Pemerintah terapkan program tarif CHC satu harga

Kementerian Badan Usaha Milik Negara menyatakan sedang berupaya mewujudkan program satu harga untuk penanganan kontainer di pelabuhan atau Container Handling Charge .

Satu harga itu akan dilakukan di pelabuhan yang dikelola oleh perusahaan pelat merah mulai dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I hingga Pelindo IV.

Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN, Pontas Tambunan, mengatakan bahwa aktivitas bongkar muat di Pelabuhan sering disisipi oleh pihak yang memainkan tarif. Sehingga biaya pun di setiap pelabuhan menjadi tidak adil.

“Kita ingin terapkan, sekarang sedang disusun, satu harga untuk Countainer Handling Charge (CHC) di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola BUMN,” kata Pontas di sela acara Media Outing Kementerian BUMN, di Wika Satrian, Bogor, Sabtu 29 April 2017.

Ia menjelaskan, bahwa proses CHC tersebut, mulai proses bersandarnya kapal di pelabuhan, pembongkaran kontainer hingga proses menaikkan kontainer ke atas truk untuk dibawa keluar pelabuhan.

“Kita akan awali di pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, Surabaya, Makassar, dan Belawan. Sehingga, logistik cost itu lebih murah,” kata dia.

Dari berbagai informasi yang dihimpun, saat ini biaya CHC di Pelabuhan Makassar sekitar US$70 per kontainer, di Pelabuhan Tanjung Perak sekitar US$83 per kontainer dan di Pelabuhan Tanjung Priok hampir US$90 per kontainer.

“Selama ini, yang mahal itu di handling-nya, atau di CHC. Setiap ada kapal yang mendekat ke pelabuhan, setorannya memang ke pemerintah, tapi untuk nariknya ke BUMN,” tutur Pontas.

sumber: viva.co.id/tempo.co

RI siap jadi poros maritim dunia

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap agar seluruh instansi dan stakeholder terkait dapat berpartisipasi aktif memberikan dukungan dalam pembangun sektor maritim.

Partisipasi itu bisa melalui terobosan-terobosan yang dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat, seperti program Tol Laut, Pemanduan di Selat Malaka, serta direct call atau pelayaran langsung kapal besar dengan tujuan internasional.

“Hal tersebut tentu akan membuktikan bahwa secara bertahap dan step by step, Indonesia bisa meraih kemandirian sebagai negara maritim yang besar,” ujar Budi Karya dalam keterangan tertulis, Kamis (27/4/2019).

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mencatat kemandirian maritim Indonesia dimulai dari program tol laut yang saat ini telah memasuki tahun ketiganya.

Pelaksanaan Tol Laut sedikit banyak telah memberikan kontribusi dan manfaat, khususnya dalam menekan angka disparitas harga serta meningkatkan pemerataan ekonomi.

Sehingga tol laut menjadi tonggak baru menekan disparitas harga yang terjadi selama ini antara wilayah barat Indonesia dengan wilayah timur Indonesia.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, A Tonny Budiono menyebutkan bahwa pelaksanaan tol laut didukung oleh sistem distribusi dan konsolidasi barang. Hal itu ditandai dengan dioperasikannya 13 trayek pada tahun 2017, dengan rincian sebanyak 6 trayek dilayani oleh PT.

Pelni melalui penugasan, dan sebanyak 7 trayek dilayani oleh perusahaan angkutan laut swasta melalui skema pelelangan umum.

“Selain itu, guna lebih mengefektifkan program tol laut, Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Kementerian BUMN telah menggagas pembangunan pusat logistik di wilayah jalur tol laut yang dinamakan ‘Rumah Kita’,” kata Tonny.

“Hadirnya tol laut di tengah-tengah masyarakat akan semakin menjamin ketersediaan barang melalui angkutan barang yang terjadwal, sehingga akan semakin meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya yang berada di wilayah timur Indonesia,” lanjutnya.

Kedua, kemandirian maritim Indonesia ditunjukan dengan resminya Pemerintah Indonesia melakukan Pemanduan di Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura.

Pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, perlindungan lingkungan maritim, serta menjaga kedaulatan wilayah teritorial Indonesia.

Menurut Tonny, pelaksanaan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan hasil perjuangan panjang Pemerintah Indonesia.

Permasalahan ini selalu menjadi isu utama yang dibahas oleh 3 (tiga) Negara Pantai (The Littoral States) yang terdiri dari negara Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam Forum Tripartite Technical Expert Group (TTEG) dalam kurun dasawarsa.

Pada kesempatan itu Pemerintah Indonesia secara resmi menyampaikan kesanggupan untuk melaksanakan pemanduan Selat Malaka dan Selat Singapura dengan target pelaksanaan pada tahun 2017.

“Dengan melakukan pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berintegritas dan tidak bergantung pada Negara pantai lainnya,” tegas Tonny.

Selanjutnya, dari sisi pengangkutan laut, Indonesia telah berhasil mendatangkan kapal petikemas terbesar pertama di Pelabuhan Tanjung Priok dengan rute pelayaran langsung Jakarta – Los Angeles, Amerika.

Dengan adanya pelayanan langsung ke Amerika Serikat dengan kapal berkapasitas besar, akan meningkatkan efisiensi logistik yaitu dari segi harga akan mengalami penurunan sebesar 20% hingga 30% dan dari segi waktu mencapai 10 hari.

Tonny menyebutkan dengan kehadiran kapal-kapal raksasa ini menunjukkan kepada masyarakat transportasi laut bahwa sekarang Pelabuhan Tanjung Priok sudah dapat melayani kapal dengan kapasitas besar.

Dengan begitu akan membuat efisiensi logistik Indonesia menjadi lebih baik dan Pelabuhan Tanjung Priok tidak kalah bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

“Dengan adanya pelayaran langsung ini, akan memberikan keuntungan khususnya kepada para eksportir yang dapat melakukan penghematan biaya (cost saving) karena tidak harus transit di negara lain (double handling) seperti Singapura, sehingga pada akhirnya biaya logistik akan semakin kompetitif sehingga Pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi transshipment di Asia Tenggara,” tutup Tonny.

Dengan pencapaian-pencapaian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi Negara yang ‘Mandiri’ di bidang maritim sebagaimana perwujudan cita-cita Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Sejak awal pemerintahan, Presiden RI Joko Widodo dengan program Nawa Cita telah menggagas penguatan jati diri Indonesia sebagi negara maritim. Presiden Joko Widodo juga memiliki visi untuk mengembalikan kejayaan maritim Indonesia yang dapat dicapai dengan melakukan pembangunan sektor maritim.

Saat ini Pemerintah memiliki fokus untuk memanfaatkan segala potensi sumber daya kelautan, membangun transportasi laut dan infrastruktur pelabuhan yang disertai dengan pembangunan industri maritim yang kuat. Termasuk dengan membangun kekuatan ekonomi masyarakat sehingga nantinya kemandirian maritim dapat terwujud.

Adapun kemandirian bangsa menurut visi Presiden dapat dilihat dari kemampuan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Sumber: detik.com

 

ALFI: kutipan uang jaminan kontainer terlalu mengada-ada

Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta mendesak Pemerintah untuk dapat segera mengeluarkan aturan terkait pengenaan uang jaminan kontainer guna menekan biaya logistik yang tinggi.

Pasalnya, pengenaan uang jaminan kontainer yang dibebankan oleh agen pelayaran dengan tanpa landasan hukum aturannya yang jelas, membuat biaya logistik di pelabuhan meningkat.

Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi & Pembinaan Anggota ALFI DKI Jakarta, Qadar Djafar mengatakan pengenaan uang kutipan jaminan kontainer menyebabkan high cost logistic karena yang menentukan besaran tarifnya semau agen pelayaran.

“Uang jaminan kontainer ini high’ cost logistic, karena yang mengatur agen pelayaran, semaunya mereka aja. Kalau mau mengurangi biaya logistik ya ini harus dihilangkan,” tegasnya kepada Bisnis, Rabu (26/4/2017).

Menurutnya alasan pengenaan kutipan uang jaminan kontainer dari agen pelayaran dinilai mengada-ada dan tidak masuk di akal.

“Kalau alasannya khawatir kontainer yang sedang digunakan itu hilang, kan di manifestasi atau BL sudah jelas. Ini kan dokumen berharga. Selain itu juga ada shipping instruction ketika pinjam kontainer,” terangnya.

Kemudian, kata dia, aturan besaran pengenaan uang jaminan kontainer itu juga dari mana. Perhitungannya bagaimana, ada yang satu juta, dua juta, bahkan lebih, tidak jelas dasar aturan resminya.

Untuk mendorong itu, pihaknya mengaku sudah juga berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait persoalan yang dihadapi pemilik barang dan forwarder itu.

“Kita sudah berkirim surat resmi juga tapi belum ditanggapi,” ujarnya.

Pihaknya menyatakan bahwa selama masih dikenakan kutipan uang jaminan kontainer tersebut, maka hal itu akan terus dipermasalahkan oleh asosiasi hingga didapatkan titik temu yang terbaik.

“Kami juga terbuka untuk diajak duduk bersama untuk membicarakan hal ini kok. Tapi selama masih ada uang jaminan, kita tetap permasalahkan,” tegasnya.

Dirinya sangat mengkhawatirkan kasus seperti Hanjin Shipping terulang, di mana uang jaminan kontainer yang telah diberikan, ternyata raib begitu saja ketika perusahaan pelayaran itu mempailitkan diri.

“Kami minta pemerintah bertanggungjawab. Lantas kalau alasannya bussiness to bussiness (b to b) ya justru kita minta dihilangkan, karena ini diluar negeri tidak ada,” tegasnya.

Kata dia, yang terpenting pemerintah sebagai wasit harus memberikan aturan main yang jelas.

“Yang penting kita itu ada yang atur dan keduanya ada yang bertanggung jawab kalau ada kasus seperti Hanjin. Kalau pakai asuransi, diluar negeri sudah ada yakni CIF (cost insurance and freight), karena kontainer termasuk alat angkut,” terangnya.

Menurutnya dengan adanya aturan main yang jelas, maka kekhawatiran raibnya ratusan miliar uang jaminan kontainer seperti kasus Hanjin, tidak akan membayangi para forwarder.

Sebelumnya, Dewan Pelabuhan Tanjung Priok menilai sebaiknya pengenaan uang jaminan bagi kontainer impor oleh perusahaan agen kapal, digantikan dengan penggunaan jasa perusahaan asuransi untuk menanggung segala resiko yang dapat timbul akibat penggunaan kontainer oleh importir.

Ketua Dewan Pelabuhan Tanjung Priok, Sungkono Ali menilai usulan penggunaan jasa perusahaan asuransi tersebut kiranya dapat menjadi solusi atas polemik lama terkait pengenaan uang jaminan kontainer impor yang terjadi di pelabuhan Indonesia, termasuk Tanjung Priok yang hingga kini belum menemukan titik temu penyelesaian.

Saat ini, masing-masing pihak, baik antara Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) yang juga mewakili pemilik barang dengan agen kapal perwakilan pelayaran asing di Indonesia, saling bersikukuh.

ALFI dan importir merasa pengenaan uang jaminan sangat memberatkan sementara agen pelayaran kapal asing perlu mengenakan uang jaminan kontainer sebagai proteksi atas kontainer yang digunakan.

“Kita usulkan, kita pinda

INSA target 3000 TEUs muatan mother vessel

Perusahaan Pelayaran asal Perancis yaitu Compagnie Maritime d’Affretement – Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM) telah resmi membuka layanan jasa angkut peti kemas dari Tanjung Priok menuju West Coast (LA & Oakland) Amerika Serikat.

Nantinya , akan ada sekitar 17 kapal berkapasitas besar yang melayani rute itu.

Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto berharap layanan jasa angkut tersebut akan terus berlangsung selamanya.

Pasalnya dengan kerjasama yang dijaliini, barang-barang dari Indonesia yang selama ini dibawa oleh carrier masing-masing, saat ini sudah bisa dibawa oleh satu kapal.

“Kita harapkan ini bisa terus berlangsung tidak hanya 3 bulan tapi selamanya. jadi tinggal gimana gigihnya dari pihak pelayaran-pelayaran mencari muatannya agar lebih banyak lagi,” ujarnya saat dihubungi Okezone di Jakarta.

Jika servis seperti ini bisa berlangsung lama, Carmelita menyebut ini bisa menghemat 5%-10% lebih murah dari negara tetangga Singapura.

Jika harga sudah setara dengan Singapura, setelah itu tinggal bagaimana memperbaiki pelayanan agar setara dengan Singapura juga.

“Dan yang paling penting itu, angkutan mereka harus bisa capai 3.000 TEUs dalam satu kali angkut,”kata Carmelita.

Sumber: okezone.com

 

Rute Jakarta – LA dibuka, CHC transhipment didiskon 50%

Perusahaan Pelayaran asal Perancis yaitu Compagnie Maritime d’Affretement-Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM) telah resmi membuka layanan jasa angkut peti kemas dari Tanjung Priok menuju West Coast (LA & Oakland) Amerika Serikat.

Nantinya, akan ada sekitar 17 kapal berkapasitas besar yang melayani rute itu.

Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha dan Pelaksana Pelindo II Saptono R Irianto mengatakan, untuk tarif bongkar muat kontainer ekspor dan impor ke Pelabuhan atau biasa yang disebut container handling charger (CHC), ditarif sebesar USD83 per TEUs.

“Aturan di sini sesuai penentapan CHC, yaitu USD83 per TEUs,” ujarnya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (23/4/2017).

Saptono melanjutkan, hampir semua tarif sama kecuali cargo transhipment. Untuk Cargo Transhipment ada perlakukan khusus yaitu sebesar USD56 per TEUs, dan ada diskon intensif sebesar 50%. Pemberian intensif diharapkan bisa memacu kompetisi nantinya

“Semuanya sama, kecuali transhipment ada pemberlakuan khusus. Dia tarifnya USD56 dolar per TEUs, tapi kita beri insentif 50% jadi kira kira tarifnya adalah USD28 per TEUsnya ,” jelasnya

Meski begitu, saat ini pihak Pelindo II ini tengah melakukan evaluasi untuk tarif kontainer transhipment.

Saat ini evaluasi transshipment sedang ada pada tahap perhitungan, dan ditargetkan bulan depan sudah mulai berlaku.

“Kan lagi dihitung. Kita tunggu lah, menunggu hasil evaluasi,” tukasnya.

Sumber: okezone.com

Kebijakan batas longstay untungkan Pelindo?

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta menyambut baik pemberlakuan batas waktu penumpukan barang di lapangan penumpukan terminal petikemas maksimal hanya 3 hari.

Namun demikian, pemberlakuan beleid baru seperti yang tercantum pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25/2017 tersebut diharapkan tidak dijadikan lahan bisnis baru oleh Pelindo, selaku operator pelabuhan di Tanah Air.

“Pembatasan waktu barang longstay sependapat, sepanjang tidak dijadikan bisnis baru oleh Pelindo,” tutur Capt. Subandi, Ketua Umum GINSI DKI Jakarta, kepada Bisnis.com, Senin (17/4/2017).

Menurutnya, sudah seharusnya barang-barang longstay dikeluarkan dari pelabuhan dan jangan sampai pelabuhan mencari pendapatan dari bisnis storage-nya dari barang-barang yang sudah longstay sehingga dibiarkan tetap berada di terminal penumpukan di pelabuhan.

Selain itu, lanjut dia, jangan pula barang-barang longstay tersebut dipindahkan ke fasilitas pelabuhan lainnya. “Karena kalau begitu berarti pelabuhan bisnis storage, dan selama ini menjadi ketahuan siapa yang paling diuntungkan jika ternyata dwellingtime tinggi,” tegasnya.

Capt. Subandi juga menilai bahwa sebaiknya Pelindo selaku operator sejumlah pelabuhan utama di Tanah Air harus fokus pada pelayanan bongkar muat. Pelindo harus mampu memaksimalkan dermaga dan lapangan penumpukannya sehingga tidak mencari pendapatan dari storage.

Pasalnya, selama ini dirinya menilai bahwa Pelindo berbisnis pada lini penyimpanan tersebut. Hal itu dapat dilihat ketika terdapat petikemas yang sudah lama/sudah memiliki Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dipindahkan ke lapangan Pelindo dan importir harus membayar proses angkut dan kepindahan itu.

“Jadi importir harus bayar, selain biaya storage, juga biaya LoLo (lift on lift off/ atau biaya menaik-turunkan kontainer) dan pemindahannya. Ini kan berarti Pelindo justru berbisnis penyimpanan barang-batang yang sudah lama atau sudah SPPB,” ujarnya.

Seperti diketahui, bahwa aturan batas waktu penumpukan (long stay) barang maksimal hanya tiga hari di lapangan penumpukan terminal kontainer (lini 1) di empat pelabuhan utama Tanah Air, yakni Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makasar, mulai berlaku resmi bulan ini.

Hal tersebut seperti tercantum pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permenhub Nomor PM 116/2016 tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (long stay) di Pelabuhan Utama Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makasar.

Pada beleid tersebut menetapkan bahwa untuk menjamin kelancaran arus barang, perlu ditetapkan batas waktu penumpukan barang di lapangan penumpukan terminal petikemas (lini 1) paling lama 3 (tiga) hari sejak barang ditumpuk di lapangan penumpukan.

Pemberlakuan batas waktu penumpukan barang di lapangan penumpukan terminal petikemas tersebut berlaku untuk Pelabuhan Utama Belawan, Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Pelabuhan Utama Tanjung Perak dan Pelabuhan Utama Makasar.

Pemberlakuan untuk pelabuhan di luar pelabuhan utama tersebut dilakukan secara bertahap kepada pemilik barang sesuai dengan kesiapan masing-masing pelabuhan.

Pasalnya, lapangan penumpukan terminal petikemas (lini 1) bukan merupakan tempat penimbunan barang tetapi sebagai area transit untuk menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

Namun, ketentuan batas waktu penumpukan barang di lapangan penumpukan di lini 1 tersebut tidak berlaku bagi barang yang wajib tindakan karantina dan telah dilaporkan/diajukan permohonan kepada karantina.

Lalu juga tidak berlaku bagi barang yang telah diajukan pemberitahuan pabean impor tetapi belum mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

Aturan itu an juga tidak berlaku bagi barang yang terkena Nota Hasil Intelejen (NHI) atau Nota Informasi Penindakan (NIP) yang dikeluarkan oleh Bea dan Cukai.

Peraturan Menteri yang ditetapkan pada 30 Maret 2017 oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tersebut mulai berlaku sejak tanggal diundangkan pada 5 April 2017.

sumber: bisnis.com

 

Kisah dibalik pembangunan tol akses Priok…

Setelah mangkrak dalam kurun waktu lima hingga enam tahun, akhirnya Jalan Tol Akses Tanjung Priok beroperasi pada Minggu (16/4/2017).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang langsung meresmikannya sehari sebelum beroperasinya jalan tol sepanjang 11,4 kilometer tersebut.

Ketika memberikan sambutan, Jokowi menyampaikan berbagai macam keluh kesahnya terkait rintangan yang menghadang pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok.

“Saya ingat sekali ketika jadi Gubernur DKI Jakarta, pembebasan lahan yang terganjal membuat (proyek jalan) dua tahun mangkrak. Alhamdulillah setelah turun ke lapangan beberapa kali itu bisa selesai,” keluh Jokowi, Sabtu (15/4/2017).

Berikutnya, lanjut Jokowi, ketika pembebasan lahan rampung datang lagi masalah lainnya berupa 69 tiang harus dipotong dan diganti karena tidak memenuhi spesifikasi standar seharusnya.

Akibat dua masalah itu, proyek Jalan Tol Akses Tanjung Priok ini baru bisa rampung pada 2017 ini setelah dimulai konstruksinya sejak awal 2009 silam.

Terkait kendala pembongkaran 69 tiang tersebut, Pemerintah Indonesia dan empat perusahaan Jepang selaku kontraktor yaki PT SMCC Utama Indonesia, PT Kajima Indonesia, Obayashi, dan Tobishima, serta pemerintah Jepang pemberi pinjaman dana sempat terlibat perdebatan sengit sangat intens dan alot.

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( PUPR) Arie Setiadi Moerwanto menggambarkan, perdebatan itu berlangsung hingga dua tahun lamanya. Masing-masing mengemukakan argumentasinya.

“Pemerintah Jepang nggak mau namanya rusak di sini. Mereka melihat ada mutu yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Indonesia dan Jepang pun kemudian sepakat untuk memperbaikinya,” tutur Arie.

Kedua pihak, diakui Arie melihat buruknya mutu tiang beton tersebut pada medio 2014 atau tahun ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Ke-69 tiang tersebut akhirnya dibongkar dengan menggunakan biaya kontraktor dari Jepang sepenuhnya.

Karena kontraktor Jepang harus membongkar tiang-tiang yang sudah terpasang, Pemerintah Indonesia kemudian memperpanjang waktu pembangunan dan meminimalisasi denda atas hal tersebut.

“Akhir 2014 semua itu dibongkar dan upaya ini jadi bukti kalau kami nggak main-main dengan namanya kualitas infrastruktur, begitu ada yang nggak sesuai ya kami bongkar,” tegas Arie.

Mutu beton, menjadi materi perdebatan, karena tidak sesuai dengan spesifikasi standar.

Menurut Arie, mutu beton yang digunakan untuk membangun 69 tiang itu awalnya bagus ketika masih ada di pabriknya.

Tetapi kemudian akibat kondisi jalanan macet dan lain sebagainya menuju lokasi pembangunan berubah mutunya dan begitu dituang tidak sesuai spesifikasi.

Namun kini, Arie memastikan bahwa Jalan Tol Akses Tanjung Priok yang dibangun dengan biaya Rp 5 triliun tersebut sudah sesuai standar yang diinginkan oleh Pemerintah Indonesia dan Jepang.

Jokowi sendiri yakin jika Jalan Tol Akses Tanjung Priok ini bisa menjadi pengurai kemacetan di sekitar kawasan menuju pelabuhan.

Terutama memperlancar penyebaran barang-barang ke pelabuhan lain dan meningkatkan kecepatan kontainer dalam keluar masuk pelabuhan.

“Nantinya ini akan dilewati kurang lebih 3.600 truk setiap hari. Oleh sebab itu ini akan memiliki daya saing kecepatan pengantaran barang-barang dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok karena ini merupakan main port kita,” papar Jokowi.

Selain itu, meskipun dibangun dalam waktu cukup lama, Jalan Tol Akses Tanjung Priok diklaim menjadi jalan tol ramah lingkungan karena adanya sound barrier atau peredam suara di pinggir-pinggirnya.

“Sehingga Rumah Sakit Koja yang ada di sisi jalan tol tidak akan terganggu sama sekali dengan keramaian di jalan tol,” sambung Arie.

Jalan Tol Akses Tanjung Priok terdiri dari lima seksi yakni Seksi E-1 Rorotan-Cilincing sepanjang 3,4 kilometer, dan Seksi E-2 Cilincing-Jampea dengan panjang 2,74 kilometer.

Kemudian Seksi E-2A Cilincing-Simpang Jampea sepanjang 1,92 kilometer, NS Link Yos Sudarso-Simpang Jampea sepanjang 2,24 kilometer, dan NS Direct Ramp dengan panjang 1,1 kilometer.

Untuk Seksi E-1 Rorotan – Cilincing sendiri telah rampung dan dioperasikan tanpa tarif sejak 2011.

Sementara itu, kontraktor pelaksana Jalan Tol Akses Tanjung Priok terdiri dari Kerja Sama Operasi (KSO) kontraktor Jepang dan Indonesia, yakni SMCC- PT Hutama Karya, Kajima-PT Waskita Karya, Obayashi-PT Jaya Konstruksi, dan Tobishima-PT Wijaya Karya.

sumber: kompas.com

Sri: kriteria hub logistik Aspas perlu diperjelas

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, industri logistik Indonesia dapat dikatakan kalah bersaing dan belum bisa menjadi hub logistik di kawasan Asia Pasifik. Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap hal tersebut bisa segera terwujud.

Oleh karena itu, ia meminta para pelaku usaha dan pengurus Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk memberikan pekerjaan rumah (PR) bagi dirinya agar bisa mewujudkan mimpi tersebut. Yakni, mampu bersaing dengan pusat logistik negara tetangga.

“Saya ingin Anda kasih saya PR untuk lima tahun ke depan supaya mimpi ini terwujud. Saya ini ibarat murid yang minta ke gurunya supaya dikasih PR. Kalau gurunya malas kasih PR, saya malah minta PR,” katanya di kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu), Jakarta, Rabu (12/4).

Meski minta diberikan PR, ada beberapa gagasan yang dikemukakan Sri Mulyana soal mimpi tersebut. Pertama, menyatukan definisi mengenai hub logistik Asia Pasifik itu sendiri. Dengan definisi yang jelas, maka target ke depan akan lebih mudah untuk disusun.

“Saya ingin tahu kriterianya apa? Volume? Model bisnis? Kecapatan pelayanan? Infrastruktur? Coba kita bikin list untuk jadi hub Asia Pasifik. Untuk enam bulan ke depan, antara PLBI ini ada regular meeting, coba dipikirkan membuat kriteria yang jelas,” ujarnya.

Kedua, membuat ukuran kemajuan yang jelas, sehingga pada tahun berikutnya sudah bisa dilihat kemajuan yang dicapai oleh sektor logistik dan apa yang hendak dicapai.

Pasalnya, ia ingin mengkombinasikannya dengan sejumlah asumsi makro ekonomi yang telah dipetakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan konsumsi masyarakat hingga laju investasi yang diharapkan.

Ketiga, ia ingin agar pembangunan PLB dapat dilakukan secara tersebar supaya tak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa saja. Bahkan hingga mampu berkembang ke daerah perbatasan sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Perbatasan itu the real front gate of Indonesia, bukan Jakarta dan Tanjung Priok saja. Saya ingin tahu ini mungkin tidak? Saya harus dengar dari real players,” ucapnya.

Keempat, ia ingin pembangunan PLB dilakukan berdasarkan pemetaan sektor industri yang dinilai sangat perlu dan penting memiliki PLB di dekat sumber produksi hingga pasar hasil produksi.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah punya cerita besar soal PLBI, oleh karena itu kerjasama yang ada di dalamnya perlu semakin koheren, cepat, dan maju menjadi lebih baik lagi.

Tidak puas

Menteri Keuangan Sri Mulyani menantang Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk membuat target pencapaian lima tahun mendatang. Pasalnya, nilai barang atau inventori yang tersimpan dalam PLB selama satu tahun terakhir baru mencapai Rp1,16 triliun.

“Tadi beberapa testimoni itu sangat membantu dan membuat kita berbesar hati tapi saya bukan pejabat yang mudah dipuaskan,” ujar Sri dalam acara satu tahun Pusat Logistik Berikat di ruang Merauke, Gedung DJBC, Rawamangun, Jakarta, Rabu 12 April 2017.

Menurutnya, harus ada target perluasan komoditas dalam PLB. Pelaku usaha harus bisa merujuk data statistik ekspor-impor Indonesia dengan negara yang menjadi hub barang yang diimpor.

“Kalau investasi kita tumbuh 6-10 persen per tahun berapa yang bisa kita pindah ke indonesia. Kalau konsumsi kita tumbuh 5-6 persen per tahun berpa yang bisa dipindah ke Indonesia. Jadi harus bikin roadmap lima tahun ke depan,” tuturnya.

Selain itu, PLB harus memetakan wilayah dan diharmonisasi dengan target Pemerintah mengurangi ketimpangan agar aktivitas ekonomi tidak menumpuk di pulau Jawa.

“Harus dipikirkan lokasi mana yang masih tertinggal. Jadi harus dikaitkan dengan program Presiden membangun daerah-daerah perbatasan. Jangan hanya Cengkareng atau Tanjung Priok saja tapi harusnya seluruh perbatasan itu jadi front gate. Itu harus dilihat feasibility dan possibilitynya,” tegas mantan Deputi Gubernur Bank Dunia ini.

Ketua Perhimpunan Pusat Logistik Berikat Indoesia (PPLBI) Eti Puspitasari mengatakan, animo pelaku usaha selama setahun PLB berdiri cukup tinggi. Menurutnya, beberapa perusahaan sudah menyampaikan pipelinenya untuk menambah kawasan PLB di KIT seperti Sulawesi dan Papua dengan luasan sekitar 7 hektar tahun ini.

“Kita perlu petunjuk teknis, meski sebenarnya sudah ada KMK, PMK terkait. Misalnya untuk transaksi oleh non-BUT di dalam PLB, apakah pencatatannya PPNnya ini nihil atau PPN tidak dipungut mengingat di situ kan tidak ada PPN local,” pungkas dia.

sumber: metrotvnews.com/kontan.co.id

 

Pembatasan ban impor pukul logistik lokal

Pemerintah menilai pembatasan impor ban seharusnya tidak akan menyulitkan sektor logistik di dalam negeri. Pasalnya, izin impor ban telah sesuai perhitungan dan produsen ban dalam negeri telah mampu memproduksi dalam volume tertentu.

Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan hingga bulan keempat tahun ini, rekomendasi impor yang telah digelontorkan kementerian tersebut mencapai 40% dari total impor ban untuk truk pada tahun lalu.

“Nanti kita memang akan mengevaluasi. Kami sudah berikan rekomendasi kepada importir ban untuk bus dan truk. Tahun lalu impornya tidak sampai 5 juta unit, sekitar 3 juta [unit ban],” jelas Sigit saat dihubungi Bisnis, Senin (10/4).

Sigit menambahkan volume ban yang diimpor pun telah ditata sedemikian rupa sehingga para importir mendapatkan jatah secara adil. Menurutnya, meski kini impor ban dirapikan, harga di tingkat retail seharusnya tetap stabil.

Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) sebelumnya mengeluhkan kebijakan pemerintah yang membatasi impor ban sejak awal tahun ini. Apalagi, Kemenperin dinilai belum melibatkan pengusaha logistik dalam pengambilan keputusan rekomendasi.

Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengungkapkan saat ini ban untuk truk dan kenadaraan besar telah langka di pasaran, memaksa harganya terkerek hingga 10%. Padahal, biaya untuk ban merupakan yang terbesar kedua setelah bahan bakar.

Selain itu, dia mencatat kualitas ban truk produksi dalam negeri di bawah yang diimpor dari China dan Thailand, meski mereknya sama. Jika menggunakan ban kualitas sedang, pengusaha logistik pun terpaksa mengeluarkan lebih banyak biaya untuk penggantian ban.

“Industri ban lokal juga fokusnya pada ban mobil biasa. Sekarang di dalam negeri sebenernya ada brand yang selama ini kit aimpor, tapi kualitasnya berbeda. Impor ban ini harus dilihat secara menyeluruh dan mengajak asosiasi logistik untuk terlibat [dalam pengambilan kebijakan],” jelas Yukki.

sumber: bisnis.com