ALFIJAK – Pengusaha truk logistik yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyampaikan perlunya insentif perpajakan terhadap usaha jasa angkutan barang dan logistik di Indonesia yang terdampak wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengatakan pasca adanya kasus pandemi virus corona (Covid-19) sejak dua bulan terakhir, dampaknya terhadap sektor jasa angkutan barang maupun jasa logistik tidak dapat dielakkan.
Disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang saat ini telah mempengaruhi kinerja sektor manufaktur dan turunannya telah berdampak langsung kepada para pelaku usaha jasa angkutan barang maupun jasa logistik menggunakan truk di Indonesia.
“Dalam dua bulan terakhir omset rata-rata usaha angkutan barang turun drastis hingga 60% dan diperkirakan dapat menurun lagi mencapai 90% selama periode mengatasi penyebaran Covid-19 kedepan,” ujar Gemilang.
Menurutnya, kondisi ini akan melemahkan para pelaku usaha angkutan barang dalam menjaga kestabilan usaha, serta apabila terdampaknya berlangsung selama enam bulan, maka waktu yang dibutuhkan untuk recovery perusahaan angkutan barang dan jasa logistik untuk dapat menjadi normal kembali memerlukan waktu sekitar 1-2 tahun.
Oleh karenanya, kata Gemilang, dalam rangka menjaga agar jasa angkutan perniagaan (jasa logistik) tetap bergerak maka pemerintah harus mengeluarkan stimulus ekonomi berupa insentif pajak untuk usaha jasa angkutan barang yang terdampak wabah virus Covid-19.
“Terhadap hal ini, kami telah melakukan kajian bersama para pelaku usaha angkutan barang se-Indonesia dalam upaya mencermati dampak Covid-19 terhadap jasa angkutan barang itu” ucapnya.
Gemilang menyatakan, untuk itu Aptrindo menyampaikan tujuh point masukan sebagai bahan pertimbangan pemerintah cq Kementerian Bidang Perekonomian RI dalam mengambil kebijakan guna melakukan pemberian insentif pajak usaha jasa angkutan barang yang terdampak wabah virus COVID-19.
Pertama, relaksasi pengembalian pinjaman pokok bagi perusahaan jasa angkutan barang selama 12 bulan baik kredit investasi melalui bank atau non-bank (leasing). Relaksasi ini diperlukan oleh lebih dari 1.900 perusahaan angkutan barang di Indonesia yang telah melakukan realisasi investasi selama tahun 2019 mencapai Rp 139 triliun.
Apabila tidak ada relaksasi pinjaman pokok minimal 12 bulan, maka berpotensi banyaknya perusahaan angkutan barang yang akan gagal bayar, misalnya tahun 2019 ada 93.594 unit kendaraan hasil kredit investasi yang kemunginan tidak bisa beroperasi karena ada potensi tidak semua perusahaan angkutan barang mampu bayar pokok pinjaman dalam 12 bulan kedepan lantaran masa recovery perusahaan angkutan barang bisa lebih dari 12 bulan.
Kedua, penurunan suku bunga pinjaman sebesar 50%. Relaksasi ini diperlukan oleh lebih dari 1.900 Perusahaan angkutan barang di Indonesia yang sepanjang tahun 2019 telah berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp 380,8 triliun (51,43% dari total kontribusi angkutan barang semua moda).
Saat ini perusahaan sedang mengalami masa sulit keuangan akibat minimnya order karena dampak Covid-19, serta ada komitmen dari perusahaan yang tetap mempertahankan lebih dari 73.635 karyawan dan sopir untuk tetap dipekerjakan (tidak melakukan PHK). Adanya relaksasi penurunan bunga pinjaman akan membantu perusahaan untuk tetap mempertahankan karyawan dari PHK.
Ketiga, pajak penghasilan pasal 21 (PPh pasal 21) ditiadakan selama 12 Bulan. Relaksasi ini diperlukan oleh lebih dari 1.900 Perusahaan angkutan barang di Indonesia yang telah berkontribusi terhadap pajak bagi negara selama tahun 2019 mencapai Rp. 50,3 triliun.
Bentuk relaksasi melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% minimal selama 12 bulan, terhitung mulai bulan April hingga Maret 2021. Diharapkan para pekerja/sopir di sektor jasa angkutan barang tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli dalam 12 bulan kedepan.
Keempat, relaksasi pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23). Relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh pasal 22 kepada perusahaan angkutan barang selama minimal 12 bulan terhitung mulai April hingga Maret 2021.
Kebijakan ini diharapkan akan memberikan ruang cashflow bagi perusahaan sebagai kompensasi komitmen perusahaan yang akan tetap membayar THR secara full tahun ini.
Kelima, relaksasi pajak penghasilan pasal 25 (PPh pasal 25) tahun 2019. Relaksasi diberikan melalui skema menghilangkan PPh Pasal 25 kepada sektor angkutan barang, karena melalui kebijakan ini diharapkan perusahaan jasa angkutan barang memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost.
Keenam, memberikan bantuan langsung tunai atau BLT bagi Sopir angkutan Barang. Saat ini perusahaan sedang berusaha untuk tetap mempertahankan/mempekerjakan 64.972 Sopir agar tidak ada PHK dan tetap mendapatkan penghasilan pokok, tetapi ada beberapa insentif operasional yang selama ini mereka terima, tidak dapat menerimanya karena kendaraan tidak beroperasi, maka harus ada BLT kepada 64.972 Sopir angkutan barang selama kendaraan tidak beroperasi.
Ketujuh, memberikan kepastian berusaha dan beroperasi kendaran di lapangan. Caranya, dengan menghilangkan kebijakan-kebijakan yang dapat menimbulkan perbedaaan persepsi penindakan dilapangan dan tidak sejalan dengan upaya pemberian stimulus di atas, diantaranya surat edaran BPJT No. SE. 5 BPJT tahun 2020 poin (3f) tentang pelarangan dan pembatasan kendaraan logistik.
“Pasalnya, kebijakan tersebut selama ini sering salah persepsi dalam definisi penindakan dilapangan dan berpotensi adanya pungli baru sehingga tambah memberatkan para pelaku usaha jasa angkutan barang,” tandas Gemilang.
Dia mengatakan, Aptrindo sangat mengharapkan kebijakan dan dukungan penuh dari Pemerintah sebagai regulator agar senantiasa mendorong supaya sektor usaha jasa angkutan barang tetap bisa bertahan dan tidak melakukan PHK karyawan dan sopir di tengah kondisi Covid-19 yang saat ini telah berdampak pada lesunya usaha jasa angkutan barang di Indonesia.
Harapannya, insentif perpajakan itu dapat di realisasikan oleh pemerintah dalam waktu dekat sehingga perusahaan para pengusaha angkutan barang bisa berkomitmen akan tetap mempertahankan sekitar 73.635 karyawan dan sopir yang bekerja di sektor usaha jasa angkutan barang tetap dipekerjakan (tidak dilakukan PHK).
“Selain itu agar dapat membayarkan THR bagi mereka secara penuh pada hari raya Lebaran tahun 2020 ,” ucap Gemilang.(bk/ri)