cukai.

Salah satu yang ingin didalami soal bukti yang ditemukan termasuk pascapenggeledahan di Ditjen Bea Cukai beberapa waktu lalu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Bea Cukai dilakukan untuk mendalam persoalan impor daging oleh perusahaan Basuki.

“Ada singgungannya dengan instansi Bea Cukai. Dan ada bukti, maka kami lakukan penggeledahan,” tegas Febri, Rabu (22/3).

Febri menambahkan, penyidik membutuhkan informasi dari pejabat Bea Cukai itu untuk mengklarifikasi hal yang krusial. “Informasi Bea Cukai sangat penting dalam penyidikan ini,” ujar Febri.

Sejauh ini ada enam pejabat Bea Cukai yang dipanggil penyidik. Mereka adalah Kepala Seksi Penyidikan I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Aris Murdyanto, Kasi Intelijen I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Bagus Endro Wibowo, dan Kasi Penindakan I Bidang Penindakan dan Penyidikan Wawan Dwi Hermawan.

Kemudian, Direktur Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Hary Mulyana, Kepala Direktorat Intelijen Bea Cukai Tahi Bonar Lumban Raja dan Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Imron. Tiga nama terakhir hadir memenuhi panggilan, Selasa (21/3).

Febri meminta Bea Cukai untuk kooperatif dalam upaya memberantas korupsi. Saksi yang dipanggil harus hadir.

“Kalau Bea Cukai fokus perbaikan lembaga maka proses penyidikan ini salah satu cara yang bisa didukung bersama-sama,” katanya.

Sumber: fajar.co id

 

Komitmen BC dukung KPK disoal

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta komitmen dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai yang menyatakan siap membantu penuntasan perkara suap pada mantan Hakim MK, Patrialis Akbar (PAK).

Komitmen tersebut dipertanyakan lantaran tiga pejabat di Bea Cukai Tanjung Priok tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai saksi pada Senin (20/3/2017) kemarin.

‎”Kami harap ada keseriusan dari Bea dan Cukai. Dimana sejak awal penggeledahan menyatakan akan kolaborasi dan kontribusi di proses penegakan hukum,” ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (21/3/2017).

Febri menuturkan penyidik KPK sangat membutuhkan keterangan dan klarifikasi dari para petugas bea cukai terkait bisnis impor sapi yang dijalankan oleh Basuki Hariman (BHR) penyuap Patrialis Akbar.

Hal ini karena‎ kasus korupsi tersebut bersentuhan dengan kewenangan Bea dan Cukai yang mengawasi transaksi impor serta ekspor.

“Karena indikasi kasus ini terkait dengan salah satunya proses impor daging tentu saja ada kewenangan Bea dan Cukai yang didalami disana,” terang Febri.

Febri menambahkan sebenarnya tidak ada alasan yang signifikan untuk para saksi mangkir dalam pemanggilan kemarin karena seluruh proses untuk menanggil saksi sudah dilakukan sejak jauh hari.

Berikut tiga pejabat Bea dan Cukai Tanjung Priok yang mangkir pada pemeriksaan kemarin, Kepala Seksi Penyidikan I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Aris Murdyanto; Kepala Seksi Intelijen I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Bagus Endro Wibowo, dan Kepala Seksi Penindakan I Bidang Penindakan dan Penyidikan, Wawan Dwi Hermawan serta seorang karyawati bernama Ida Johanna Meilani atau Lani.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar (PAK), Kamaludin (KM), sebagai perantara suap, dan pengusaha import daging, Basuki Hariman (BHR) beserta sekretarisnya, NG Fenny (NGF).

‎Atas perbuatannya, Patrialis dan Kamaludin disangkakan melanggar Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 ‎Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Basuki dan Fenny yang diduga sebagai pihak pemberi suap, KPK menjerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pemberantasan Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sumber: tribunnews.com

 

Aturan jaminan uang kontainer dikaji

Kementerian Perhubungan menyatakan sedang melakukan kajian terkait kemungkinan mengeluarkan regulasi menyangkut persoalan pengenaan uang jaminan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Bayi M. Hasani mengatakan saat ini pihaknya sedang menimbang segala kemungkinan penyelesaian persoalan pengenaan uang jaminan kontainer yang dikeluhkan oleh para pelaku usaha forwarder dan pemilik barang tersebut.

“Kami sedang menimbang dan mengkaji untuk mencari solusi penyelesaian terkait persoalan uang jaminan kontainer itu,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (16/3).

Pihaknya mengaku tidak ingin gegabah dengan mudah mengeluarkan regulasi yang serta merta melarang pengenaan uang jaminan kontainer yang dibebankan oleh agen pelayaran itu, lantaran saat ini kementerian juga telah menerima dua surat terkait persoalan uang jaminan kontainer itu, masing-masing dari ALFI DKI Jakarta dan INSA DKI Jakarta.

“Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI mengirim surat soal keberatan pemberlakuan itu, tapi Indonesian Nasional Shipowner Association (INSA) DKI juga bersurat yang menerangkan alasan dikenakannya uang jaminan kontainer itu. Jadi kami sedang pelajari dan cari yang terbaik, jangan sampai berat sebelah,” ujarnya.

Bay menerangkan, ALFI DKI keberatan dan menolak pengenaan uang jaminan kontainer karena merasa tidak ada landasan aturannya, apalagi hal semacam itu di luar negeri juga tidak diberlakukan.

Apalagi nilai uang jaminan yang harus dikeluarkan juga cukup besar, terutama bagi importir produsen yang dapat mencapai puluhan bahkan ratusan kontainer, sehingga memberatkan dan menimbulkan biaya logistik tinggi.

Sementara, lanjut dia, menurut INSA DKI yang mewakili perusahaan pelayaran menyatakan bahwa pengenaan uang jaminan itu sebagai garansi agar kontainer miliknya saat dipakai, dijaga dengan baik dan tidak rusak.

Pasalnya, mereka beralasan sering menemukan kontainernya rusak ketika sudah dikembalikan dalam keadaaan kosong. Oleh sebab itu, sebagai garansi, pelaku forwarder ditarik uang jaminan kontainer agar tidak menyebabkan kerugian akibat rusaknya kontainer.

“Kita juga sedang mempertimbangkan sampai di mana efektivitasnya, praktik uang jaminan kontainer itu dirasa lebih ke ranah bussiness to bussiness (b to b) antara agen pelayaran dengan forwarder, jadi tidak ada sentuhan dengan kita,” terangnya.

Menurutnya apabila hal itu b to b, maka forwarder semestinya dapat memilih agen yang tidak memberlakukan uang jaminan kontainer tersebut. Apalagi, diketahui tidak semua shippingline menetapkan uang jaminan kontainer.

“Tapi memang terkadang para pemilik barang / importir ini hanya menerima pemilihan kontainer dan shippingline dari si pengirim yang di luar negeri, dan di sini hanya menerima, terkadang seperti itu,” ujarnya.

Akan tetapi, lanjut dia, apabila si pemilik barang itu memiliki pilihan melalui perwakilan di negara pengirim itu, tentunya memilih agen pelayaran yang tidak mengenakan uang jaminan kontainer.

Pihaknya juga berencana mempertemukan kedua pihak tersebut dalam waktu dekat sebelum mengeluarkan regulasi apapun terkait hal tersebut.

Namun demikian, saat ini pihaknya memberikan himbauan dan meminta kepada agen pelayaran untuk dapat mempersingkat waktu pengembalian uang jaminan tersebut ketika kontainer kosongnya sudah dikembalikan ke depo.

“Ini kan balikin duitnya ke forwarder bisa sebulan hingga tiga bulan, kenapa tidak langsung seketika bersamaan saat kontainer kosongnya juga sudah dikembalikan ke depo. Nah, karena lama inilah, jadi disinyalir ada modus agar uang itu untuk diputar kembali,” terangnya.

Selain itu, apabila terlalu lama uang jaminan itu dikembalikan ke forwarder, juga dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan bersangkutan.

Selain itu perlu kiranya diciptakan sistem untuk memantau pergerakan kontainer tersebut, mulai dari pertama diangkut hingga kembali.

Pasalnya pengangkutan kontainer itu tentu melibatkan banyak pihak, tidak hanya forwarder, mulai turun dari kapal, diangkut truk, hingga dikembalikan ke depo. Jadi apabila terdapat kerusakan kontainer, bisa saja terjadi diluar kendali forwarder.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan didorong untuk dapat segera mengeluarkan instruksi atau peraturan menteri yang melarang adanya praktek pengenaan uang jaminan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Tim Koordinasi dan Supervisi Bidang Maritim Komisi Pemberantasan Korupsi, Dian Patria, yang juga Ketua Tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) itu kepada Bisnis, Rabu (15/3).

“Ya kita mendorong Kemenhub segera membuat instruksi / peraturan menteri terkait persoalan uang jaminan kontainer ini,” tegasnya.

Pasalnya, pihaknya telah beberapa kali mendapatkan keluhan terkait pengenaan uang jaminan kontainer yang justru mendorong tingginya ongkos logistik di Tanah Air.

Sementara, kata dia, saat ini Pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya menyelesaikan pekerjaan rumah yang masih dihadapi bangsa ini di sektor maritim, seperti tingginya biaya logistik, dwelling time, waiting time dalam pelayanan pelabuhan, dan lainnyadengan Gerakan Nasional Mengembalikan Kejayaan Maritim Nusantara.

Menurutnya tujuan gerakan tersebut meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mewujudkan poros maritim dunia, melalui perbaikan tata kelola pelabuhan dalam rangka mendorong layanan publik dan menekan biaya logistik, penyelesaian permasalahan lintas stakeholder, dan menutup celah korupsi dan kerugian yang negara.

“Persoalan uang jaminan kontainer ini harus segera diselesaikan, semakin cepat semakin bagus,” tegasnya.

Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengaku telah berulang kali mengeluhkan persoalan adanya uang jaminan kontainer dalam proses pengiriman barang dengan angkutan laut tersebut.

Bahkan, pihaknya juga telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta agar mengeluarkan kebijakan untuk menghapus uang jaminan petikemas/kontainer itu. Pasalnya, keberadaan penarikan uang jaminan kontainer itu berdampak pada ekonomi biaya tinggi di sektor logistik.

Dia menerangkan bahwa selama ini dalam kegiatan pengiriman barang impor yang dilakukan perusahaan importir atau perusahaan freight forwarder untuk mengambil delivery order (D/O) di perusahaan pelayaran/agen kapal asing, saat ini dibebani biaya jaminan sekitar Rp1 juta untuk satu kontainer ukuran 20 feet dan Rp2 juta untuk ukuran 40 feet.

Menurutnya uang jaminan itu mungkin saja tidak akan menjadi persoalan bagi importir umum yang jumlah kontainernya tidak terlalu banyak. Tapi bagi importir produsen dengan jumlah petikemas antara 20 sampai 100 unit, uang jaminan yang harus di serahkan menjadi sangat besar.

Belum lagi, kata dia, pengembaliannya bisa tidak 100% karena dengan alasan ada beberapa kontainer rusak.

Pihaknya juga khawatir kasus seperti bangkrutnya Hanjin Shipping terulang, pasalnya uang jaminan dari forwarder yang disetorkan ke perusahaan yang mengageni pelayaran dunia itu hingga sekarang belum dikembalikan, padahal jumlahnya miliaran rupiah.

Sumber: bisnis.com