ALFIJAK – Pemerintah RI telah merilis asumsi dasar makro perekonomian nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pemerintah mematok angka pertumbuhan ekonomi (rata-rata) hingga 2024 mendatang berada di rentang 5,6 peraen hingga 6,2 persen per tahun. Adapun, khusus tahun 2020, pemerintah mematok target pertumbuhan di angka 5,3 persen.
Adapun, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5% tahun ini akibat mewabahnya Virus Corona yang kini telah menjadi persoalan global termasuk di Indonesia.
Lalu, bagaimana pendapat pegiat dan pebisnis logistik dalam menyikapi asumsi pertumbuhan ekonomi RI tahun ini tersebut ?.
Menurut Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, langkah dan kebijakan Pemerintah Indonesia dalam pengelolaan perekonomian yang realistis dan penuh kehati-hatian sepanjang tahun 2019 lalu masih akan berlanjut hingga tahun ini.
“Apalagi, di awal tahun ini dunia global dihebohkan dengan mewabahnya virus Corona, yang berimbas pada aktivitas perdagangan internasional termasuk Indonesia,” ujar Yukki, pada Minggu (1/3/2020), dikutip dari beritakapal.com.
Dia mengungkapkan, pada awal tahun 2020, seluruh elemen pebisnis bersama-sama dengan pemerintah, masuk dalam optimisme dan sangat dikagetkan dengan kehadiran virus yang mewabah tersebut.
Bahkan, pada Jumat, 28 Februari 2020 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa penyebaran virus semakin besar lantaran lebih dari 85.000 orang telah terinfeksi di seluruh dunia.
Yukki mengatakan, berbagai analisa akhir tahun 2019 telah menyampaikan pertumbuhan ekonomi RI di 2020 diasumsikan dikisaran 4,9 persen sampai 5,3 persen dikarenakan perang dagang yang belum berakhir, ditambah juga seluruh bursa saham di dunia mengalami pelemahan termasuk indonesia.
Disatu sisi, imbuhnya, meskipun sektor rill mengalami situasi yang memberikan dampak positif seperti parawisata, UKM maupun ritel, nyatanya juga tidak mampu terlepas dari pengaruh virus Corona tersebut.
Bahkan, pada akhir pekan ini, bursa saham Amerika jatuh lebih dari 4.5% dan Eropa jatuh >3%. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa selama 5 hari terakhir pekan ini bursa saham seluruh dunia sudah jatuh lebih dari 12%. Ini adalah salah satu penurunan terbesar dalam 3 tahun terakhir.
“Bursa saham adalah salah satu indikator ekonomi dunia dan sudah ada tanda akan terjadi kejatuhan ekonomi global akibat virus Corona,” ujarnya.
Ketidakpastian
Di Indonesia, kata Yukki, industri penerbangan, perhotelan, restoran, shopping mall dan lainnya sudah mulai terdampak. Dia bahkan memperkirakan jika wabah virus Corona ini terus menyebar, maka dalam jangka waktu 9 hingga 12 bulan kedepan adalah masa yang sangat sulit dan ketidakpastian usaha.
“Oleh karena itu, yang memiliki usaha juga perlu mulai mengantisipasinya, industri transportasi juga berdampak seperti yang dialami pelabuhan, shipping , maupun logistik termasuk dimoda laut, udara dan darat,” tutur Yukki.
Mengutip data Bapenas, terdapat 6 point dampak wabah CoronaVirus terhadap perekonomian Indonesia.
Pertama, mengingat keterkaitan China terhadap ekonomi Indonesia besar. China merupakan peringkat 2 asal PMA, peringkat 1 tujuan ekspor non migas, peringkat 2 asal impor, dan peringkat 2 asal wisman.
Kedua, akan berdampak pada turunnya ekspor Indonesia melalui dua jalur, jalur penurunan pertumbuhan ekonomi China dan dunia, serta jalur penurunan harga komoditas.
Ketiga, industri pengolahan berpotensi kembali mengalami perlambatan. Lebih dari 25 persen input produk manufaktur berasal dari China.
Keempat, kunjungan wisman dari China akan turun (2,1 juta pada 2019), berpotensi mengurangisumbangan devisa yang tercatat mencapai USD2,4 miliar pada 2019. Dengan menggunakan basis perhitungan dari Oxford Economics, jumlah wisman dari China ke Indonesia diperkirakan turun sebesar 127–456 ribu pada 2020 dengan potensi hilangnya devisa sebesar USD150–538 juta.
Kelima, dampak terhadap pasar keuangan Indonesia relatifterbatas. Meski pasar saham mengalami koreksi, tetapi nilai tukar dan yield obligasi pemerintah relatiftidak terganggu.
Keenam, perhitungan Bappenas memperkirakan dampak coronavirus terhadap pertumbuhan ekonomisebesar -0,3 persentase poin pada 2020. Namun dampak ini akan lebih kecil jika pemerintah China mengeluarkan stimulus untuk mengurangi dampak negatif wabah coronavirus terhadap pertumbuhan ekonomi China.
Yukki mengatakan, pada dasarnya sumber kekuatan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini adalah konsumsi domestik yang sumbangsihnya mencapai rata-rata 56 persen pertahun.
Kekuatan usaha kecil dan menengah (UMKM), imbuhnya, juga menjadi penting dalam kekuatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang total pelakunya sudah mencapai 60 juta dimana mereka sangat kreatif dan mampu menyerap tenaga kerja secara jumlah besar.
“Namun, wabah virus Corona juga kini dilaporkan telah mencemaskan para pelaku UKM khususnya yang berorientasi ekspor, karena aktivitas logistiknya terkena imbas,” paparnya.
Disisi lain, pihaknya juga melihat adanya kecenderungan di China, beberapa usaha yang justru mengalami peningkatan seperti e commerce , on line video dan game , produk makanan jadi dan kesehatan karena tidak bisa ke mana-mana.(ri)