PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) akan memperbanyak Container Freight Station (CFS) Center atau pusat konsolidasi kargo di pelabuhan yang masih dalam wilayah kerja Pelindo II. Saat ini, CFS Center baru terdapat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
JAKARTA (alfijak); Direktur Utama PT Pelindo II, Elvyn G Masassya, menuturkan CFS Center dibuat untuk transparansi biaya yang penyimpanan kontainer impor berstatus Less Than Container Load (LCL) yang masih dalam pengawasan kepabeanan.
“Intergrasi CFS atau pembuatan CFS Center juga akan diterapkan di pelabuhan lain yang masih dalam wilayah kerja Pelindo II,” katanya di Kantor Pusat Pelindo II, Jakarta, Senin (5/2).
Dia pun mengungkapkan sejak CFS Center dibuka pada 20 November 2017, volume transaksi penanganan kontainer LCL terus meningkat.
Pada saat pembukaan layanan itu, CFS Center rata-rata per hari melayani sekitar 42 transaksi.
“Sedang pada 18 Januari 2018, volume transaksi mencapai 5.564 transaksi atau 309 transaksi per hari,” jelas Elvyn.
CFS Center ke depan akan terus menyempurnakan layanan dengan tambahan fitur baru seperti multi channel payment dan invoice langsung ke pemilik barang.Saat ini layanan CFS Center baru mencakup manajemen data pelanggan, pembayaran elektronik,
tracking cargo, hingga sistem yang berjalan online dan beroperasi 24 jam.
“Target kami dalam setahun dapat meng-handle layanan kontainer LCL sebanyak 120.000 transaksi,” tegasnya.Rp2 Triliun untuk CBL
PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) akan membangun Kanal Cikarang Bekasi Laut (CBL) sebagai jalur kapal, yang menghubungkan Tanjung Priok dengan Cikarang.Direktur Utama Pelindo II, Elvyn G Masassya, dalam diskusi Media Visit di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin, 5 Februari 2018, mengatakan pembangunan CBL akan dimulai triwulan pertama 2018.
Elvyn mengatakan, proyek Kanal CBL merupakan upaya optimalisasi jalur sungai dengan menggunakan kapal tongkang sebagai alternatif moda transportasi barang dan penghubung antara pelabuhan dengan area hinterland, sehingga dapat mengurangi kepadatan jalan di darat dan diharapkan berdampak pada efisiensi waktu dan biaya.
Proyek tersebut dibangun tiga tahap, yang akan dilengkapi dengan terminal peti kemas dan terminal curah yang diharapkan selesai pada 2021.
Direktur Teknik dan Manajemen Risiko Pelindo II Dani Rusli menyebutkan investasi proyek Kanal CBL, yaitu Rp2-3 triliun.
“Kita akan lakukan bertahap dulu dari kecil bisnisnya, setelah matang baru kita jadikan lebih besar. Yang penting kita masuk dulu, jangan sampai besar-besaran tapi bisnisnya tidak jalan,” ujarnya.
Untuk tahap awal, Dani mengatakan kapasitas akan diuji coba 500.000 TEUs per tahun, baru akan ditingkatkan kapasitasnya menjadi satu hingga 1,5 juta TEUs per tahun.
“Target operasional tahap I, empat sampai lima kapal setiap empat jam, kalau sudah jalan bisa 10-15 kapal,” katanya.
Saat ini, dia menjelaskan masih dalam proses perizinan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) agar tidak mengganggu fungsi aslinya sebagai pengendali banjir.
“Kita koordinasi dengan PUPR ada beberapa bagian yang kita uji jangan sampai mengganggu fungsi utama sebagai pengendali banjir. Dari investasi yang paling penting adalah kesisteman. Yang sedang dilakukan adalah proses perizinan yang tidak mudah,” katanya.
Dani berharap dengan adanya CBL, bisa memberikan alternatif moda di antara moda darat dan kereta api, sehingga bisa menawarkan efesiensi pengiriman barang.
“Kalau kita sekali angkut itu 90 boks kalau pakai mobil atau truk itu panjangnya kurang leih 1,5 kilometer ‘kan mengurangi polusi dan kemacetan. Tapi, kita harus punya biaya yang bersaing, ini yang sedang kita kaji,” kata Direktur Teknik dan Manajemen Risiko Pelindo II ini. (kumparan.com/tempo.co/antara/ac)
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai Pelabuhan Tanjung Priok terlebih dulu harus efisien jika ingin menjadi pelabuhan transit atau transhipment port seperti di Singapura.
JAKARTA (alfijak); “Saya pikir ini suatu cita-cita, keinginan yang baik. Yang namanya transhipment itu akan terjadi baru akan diminati, baru akan terjadi, apabila efisien,” kata Budi dalam diskusi yang bertajuk “Mewujudkan Transhipment Jakarta Port” di Jakarta, Selasa.
Untuk mencapai efisiensi, dia menjelaskan, harus tercipta tarif yang murah dan mudah dalam seluruh prosesnya, terutama pindah kapal (transhipment). “Murah dan tidak complicated dan enggak ada preman,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut dia, Pelabuhan tanjung Priok harus melayani tujuh hari dalam seminggu, saat ini diketahui baru lima hari dalam seminggu.
Hal itu, menurut dia, membuat para pelaku usaha beralih ke negara tetangga untuk mengirimkan barangnya.
“Sabtu-Minggu itu boleh masuk, tapi enggak ada yang tanda tangan dokumen, artinya barang itu enggak bisa keluar, enggak cleared,” ucapnya.
Terkait tarif, Budi mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman untuk mengevaluasi harga yang ditetapkan di Pelabuhan Tanjung Priok yang dinilai kurang kompetitif.
“Kita bandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan yang menjadi kompetitor kita, kalau di sana 10, di sini 20, turunkanlah jadi 12 atau 13, kalau sudah sama ya bagus,” tuturnya.
Karena itu, Budi mengusulkan agar Pelabuhan Tanjung Priok diuji coba mengalami perombakan secara keseluruhan, termasuk jajaran pimpinannya.
“Priok itu kita jadikan satu kantor di mana ada pimpinan baru yang memang tidak ada latar belakang pelabuhan, sebagian besar diganti semuanya. Dengan lembaran baru itu, kita akan menerima masukan berbagai pihak, SOP apa yang bermasalah, orang mana saja yang kurang kooperatif,” ujarnya.
Budi mengajak seluruh pihak, baik itu Kementerian Perhubungan sendiri, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untu bersama-sama menciptakan pelabuhan yang efisien.
Adapun, untuk peningkatan volume, Ia mengimbau agar seluruh pengiriman barang dipusatkan di Tanjung Priok untuk mendorong adanya kapal yang berlayar langsung.
“Kemanfaatan ekonomis dan waktu akan dinikmati oleh pemain-pemain kita sendiri dan akhirnya orang yakin untik membuat industri di Indonesia. Kalau kita sendiri tidak mau menciptakan harga yang lebih singkat, rasa percaya diri investor belum ada,” ujarnya.
Namun, dia mengatakan dengan hadirnya perusahaan pelayaran Prancis, Compagnie Maritime d`Affretement – Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM), yang berlayar seminggu sekali, memberikan tanda-tanda peningkatan daya saing.
Meskipun, dia berharap lebih dari seminggu sekali ditambah dengan pengoperasian kapal RoRo (Roll on/Roll off) untuk barang yang belum berjalan signifikan.
Saat ini, Budi menyebutkan tingkat keterisian CMA-CGM masih berkisar di 50 persen.
Namun, seiring dengan dikebutkan pembangunan Pelabuhan Patimban, dia berharap bisa merangsang daya saing dari Pelabuhan Tanjung Priok sendiri.
“Kalau kita memberikan suatu layanan yang baik, dengan harga murah, waktu pendek dengan dua pelabuhan akan menyedot investasi ke sini, tinggal kita menata diri kita untuk kompetitif. Mudah-mudahan dengan adanya Patimban ini, Priok lebih mengerti akan ada kompetisi,” katanya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PT Pelindo II Elvyn G Masassya mengaku pihaknya sudah menyiapkan agar Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan transit.
“Bukan cuma jadi transhipment, tapi secara geografis sudah strategis di antara pelabuhan lain, kita sudah datangkan mother vessel (kapal induk), peralatan dan pelayanan sudah memadai, kami sudah digitalisasi,” katanya.
Sementara itu, Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea Cukai Fajarudin mengatakan seluruh pengiriman dokumen sudah sistem daring (online).
“Cara dukung transhipment, kuncinya harus lakukan simplifikasi, otomatisasi, fasilitas kepabeanan supaya bisa mengurangi biaya logistik nasional,” ujarnya.
Biaya logistik tinggi
Tingginya biaya logistik yang diperkirakan berkontribusi 30–36 persen terhadap total biaya operasional masih menjadi rintangan besar bagi importir.
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Anton Sihombing mengatakan, tingginya biaya logistik membuat daya saing Indonesia di negara-negara ASEAN berada di posisi keempat untuk parameter logistic performance index (LPI).
Indonesia tertinggal dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.
’’Meski dwelling time (waktu tunggu di pelabuhan) sudah tercapai seperti waktu yang diinginkan, cost bukannya turun, malah naik,’’ katanya, Senin (13/11).
Karena itu, pihaknya meminta seluruh pengurus Ginsi bekerja sama dengan instansi maupun asosiasi terkait.
’’Misalnya, kami minta tiap ada kenaikan tarif di pelabuhan harus diikutsertakan,’’ imbuh Anton.
Ketua Ginsi DKI Jakarta Subandi menuturkan, kontribusi biaya logistik di Malaysia dan Singapura kurang dari 20 persen.
Jika dibandingkan dengan Indonesia, selisihnya signifikan.
Dampak tingginya biaya itu tidak hanya dirasakan konsumen, tetapi juga importir.
Importir terbebani dengan harga jual barang yang tinggi dan besarnya biaya yang ditanggung, tapi margin yang diperoleh rendah.
’’Kondisi tersebut memburuk jika mengacu pada upaya pemerintah yang sedang mendorong daya beli masyarakat,’’ tuturnya.
Potensi barang tidak laku menjadi besar. Pengaruhnya terhadap keberlangsungan usaha cukup signifikan.
’’Sangat mungkin importir gulung tikar,’’ lanjut Subandi.
Komponen yang berpengaruh terhadap tingginya biaya logistik, antara lain, biaya bongkar muat di pelabuhan, uang jaminan untuk pelayaran asing, dan biaya perbaikan kontainer.
’’Ginsi sedang berupaya menghilangkan komponen uang jaminan,’’ paparnya.
Uang jaminan itu diberikan importir kepada perusahaan pelayaran. Tujuannya, mengantisipasi klaim kerusakan kontainer.
Sekjen Ginsi Erwin Taufan menambahkan, pengaruh tingginya biaya logistik terhadap kegiatan operasional importer cukup besar.
Terutama importir yang mengantongi angka pengenal importir-produsen (API-P). ’
’Ketika memutuskan tidak belanja, mereka akan tidur. Nah, yang mengambil untung adalah negara lain yang bea masuknya nol persen,’’ terangnya.
Karena itu, dibutuhkan regulasi keberpihakan yang bisa melindungi industri dalam negeri.
”Impor tidak bisa dilarang, tapi boleh diproteksi,” ucap Erwin.
Dokumen ekspor lambat
Sebelumnya, perusahaan pelayaran asal Prancis, Compagnie Maritime d’Affretement – Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM) mengeluhkan lambatnya proses pengurusan dokumen di Pelabuhan Tanjung Priok.
Presiden Direktur CMA-CGM Indonesia Farid Belbouab menuturkan, saat ini pengiriman kargo ke Amerika Serikat dari Tanjung Priok tumbuh 200%.
Namun, pihaknya menilai proses pengurusan dokumen di Tanjung Priok, khususnya dari kapal utama (mother vessel) ke kapal kecil (feeder) terlalu lama. (antaranews.com/jpnn.com/ac)
Hingga September 2017, PT Pelindo II (Persero) mencatatkan kinerja yang membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun, perseroan memiliki visi untuk menjadi digital port pertama di Indonesia.
JAKARTA (alfijak): Elvyn G. Masassya, Direktur Utama PT Pelindo II (persero) mengatakan, dalam mewujudkan visi tersebut, pihaknya sudah mempersiapkan infrastruktur di sepanjang tahun 2017 ini, di antaranya dengan menggagas konsep integrated port network.
Melalui integrasi itu, kata Elvyn, pihaknya ingin melakukan standarisasi seluruh pelabuhan yang ada di Indonesia.
“Mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, kami propose untuk bisa memiliki standar yang sama, baik dalam konteks infrastruktur maupun operasional,” ujar Elvyn di Bandung, Selasa (24/10).
Dalam hal ini, Pelindo II telah membuka jejaring dengan pelabuhan dunia, seperti Guangzhou Port Authority, Port of Azerbaijan, Port of Ning Bo, Port of Shenzen, dan Port of Qatar. Melalui integrasi antarpelabuhan tersebut, kata Elvyn, Pelindo II bisa bertukar informasi, kemampuan dan saling mengirim karyawan, aktivitas komersial sekaligus standarisasi pelabuhan.
Menurutnya, langkah tersebut juga menjadi salah satu strategi yang dilakukan perseroan untuk menekan biaya logistik.
“Jadi kami memberikan solusi yang bersifat komprehensif untuk menurunkan biaya antarpelabuhan dengan kawasan industri. Dengan jarak yang dekat, biaya akan lebih murah,” imbuhnya.
Elvyn menargetkan, melalui integrated chain port itu, pihaknya bisa menekan biaya logistik hingga 20%.
Adapun pada pekan depan, di awal November, Pelindo II akan meluncurkan container freight station (CFS) atau semacam tempat penampungan sementara dan buffer area.
Nantinya, buffer area tersebut akan menjadi titik kumpul truk yang dalam operasionalnya akan menggunakan sistem IT.
“Selama ini truk yang kemana-mana di Priok, nantinya akan berkumpul di buffer area baru. Ketika sudah dipanggil, akan keluar menggunakan sistem IT,” imbuhnya.
Rp1 triliun
PT Pelindo II (Persero) menganggarkan sekitar Rp 1 triliun untuk pembangunan digital port (digitalisasi port) selama lima tahun ke depan. Anggarannya sudah dialokasikan sejak 2016 lalu.
“Kami prediksikan lima tahun ke depan, sampai 2020, spending kurang lebih Rp 1 triliun,” ujar Direktur Operasional dan Sistem Informasi Pelindo II, Prasetyadi di Bandung, Selasa (24/10).
Nantinya, pembangunan digital port tersebut memiliki tiga sisi, yakni sisi laut, terminal, dan supporting.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha, Saptono R Irianto menambahkan, sistem digitalisasi ini akan memberikan keuntungan kepada setiap pelanggan karena layanan yang diberikan akan lebih mudah.
“Sistem operasinya sudah diatur, tidak ada yang direkayasa mulai dari planning sampai end user, semuanya sudah direncanakan dari awal, jadi lebih efektif, murah, dan lebih aman,” ungkapnya. (kontan.co.id/ac)
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Elvyn G. Masassya mengatakan waktu tunggu petikemas di pelabuhan atau dwelling time saat ini sudah dibawah tiga hari. Pasalnya, kapal-kapal yang tiba di pelabuhan tak lagi menggunakan dokumen fisik dalam proses pengeluaran barang.
JAKARTA (alfijakarta): “Pelabuhan Tanjung Priok sudah beroperasi inaportnet sejak akhir tahun lalu sehingga pengurusan barang semuanya online. Kita jadi bisa memangkas dwelling time,” ujar Elvyn dalam acara ‘Power Talk: Indonesia as the World’s Maritime Axis’ di Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Selain itu, sistem pembayaran juga tidak menggunakan uang tunai. Para pengguna jasa pelabuhan bisa memanfaatkan layanan e-billing yang dapat di cetak di kantor masing-masing.
“Sudah ada sistem pembayaran yang terintegrasi dengan 18 kementerian/lembaga serta Indonesia Nasional Single Window (INSW),” imbuhnya.
Lebih lanjut Elvyn mengatakan bahwa perseroan membutuhkan lebih banyak sumber daya manusia yang profesional dalam mengelola pelabuhan sehingga dwelling time dapat dipangkas lebih signifikan.
Apalagi, pemerintah menargetkan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menjadi pelabuhan transhipment terbesar di kawasan Asia.
Harus konsisten
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, meminta dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, benar-benar riil 3 hari. Menhub menginstruksikan jajarannya untuk bekerja lebih maksimal.
Hal itu supaya tidak ada lagi kontainer yang terlalu lama (long stay) berada di pelabuhan. Sistem Inaportnet yang saat ini sudah diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok, harus benar-benar dimanfaatkan.
Inaportnet merupakan sistem informasi layanan tunggal secara elektronik berbasis internet untuk mengintegrasikan sistem informasi kepelabuhanan yang standar dalam melayani kapal dan barang dari seluruh Instansi terkait atau pemangku kepentingan di pelabuhan (termasuk sistem layanan Badan Usaha Pelabuhan).
”Aplikasi itu disatukan semua stakeholder. Menghemat waktu. Itu tanpa orang hadir di situ bisa. Seperti di Pelabuhan Tanjung Priok, Sabtu-Minggu saya menginstruksikan pegawai untuk masuk. Kita minta inventarisir apa yang harus dilakukan,” ujar Budi Karya, usai meresmikan sistem Inaportnet Pelabuhan Gresik, Sorong dan Banten, di Command Center Kementerian Perhubungan, kemarin.
”Dengan demikian, pelayanan di pelabuhan yang buka 24 jam dan 7 hari dalam seminggu dapat terjadi,” imbuhnya.
Pihaknya meminta semua pihak untuk konsisten dengan sistem yang telah diterapkan. Lebih lanjut Budi Karya mengatakan, saat ini sebanyak 16 pelabuhan yang ditargetkan go live Inaportnet hingga akhir tahun 2017 sudah tercapai.
Hal itu supaya tidak ada lagi kontainer yang terlalu lama (long stay) berada di pelabuhan. Sistem Inaportnet yang saat ini sudah diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok, harus benar-benar dimanfaatkan.
Inaportnet merupakan sistem informasi layanan tunggal secara elektronik berbasis internet untuk mengintegrasikan sistem informasi kepelabuhanan yang standar dalam melayani kapal dan barang dari seluruh Instansi terkait atau pemangku kepentingan di pelabuhan (termasuk sistem layanan Badan Usaha Pelabuhan).
”Aplikasi itu disatukan semua stakeholder. Menghemat waktu. Itu tanpa orang hadir di situ bisa. Seperti di Pelabuhan Tanjung Priok, Sabtu-Minggu saya menginstruksikan pegawai untuk masuk. Kita minta inventarisir apa yang harus dilakukan,” ujar Budi Karya, usai meresmikan sistem Inaportnet Pelabuhan Gresik, Sorong dan Banten, di Command Center Kementerian Perhubungan, kemarin.
”Dengan demikian, pelayanan di pelabuhan yang buka 24 jam dan 7 hari dalam seminggu dapat terjadi,” imbuhnya.
Pihaknya meminta semua pihak untuk konsisten dengan sistem yang telah diterapkan. Lebih lanjut Budi Karya mengatakan, saat ini sebanyak 16 pelabuhan yang ditargetkan go live Inaportnet hingga akhir tahun 2017 sudah tercapai.
”Sekarang semua teman-teman di daerah bekerja dengan template yang sama dan saya harap ada kreatifitas sehingga selalu berkembang dan dapat sesuatu yang baru,” ujarnya.
Budi Karya menambahkan, dalam penerapan aplikasi Inaportnet yang harus dijunjung tinggi adalah komitmen, yaitu bagaimana seluruh stakeholder yang terlibat dapat patuh terhadap standar operasional prosedur yang berlaku.
Tanpa komitmen yang kuat dari seluruh pihak, maka aplikasi Inaportnet tidak akan bisa menjadi sistem yang menjadi rujukan utama untuk pelayanan kapal di pelabuhan.
”Harus ada analisis terhadap kecenderungan barang yang mengalami kenaikan dan penurunan serta apa yang harus dikembangkan,” ujarnya.
Adapun keenam belas pelabuhan yang telah mengaplikasikan Inaportnet tersebut adalah Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Palembang, Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Pontianak, Pelabuhan Banjarmasin, Pelabuhan Balikpapan, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Ambon, Pelabuhan Banten, Pelabuhan Gresik, dan Pelabuhan Sorong. (industry.co.id/radartegal.com/ac)
Ada tiga hal yang bisa menjadi kunci agar Pelabuhan Tanjung Priok bisa menjadi pelabuhan transhipment terbesar, yakni birokrasi, regulasi, dan tarif.
JAKARTA (alfijakarta): Pemerintah terus berupaya menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menjadi pelabuhan transhipment terbesar di kawasan Asia.
Kementerian Perhubungan menyatakan akan terus mendukung upaya ini dari berbagai hal.
“Konsep Transhipment nantinya memotong jalur ekspor dan impor yang selama ini harus melalui Singapura ataupun Malaysia,” kata Menhub Budi Karya Sumadi, dalam keterangannya, Rabu (11/10).
Pengiriman barang dari daerah dilakukan menggunakan kapal RoRo (roll on roll off) ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Selanjutnya, pengapalan dapat dilakukan dari Pelabuhan Tanjung Priok langsung ke negara tujuan.
Dia mengungkapkan saat ini Pelabuhan Tanjung Priok sudah menjadi pelabuhan yang berkembang. Ini bisa dilihat dari sudah masuknya kapal-kapal dengan kapasitas yang besar ke pelabuhan tersebut.
Kemudian pertumbuhan lalu lintas barang kargo dari satu shipping (pelayaran) naik 5% – 10%.
“Bahkan, saat ini (kapal) CMA CGM sudah mulai improve pengiriman bukan hanya ke Amerika tapi juga ke Eropa,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama IPC atau PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Elvyn G. Masassya mengatakan kehadiran kapal raksasa dapat memicu hadirnya kapal-kapal raksasa lainnya singgah di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Agar sesuai dengan harapan Pemerintah, Tanjung Priok benar-benar dapat menjadi pelabuhan transhipment besar di kawasan Asia,” kata Elvyn.
Budi mengungkapkan ada tiga hal yang bisa menjadi kunci agar Pelabuhan Tanjung Priok bisa menjadi pelabuhan transhipment terbesar.
Pertama, dalam hal birokrasi. Budi mengaku sudah menyampaikan agar semua aparat penegak hukum di Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dalam memberikan pelayanan yang baik.
Kedua, dari sisi kebijakan dan regulasi. Budi mengatakan pemerintah siap menampung berbagai usulan dan mendiskusikannya demi kemajuan pelayanan pelabuhan. Tentunya hal ini harus sesuai dengan undang-undang.
“Ketiga adalah tarif, dan kami harus siap untuk dapat kompetitif,” kata Menhub.
Budi juga mengaku pemerintah akan selalu mendorong pelabuhan agar dapat meningkatkan pelayanannya agar perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
Kementerian Perhubungan akan melakukan evaluasi semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada di Pelabuhan Tanjung Priok.
Dia mengungkapkan sudah ada usulan agar pelayanan Pelabuhan Tanjung Priok tetap dibuka pada hari Sabtu dan Minggu.
Kemenhub juga telah mengaktifkan layanan kapal berbasis elektronik, yakni Inapornet.
Layanan ini merupakan upaya untuk mengakomodasi pemantauan kegiatan pelabuhan dan perkapalan, menjadi lebih mudah.
Dia berharap kedepannya pelabuhan Indonesia dapat bersaing dalam kancah internasional.
“Harapan saya, kita dapat bersaing secara internasional dengan memberikan pelayanan yang baik, birokrasi yang mudah, murah, aman, dan cepat sehingga semakin banyak investor yang akan berinvestasi di Indonesia,” kata Budi.
Wajib Inaportnet
Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi mewajibkan seluruh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) menggunakan sistem Inaportnet untuk pelayanan kapal di seluruh pelabuhan.
Inaportnet merupakan sistem informasi layanan tunggal secara elektronik berbasis Internet, untuk mengintegrasikan sistem informasi kepelabuhanan yang standar dalam melayani kapal dan barang dari seluruh instansi terkait atau pemangku kepentingan di pelabuhan, termasuk sistem layanan badan usaha pelabuhan.
“Sistem ini membantu proses permohonan pelayanan kapal sampai dikeluarkannya izin pengoperasian kapal. Mulai dari kapal masuk, kapal tambat, kapal tunda, hingga kapal keluar termasuk pembayaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),” ujar Budi di sela video conference di Kantor Pusat PT Pelindo IV Jl Nusantara Makassar, Selasa (10/10/2017).
Tidak hanya itu, Inaportnet juga dapat meminimalisir praktek pungli di lingkungan pelabuhan.
“Penerapan sistem ini juga untuk memaksimalkan pelayanan kapal, serta agar dapat meningkatkan daya saing pelabuhan,” katanya.
Saat ini sudah ada 16 KSOP yang menerapkan sistem ini. Yaitu Pelabuhan Belawan, Palembang, Teluk Bayur, Panjang, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Makassar, Bitung Ambon, Sorong, Banten dan Pelabuhan Gresik.
Dirut PT Pelindo IV, Doso Agung bersyukur Pelabuhan Makassar yang pertama kali melakukan Go Live Inaportnet pada 2016 lalu.
“Bahkan, Pelabuhan Makassar menjadi pilot project penerapan Inaportnet di seluruh pelabuhan di Indonesia, menyusul kemudian Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, dan Tanjung Perak,” katanya.
Pada video conference tutut hadir Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Makassar Victor Vikki Subroto, Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Makassar Rahmatullah, Direktur Fasilitas dan Peralatan Pelindo IV Farid Padang, GM Pelindo IV Cabang Makassar Aris Tunru, dan GM Pelindo IV Cabang Terminal Petikemas Makassar (TPM) Yosef Benny Rohy. (katadata.co.id/tribunnews.com/ac)
Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, untuk mencopot Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Elvyn G Masassya, jika tidak bisa membenahi sistem logistik di pelabuhan Tanjung Priok.
Pasalnya, kata Luhut, hingga saat ini ongkos logistik di pelabuhan internasional tersebut masih tinggi. Dia mengungkapkan, waktu tunggu bongkar muat (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok memang sudah diturunkan menjadi tiga hari.
Meski demikian, mantan Menkopolhukam ini mengaku belum puas dengan capaian tersebut, karena ongkos logistik masih tetap mahal.
“Dwelling time memang berhasil diturunkan tiga hari sekian itu. Tapi saya pribadi belum puas. Karena ternyata kami cek cost-nya masih tinggi,” katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Awalnya, dia mengira ongkos logistik akan turun seiring dengan dwelling time yang mulai terpangkas. Ternyata, meski dwelling time sudah turun tapi ongkos logistik masih tetap tinggi. Seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) di pelabuhan seakan menikmati hal tersebut.
“Jadi, mereka enggak mau keluar dari comfort zone. Orang menikmati ketidakteraturan di situlah jadi bisa macam-macam,” imbuh dia.
Sebab itu, jenderal bintang empat ini meminta agar ongkos logistik di pelabuhan dapat dituruunkan. Sebab, hingga saat ini inefisiensi di pelabuhan mencpai Rp720 triliun.
“Jadi saya sudah bilang Bu Rini, kalau (Pelindo II) macam-macam ganti saja. We have to make choice,” ujar Luhut.
Penyimpangan manajemen lama
Di tempat terpisah, Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,08 triliun atas perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian pelabuhan PT Jakarta International Container Terminal atau JICT antara PT Pelindo II dan PT Hutchinson Port Holding (HPH).
“Berdasarkan hasil investigasi, BPK menyimpulkan adanya berbagai penyimpangan dalam proses perpanjangan kerja sama,” kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara saat ditemui di ruang pimpinan DPR, Jakarta, Selasa, 13 Juni 2017.
Moermahadi menuturkan indikasi kerugian yang dialami negara berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia per 2 Juli 2015, yaitu Rp 13.337 per US$.
“BPK menyimpulkan ada penyimpangan dari proses perpanjangan kerja sama yang ditandatangani 5 Agustus 2014.”
Adapun rincian penyimpangan-penyimpangan tersebut yang pertama adalah rencana perpanjangan kerja sama itu tak pernah dibahas dan dimasukkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), serta tak dimasukkan ke Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Padahal rencana perpanjangan ini telah diinisiasi oleh Direktur Utama PT Pelindo II saat itu sejak 2011. “Serta tidak diinformasikan secara terbuka kepada pemangku kepentingan dalam laporan tahunan 2014,” ujar Moermahadi.
Lalu penyimpangan kedua adalah perpanjangan perjanjian kerja sama tersebut terjadi tanpa adanya izin konsensi ke Menteri Perhubungan. Kemudian penunjukkan PT Hutchinson Port Holding oleh Pelindo II sebagai mitra juga dilakukan tanpa melalui mekanisme pemilihan mitra yang seharusnya.
Penyimpangan keempat adalah perpanjangan perjanjian kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT ditandatangani oleh Pelindo II dan HPH, meski belum ada persetujuan di dalam rapat umum pemegang saham dari Menteri BUMN.
Terakhir penunjukkan Deutsche Bank sebagai financial advisor oleh Pelindo II dinilai dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundangan.
Pekerjaan DB berupa valuasi nilai bisnis perpanjangan perjanjian kerja sama itu diduga dipersiapkan untuk mendukung tercapainya kerja sama dengan PT HPH.
Direktur utama PT Pelabuhan Indonesia II, Elvyn G Masassya mengatakan ke depannya kapal yang bersandar hari ini di Tanjung Priok akan menjadi reguler menyusul pembicaraan lebih lanjut dengan pihak perusahaan pelayaran asal Prancis tersebut, Compagnie Maritime d’Affretment-Compagnie Genarali Maritime (CMA-GSM).
“CMA ini akan menjadi regular, vessel yang datang ke tanjung priok,” ujarnya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (9/4/2017)
Menurut Elvyn, akan regulernya kapal besar yang datang ke Indonesia, merupakan upaya peningkatan kargo, yang bisa dibawa pergi dari kapal CMA.
Next stepnya , pihaknya akan mencari cara agar bagaimana bisa mengimprovisasi Tanjung Priok untuk mengonsolidasi kargo dari daerah yang dekat dengan Jakarta lalu dari Jakarta ke negara tujuan.
“Saya akan konsolidasi bagamana mengimprovisasi Tanjung Priok untuk mengonsolidasi dari daerah untuk ke negara tujuan,” kata Elvyn
Elvyn juga yakin dengan ke depannya akan muncul kapal-kapal berikutnya yang akan menyandarkan kapalnya di Tanjung Priok.
“Yakin ,kita akan muncul kapal berikutnya, sebagai komitmen kami dengan cgm dan kapal lain yang besar, dalam mewujudkan Priok ini menjadi internasional hub,” tutup Elvyn.
Diberi insentif
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bakal memberikan insentif kepada kapal berkapasitas besar dengan kapasitas 9.000 TEUs yang bersandar di Tanjung Priok.
Insentif ini diberikan agar kapal berkapasitas besar dapat mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menerangkan saat ini pihaknya masih menghitung besaran insentif yang diberikan. Menurut dia, penghitungan insentif ini dilakukan bersama bersama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) .
“Kami sedang mempelajari berapa angka-angka yang selama ini dihitung satu per satuan, kalau jumlahnya besar kita akan berikan insentif tertentu,” ujar Budi Karya saat ditemui di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (9/4/2017).
Sementara itu, Direktur Utama Pelindo II, Elvyn G Masassya mengatakan, nantinya insentif yang diberikan nantinya sifatnya progresif. Artinya, insentif diberikan sesuai dengan kapasitas kapal dan kapasitas kargo yang diangkut.
Jika kapasitas mengangkut kargo lebih banyak, maka insentif yang diberikan lebih besar. Adapun, insentif yang diberikan seperti, biaya sandar, biaya labuh, serta biaya bongkar muat.
“Pasti ada, pola progresif, semakin banyak barang yg dibawa, semakin besar kapalnya, semakin murah biaya logistiknya,” kata Elvyn.
Elvyn menambahkan, saat ini perseroan telah telah menghadirkan kapal dari perusahaan pelayaran asal Perancis, Compagnie Maritime d’Affretement Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM) dengan kapasitas 8.500 TEUs.
Kapal ini akan melayani kegiatan ekspor-impor dengan rute Pelabuhan Tanjung Priok ke West Coast, Los Angeles, Amerika Serikat.
Menurut dia, nantinya kapal yang bernama CMA-CGM Titus ini akan melayani kegiatan ekspor dan impor dengan jangka waktu seminggu sekali.
“Kita sudah punya pembicaraan dengan CGM, akan menjadi regular vessel yang datang ke Tanjung priok. Itu kan upaya peningkatan kargo, yang bisa dibawa pergi dari oleh kapal CGM,” ucap dia.
“Saya yakin akan muncul kapa besarl berikutnya. Ini juga sebagai komitmen kami dengan CGM dan lain-lain yang besar. Hal ini untuk mewudjukan Tanjung Priok sebagai internasional hub,” tandasnya.
Siap dioperasikan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyelesaikan pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok sepanjang 11,4 Km.
Jalan tol ini akan memperlancar lalu lintas keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok karena memiliki akses langsung masuk ke pelabuhan sehingga akan mengurangi kemacetan secara signifikan yang terjadi pada jalan arteri pelabuhan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, proyek ini sempat tertunda penyelesaiannya akibat pembebasan tanah yang sulit dan pembongkaran 69 tiang beton yang tidak memenuhi mutu rencana.
“Ruas tol ini akan dilewati oleh truk-truk bermuatan berat sehingga dapat dilalui kendaraan dengan beban 45 ton,” kata Menteri Basuki usai mengikuti sepeda santai bersama pegawai Kementerian PUPR melintasi Jalan Tol Akses Tanjung Priok, Minggu (9/4).
Acara sepeda santai diikuti peserta berjumlah sekitar 200 orang dengan garis start/finish di pintu gerbang Tol Semper Barat dan dimulai pada pukul 07.00 WIB.
Basuki menambahkan, membangun jalan tol sekarang ini terutama di tengah kota Jakarta sangatlah sulit.
Ia memberikan apresiasinya kepada para pelaksana pembangunan jalan tol ini dan akan melaporkan kepada Presiden Joko Widodo agar ruas ini bisa secepatnya diresmikan.
Sementara Ketua Panitia Sepeda Santai Bambang Nurhadi dalam laporannya mengatakan, Tol akses Tanjung Priok ini mulai lelang pada 2008 dan konstruksinya dimulai pada tahun 2009 lalu.
Jalan Tol akses Tanjung Priok ini merupakan bagian dari Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) dan tersambung dengan Jalan Tol Dalam Kota yakni di Seksi North South (NS) yang akan menghubungkan lalulintas dari JORR ke Cawang, Pluit, dan juga langsung ke pelabuhan. Kementerian PUPR akan menunjuk operator yang tepat sebagai pengelola jalan tol ini.
Jalan Tol Akses Tanjung Priok terdiri dari lima seksi yakni Seksi E-1 Rorotan-Cilincing (3,4 Km), E-2 Cilincing-Jampea (2,74 Km), E-2A Cilincing-Simpang Jampea (1,92 Km) dan NS Link Yos Sudarso-Simpang Jampea (2,24 Km) dan NS Direct Ramp (1,1 Km).
Untuk Seksi E-1 Rorotan – Cilincing sudah selesai dan dioperasikan tanpa tarif sejak tahun 2011. Biaya pembangunannya sebesar Rp 5 triliun, dimana Rp 1 triliun untuk pengadaan lahan dan Rp 4 triliun untuk konstruksinya.
Adapun kontraktor pelaksananya terdiri dari Kerja Sama Operasi (KSO) kontraktor Jepang dan Indonesia. SMCC – PT. Hutama Karya, Kajima – PT. Waskita Karya, Obayashi – PT. Jaya Konstruksi, dan Tobishima – PT. Wijaya Karya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menginginkan agar kapal-kapal dari negara lain yang menuju Indonesia, tidak lagi melewati Singapura atau pun Malaysia, karena itu pelabuhan di Indonesia harus mampu menampung kapal berkapasitas besar sekalipun.
Demikian pesan Budi yang disampaikan kepada Direktur Utama PT Pelindo II Elvyn G. Masassya saat pengecekan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam kegiatan pengecekan ke pelabuhan Kalibaru, Tanjung Priok, Budi sempat rapat tertutup dengan Elvyn beserta jajaran direksi Pelindo.
“Beliau hanya memberikan saran kepada kami bagaimana nanti bisa perdagangan itu meningkat. Sehingga kapal kapal besar bisa langsung ke Jakarta nggak perlu singgah lagi di Singapura atau Malaysia,” ujar Elvyn seperti dikutip bumn.go.id, hari ini.
Menurut Elvyn, bila kapal langsung menuju Indonesia maka akan mengurangi biaya logistik dari dunia usaha.
Barang yang akan dijual tentunya juga akan lebih murah. Sehingga akan mampu mencipatakan efisiensi secara ekonomi nasional.
“Kapal itu nggak perlu lagi singgah di Singapura, jadi bisa langsung ke Jakarta. Ini akan memberikan efek yang luar biasa secara ekonomi,” terangnya.
Elvyn menambahkan, NPCT1 memiliki luas lahan kurang lebih 32 Ha dan kapasitas sebesar 1,5 juta TEUs per tahun.
Dengan total panjang dermaga 850 meter pada akhir 2016 dan kedalaman -14 meter LWS (akan dikeruk secara bertahap hingga -20 meter).
Terminal baru ini diproyeksikan untuk dapat melayani kapal petikemas dengan kapasitas 13 ribu 15 ribu TEUs dengan bobot di atas 150 ribu DWT.
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) akan menjadikan Tanjung Priok sebagai transhipment port. Dengan bertambahnya fungsi Tanjung Priok sebagai transhipment port pemilik barang dapat menghemat biaya hingga Rp1 juta – Rp 1,5 juta.
“Buat pemilik barang itu bisa dapat cost saving sekitar Rp1 juta sampai 1,5 juta,” terang Direktur Utama IPC Elvyn G. Masassya saat berkunjung ke redaksi Okezone, Rabu (22/2/2017).
Pemangkasan bea tersebut adalah imbas dari efisiensi lalu lintas laut. Saat ini barang yang hendak diekspor ke Jepang harus melalui transhipment port di Singapura. Sehingga menambah beban biaya bagi pabean.
Jadi transhipment port artinya barang – barang yang hendak di ekspor dari Jawa dan Sumatera tidak perlu ke Singapura, tapi ke Tanjung Priok,” terangnya.
Pemangkasan biaya transhipment dibutuhkan agar pelayanan jasa peti kemas di Indonesia dapat bersaing dengan pelayanan jasa di luar negeri. Transhipment port Tanjung Priok ditargetkan berjalan di semester kedua tahun 2017.
Sumber: okezone.com
Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia – DKI Jakarta Raya