Izin Labuh Kapal Asing Gunakan e-CAIT

ALFIJAK- Tiga instansi menandatangani perjanjian kerjasama (PKS) tentang pemberian izin melintas dan/atau berlabuh atau clearance and approval for Indonesia territory (CAIT) bagi kapal asing diwilayah perairan Indonesia menggunakan sistem e-CAIT.

Penandatanganan PKS itu dilakukan oleh R. Agus H. Purnomo selaku Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Andri Hadi selaku Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, serta Mayjen TNI Andjar Wiratma selaku Asisten Intelijen Panglima TNI, di Jakarta.

PKS itu dalam rangka meningkatkan pelayanan publik secara terpadu, khususnya untuk kapal asing yang melintas/berlabuh di wilayah perairan Indonesia.

“Kami sepenuhnya mendukung bagaimana pemberian izin melintas dan/atau berlabuh di NKRI secara elektronik jadi ini sangat memudahkan namun security harus tetap dijaga,” ujar Dirjen Agus saat memberikan sambutan pada acara penandatanganan PKS itu di Kantor Kementerian Luar Negeri, awal pekan ini.

Dia mengatakan dengan system e-CAIT ini diharapkan kapal-kapal cruise luar negeri dapat melintas dan berlabuh di Indonesia lebih lama. “Kapal-kapal cruise yang datang/sandar ke Indonesia hanya beberapa jam, kita sama-sama lobi para pihak supaya agen-agen kapal cruise itu bisa melintas di Indonesia lebih lama sehingga mereka (para wisatawan) sempat keluar (kapal), sempat menjelajah wisata di Indonesia,” ucapnya.

Sehubungan dengan Perjanjian Kerjasama tersebut, Dirjen Agus berharap pihaknya dapat berkolaborasi kembali dengan mengembangkan sistem kerjasama yang lain. “Harapan kami kita akan kolaborasi kembali Insya Allah dimana sistem yang kita punya sekarang ini bisa lebih dioptimalkan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko, menyampaikan bahwa perjanjian kerjasama ini merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2015 tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia.

“Sebelumnya memang sudah ada kerjasama tentang hal ini, dan kami sepakat untuk melanjutkan kerjasama terkait pemberian persetujuan melintas/berlabuh bagi Kapal Laut Asing di wilayah perairan Indonesia setelah diterbitkannya PP No 105 Tahun 2015,” ungkapnya.

Dia mengatakan, CAIT kapal asing, adalah izin melintas dan/atau berlabuh di wilayah perairan Indonesia bagi kapal asing yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. “CAIT ini terdiri dari Diplomatic Clearance, Security Clearance dan Sailing Permit, sehingga tentunya dibutuhkan izin dari 3 institusi, yakni Kementerian Luar Negeri, TNI, dan juga Kementerian Perhubungan,” tuturnya.

Pemberian izin ini, menurut Capt. Wisnu akan dilaksanakan secara elektronik melalui aplikasi e-CAIT, yaitu seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indicator, prosedur, perangkat, teknologi, serta sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu, yang digunakan untuk mengakses data CAIT kapal asing.

Dalam perjanjian kerjasama inilah diatur mengenai prosedur pemberian CAIT kapal asing secara terpadu, penggunaan, pengembangan serta pengelolaan e-CAIT, serta pembagian hak dan kewajiban dari ketiga institusi.

“Perjanjian kerjasama ini dibentuk dengan maksud untuk menyamakan pemahaman dan memberikan dasar hukum bagi para pihak dalam pemberian CAIT kapal asing, sehingga dapat terwujud pengawasan dan pengamanan terhadap kapal asing yang memasuki perairan Republik Indonesia secara cepat, tepat dan terpadu,” pungkas Capt. Wisnu.

Adapun terkait penyediaan aplikasi sistem jaringan internal, gateway dan security system serta pemeliharaan program aplikasi e-CAIT akan menjadi kewajiban dari Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri selaku pihak pertama.

“Selain itu, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri juga berkewajiban untuk mengembangkan program aplikasi e-CAIT berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan oleh semua pihak,” imbuhnya.

Capt. Wisnu menambahkan, bahwa semua pihak memiliki kewajiban untuk menunjuk atau menentukan penanggung jawab sebagai pemegang wewenang akses penggunaan e-CAIT dan menjamin keberlangsungan koneksi pada aplikasi dan ketersediaan data pada e-CAIT.

“Penggunaan e-CAIT ini akan mulai diberlakukan 2 (dua) bulan sejak ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama ini,” katanya.

Selain itu, Capt. Wisnu juga menjelaskan bahwa Permohonan CAIT Kapal Asing dapat diajukan oleh Pemohon melalui aplikasi e-CAIT paling lambat 10 hari kerja sebelum pelayaran dilaksanakan dengan melakukan registrasi untuk memperoleh akses e-CAIT.(ri)

IMLOW Minta Importir Limbah Ditindak

ALFIJAK – Pemerintah perlu mengambil tindakan tegas terkait mangkraknya importasi ribuan kontainer berisi limbah plastik yang diduga mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3) di pelabuhan Tanjung Priok.

Indonesia Maritime Transportation and Logistic Watch (IMLOW) menyatakan perusahaan importir yang melakukan importasi itu harus bertanggung jawab, supaya jangan sampai kontainer-kontainer bermasalah tersebut di abandon (terlantarkan) oleh pemiliknya.

Sekjen IMLOW, Achmad Ridwan Tento mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar mengirimkan surat ke Kemenkumham dalam hal ini Dirjen Imigrasi, supaya para direksi Perusahaan Importir yang terlibat importasi limbah plastik itu dicekal untuk bepergian keluar negeri.

“Untuk menghindari terjadinya abandon, Importirnya harus segera dicekal utk pergi keluar negeri. Sebab bila peti kemas limbah plastik ini di abandon maka siapa yang bertanggung jawab untuk mereekspornya,” ujar Ridwan melalui keterangan persnya pada Jumat (24/1/2020).

Hingga saat ini, importasi ribuan kontainer limbah plastik diduga mengandung B3 masih mangkrak di wilayah pabean pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara.

Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai, di Pelabuhan Tanjung Priok, masih terdapat 1.024 bok kontainer impor yang diduga berisi limbah plastik tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 14 kontainer memenuhi syarat, 2 kontainer telah di reekspor oleh PT PDPM, sementara 1.008 kontainer belum diajukan pemberitahuan pabeannya.

Kontainer-kontainer limbah plastik itu masuk dari berbagai negara antara lain; Australia, Belgia, Perancis, Jerman, Yunani, Belanda, Slovenia, Amerika Serikat, Selandia Baru, HongKong, dan United Kingdom.

Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, juga telah menginstruksikan kepada tiga importirnya untuk menyelesaikan pengurusan dokumen kepabeanan dan kewajibannya terhadap ribuan kontainer impor berisi limbah plastik diduga mengandung B3 yang hingga kini masih menumpuk di pelabuhan Priok.

Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Jece Julita Piris mengatakan, instansinya telah memanggil tiga perusahaan importir pemilik kontainer bermasalah tersebut.

Ketiga importir itu yakni; PT New Harvestindo International, PT Harvestindo International, dan PT Advance Recycle Tecnology.

Sidak DPR

Sementara itu, pada Kamis (23/1/2020), pimpinan dan anggota Komisi IV DPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai melakukan sidak di lokasi kontainer berisi limbah sampah impor itu.

Sempat terjadi perdebatan antara rombongan dan perwakilan pemilik kontainer impor itu lantaran perwakilan menyebutkan barang tersebut bukanlah sampah melainkan bahan baku yang akan didaur ulang menjadi plastik.

“Orang juga sudah tahu ini bukan bahan baku, tapi sampah. Ini masih tampak luar, bagaimana kalau di bagian dalam ada limbah medis atau berbahaya lainnya,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi yang juga kepala rombongan, Kamis (23/1).

Komisi IV DPR juga meminta agar kontainer-kontainer impor diduga bermasalah itu segera di reekspor, serta memperbaiki aturan perdagangannya (Permendag) serta evaluasi kerja lembaga surveyor yang terlibat.(sumber: beritakapal.com)

ALFI Dorong Optimalisasi Pelabuhan Benoa Bali

ALFIJAK : ALFI Bali telah mengambil inisiatif mengundang stakeholder dan pemerintah dalam upaya mengatasi kepadatan lalu lintas (lalin) rute Gilimanuk-Denpasar.

Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali, AA. Bayu Joni Kamis (23/1) mengatakan kepadatan lalin ini dengan mengoptimalisasi pelabuhan Benoa tanpa menganggu kelancaran ekspor barang.

Bayu Joni menyampaikan Bali mendukung upaya pemerintah untuk mengatasi kepadatan lalu lintas. Ini guna mengurangi kecelakaan, kerusakan jalan khusus angkutan Over dimension Over Load dapat dialihkan via laut.

Wakil Ketua Umum Kadin Bali Bidang Logistik dan Forwarding ini menjelaskan optimalisasi transportasi laut dengan mempersiapkan Pelabuhan Benoa berdaya saing dan lancar.  “Angkutan ekspor perlu dipertimbangkan karena terkait dengan konektif vesel dan penyumbang devisa, serta barang kerajinan UMKM  Bali,” jelas  AA. Bayu Joni.

Wakil Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Logistik & Forwonder Indonesia ALFI-ILFA Bali, Rudy Siregar mengatakan ALFI terus mendorong Pelabuhan Benoa menjadi pelabuhan memberi harapan besar penopang pengembangan industri kreatif di Bali. Selain menentukan persaingan nilai jual produk industri lokal penopang sektor pariwisata, ketersedian Pelabuhan Ekspor-Impor akan mempercepat pengiriman produk ekspor ke negara pasar.

Menurutnya, Bali sebagai tujuan wisata dunia memiliki potensi produk kerajinan dan perikanan. Produksi industri di Bali cukup besar untuk penopang sektor pariwisata.

Sektor pariwisata Bali bahkan dijadikan tempat pemasaran produk kerajinan dari provinsi lain di Indonesia.  “Bali mampu menjadi etalase berbagai produk indonesia untuk di ekspor ke luar negeri,” ucapnya.

Rudy Siregar memaparkan untuk meningkatkan daya saing produk tersebut, harus diikuti dengan biaya logistik yang ekonomis dan efisien. Ini dengan harapan  biaya ekspor dan impor dari dan ke luar negeri yang dapat ditekan.

Dengan demikian, ini akan mampu mendorong persaingan produk industri dari Bali  dengan produk industri negara lain. Daya saing meningkatkan, harapan Pemprov Bali dan pemerintah pusat untuk peningkatan ekspor bisa dicapai secara maksimal.

Ketika pelabuhan Benoa bisa dimaksimalkan,  pengusaha logistik di Bali tentu akan bergairah. Ini karena akan dapat menangani proses angkutan kargo logistik secara keseluruhan. “Oleh sebab itu, kami berharap pemerintah dan pihak regulator untuk mendorong terwujudnya rencana tersebut,” tegas Rudy Siregar.(sumber: bisnisbali.com)

Angkutan Penyeberangan Butuh Perhatian

ALFIJAK- Praktisi dan pemerhati sektor transportasi logistik, Bambang Haryo Soekartono (BHS), meminta Presiden Jokowi segera mengatasi permasalahan tarif angkutan penyeberangan.

Pasalnya keterlibatan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi dalam penetapan tarif angkutan penyeberangan dinilai langkah mundur, karena dapat memperpanjang rantai birokrasi dan menghambat usaha.

“Hal ini terbukti dengan berlarut-larutnya penetapan tarif penyeberangan (kapal ferry) yang telah diusulkan Kementerian Perhubungan sejak akhir tahun lalu. Untuk itu harus dikaji kembali oleh Kemenko Marves. Padahal pembahasan tarif di Kemenhub sudah molor selama 1,5 tahun dan belum pernah naik sejak tiga tahun lalu. Sesuai regulasi, evaluasi tarif penyeberangan seharusnya dilakukan enam bulan sekali,” ujar Bambang, baru-baru ini.

Menurutnya, keterlibatan Kemenko Marves dalam evaluasi tarif penyeberangan bertentangan dengan semangat Inpres No 7/2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.

“Kemenko Marves justru menghambat kemudahan berusaha karena birokrasi makin panjang dan bertele-tele, tidak sesuai dengan jargon Presiden Jokowi memangkas regulasi dan birokrasi,” imbuhnya.

Bambang menerangkan, sejak era Orde Baru, birokrasi evaluasi tarif telah dipangkas dengan menghilangkan mekanisme melalui DPR RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 21/1992 tentang Pelayaran. Ketentuan itu diperkuat dengan PP No. 82/1999 tentang Angkutan di Perairan, yang menyebutkan penetapan tarif cukup melalui Menteri Perhubungan.

“Orde Baru sekalipun menyadari tarif angkutan adalah masalah krusial karena menyangkut keselamatan penumpang dan logistik. Seharusnya pemerintahan Jokowi yang berorientasi maritim lebih sensitif dan responsif,” tuturnya.

Selain itu, Bambang juga menilai Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkesan tidak mengerti sektor transportasi dan maritim, sehingga lamban merespons usulan tarif penyeberangan.

Menurut dia, dampak kenaikan tarif terhadap harga barang yang diangkut hanya 0,05 persen sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Kenaikan itu mungkin kecil bagi pemilik barang, tetapi besar artinya bagi angkutan penyeberangan untuk menjaga kelangsungan usaha dan menjamin keselamatan nyawa publik.

“Evaluasi tarif penyeberangan sebenarnya bukan domain Menko Marves, melainkan Menko Perekonomian. Jika pun terlibat, Menko sebaiknya hanya mengawasi dan membantu agar birokrasinya lancar. Bukan justru menciptakan birokrasi baru,” jelasnya.

Anggota DPR RI periode 2014-2019 itu menilai, jika angkutan penyeberangan berhenti operasi dalam waktu dekat karena kesulitan membayar gaji karyawan dan kewajiban lain. Kalau penyeberangan kolaps dampaknya sangat luas, angkutan penumpang dan logistik terhenti sehingga ekonomi akan berhenti.

Oleh karena itu, BHS mendesak Presiden Joko Widodo memperhatikan masalah ini. Karena penetapan tarif ini sudah molor cukup lama, sementara kondisi usaha penyeberangan nasional semakin kritis.

Selain terganjal birokrasi, Bambang Haryo Soekartono juga menilai sektor pelayaran kini juga dibebani banyak regulasi baru yang menambah biaya hingga 100 persen, belum termasuk kenaikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 1.000 persen.(ri)

Pelabuhan Multipurpose Disiapkan di Labuan Bajo

ALFIJAK – Pelabuhan khusus logistik atau multipurpose berkapasitas 100.000 twenty foot equivalent units (TEUs) akan dibangun di daerah Waikelambu, Manggarai Barat, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan hal itu saat melakukan tinjauan ke area yang akan dibangun Pelabuhan Logistik Multipurpose, Labuan Bajo, Minggu (19/1/2020).

“Hari ini saya ke Waikelambu, Kecamatan Komodo Manggarai Barat ini memang kita berminat membangun satu pelabuhan untuk logistik. Karena di pelabuhan lama itu ada 2 kegiatan yaitu untuk penumpang dan logistik, jadi kurang optimal,” jelas Menhub.

Dengan dibangunnya Pelabuhan yang terletak sekitar 15 Km dari dari lokasi pelabuhan lama atau eksisting saat ini, diharapkan distribusi logistik berjalan lebih cepat dan lancar.

Menhub Budi menjelaskan untuk Pelabuhan logistik ini akan dbangun dengan kapasitas mencapai 100.000 TEUs. Menhub mengatakan, meskipun saat ini volumenya masih 24.000 TEUs namun kedepannya diyakini akan terus bertambah.

“Untuk mensinergikan kegiatan-kegiatan di sini, nanti di sini juga akan ada tempat supply dari Pertamina untuk BBM. Jadi di satu tempat kita lakukan fungsi yang beragam,” tuturnya.

Menhub Budi mengatakan untuk pembangunan ini perlu adanya koordinasi dan kerjasama antara Kemenhub, Pelindo III dan stakeholder lainnya agar berjalan dengan lancar sesuai rencana.

“Oleh karenanya ini kerjasama Kemenhub ada Pak Dirjen ada Kadishub, ada Dirut Pelindo III, Dir Kepelabuhanan. kita memikirkan ini secara jangka panjang. Pelindo III membebaskan tanah tapi konstruksi dilakukan dengan APBN,” ucapnya.

Perbaikan Akses

Menhub Budi juga menyatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk melakukan perbaikan jalan dan memudahkan aksesbilitas menuju tempat Pelabuhan Logistik akan dibangun.

Lokasi Pelabuhan Logistik yang akan dibangun hanya 19 menit waktu tempuh dari Bandara Komodo dan dari Pelabuhan Labuan Bajo yang lama hanya sekitar 30 menit. Pengerjaan pembangunan tersebut akan dikerjakan secara multiyears namun untuk tahap awal ditargetkan selesai pada Desember 2020 dengan anggaran yang disiapkan untuk Tahap I sebesar 200 miliar rupiah.

Sementara itu, untuk Pelabuhan Lama, lanjut Menhub, akan dibuat Pelabuhan khusus penumpang yang akan dibangun promenade atau tempat untuk berjalan-jalan sepanjang kurang lebih 1 Km. Nantinya di Pelabuhan Penumpang itu akan menjadi pusat turis yang akan berangkat dan kembali dari Pulau Komodo atau pulau lainnya.

“Presiden memberikan instruksi untuk pelabuhan lama yang akan menjadi Pelabuhan Penumpang harus segera selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Oleh karenanya kita harus kerja keras,” papar Menhub.(ri)

Terminologi Surcharges Sulfur Kapal Kurang Tepat

ALFIJAK- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia mempertanyakan terminologi dikenakannya biaya tambahan (surcharges) kepada pemilik barang oleh pelayaran atas kewajiban pihak pelayaran/kapal menggunakan bahan bakar (BBM) dengan kandungan sulfur maksimal 0,5% m/m, atau sulfur rendah/low sulfur.

Adil Karim, Ketua DPW ALFI DKI Jakarta mengatakan, terminologi surcharges tersebut kurang tepat lantaran mengakibatkan kebingungan dan pertanyaan para pemilik barang kepada pihak yang mewakilinya dalam hal ini forwarding.

Kendati begitu, Adil mengatakan biaya tambahan akibat penggunaan sulfur rendah oleh pelayaran atau low sulfur surcharges (LSS) belum dialami oleh pemilik barang maupun forwarding yang mewakilinya di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

“Kami belum menerima laporan ada perusahaan aggota yang dikutip LSS di Priok. Yang jelas menurut kami terminologi surcharge itu kurang tepat, kalau pelayaran mau pakai istilah kenaikan ongkos angkut kan bisa saja, jangan lalu menggunakan istilah surcharges.Ini yang bikin kami bingung kok barang kami dikenai surcharges?,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (17/1/2020).

Kendati begitu, Adil mengingatkan agar perusahaan pelayaran tidak memakai terminologi surcharges tersebut karena istilah itu sulit diterima oleh kargo owners.

Berdasarkan informasi yang dihimpun ALFI DKI, pihak pelayaran nasional yang melayani pengangkutan peti kemas domestik telah menyebarkan pemberitahuan bakal mengenakan low sulfur surcharges (LSS) termasuk untuk rute dari Jakarta (Pelabuhan Tanjung Priok) ke beberapa wilayah.

Misalnya, terhadap peti kemas berukuran 20 kaki untuk rute Jakarta-Palembang dan Jakarta-Semarang dikenakan surcharge Rp.400 ribu/bok, Jakarta-Banjarmasin Rp.800 ribu/bok, Jakarta-Pare Pare Rp.1,2 juta/bok, dan Jakarta-Timika Rp.1,7 juta/bok.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewajibkan penggunaan bahan bakar low sulfur bagi setiap kapal yang beroperasi di perairan Indonesia, baik itu kapal berbendera Indonesia maupun asing.

Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. 35 Tahun 2019 tanggal 18 Oktober 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Bahan Bakar Low Sulfur dan Larangan Mengangkut atau Membawa Bahan Bakar yang Tidak Memenuhi Persyaratan serta Pengelolaan Limbah Hasil Resirkulasi Gas Buang dari Kapal.

Saat ini, kapal-kapal di Indonesia masih menggunakan bahan bakar dengan kadar sulfur sebesar 3,5%. Berdasarkan regulasi International Maritime Organization (IMO) 2020 yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2020 tersebut, pemerintah mewajibkan kapal-kapal Indonesia menggunakan bahan bakar dengan kadar sulfur maksimal sebesar 0,5% yang bertujuan untuk mengurangi tingkat polusi udara.(ri)

DEL Tunjuk Direksi Baru


ALFIJAK – PT Dewata Freight International Tbk (DEL) melakukan perombakan pada susunan dewan komisaris dan direksi perseroan.

Dalam rapat umum pemegang saham luar biasa yang diadakan pada Senin (13/1/2020), diputuskan pemberhentian dengan hormat Rico Rustombi dari jabatannya sebagai Komisaris Utama perseroan dan I Ketut Satyagraha yang sebelumnya menjabat sebagai Komisaris perseroan.

Selain itu, pemegang saham juga menyetujui pemberhentian dengan hormat Bimada yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama perseroan dan mengangkat kembali sebagai Komisaris perseroan.

Adapun mata acara lainnya pada RUPLSB tersebut adalah pengangkatan Yukki Nugrahawan Hanafi sebagai Komisaris Utama perseroan.

Pemegang saham juga menyetujui pengangkatan Nofrisel selaku Direktur Utama perseroan.

Terhitung sejak ditutupnya rapat, susunan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi adalah sebagai berikut:

Dewan Komisaris

Komisaris Utama: Yukki Nugrahawan Hanafi
Komisaris: Bimada
Komisaris Independen: Fadel Akbar

Dewan Direksi

Direktur Utama: Nofrisel
Direktur: Selvi Yuniar
Direktur: Titan Erawati
Direktur: Nur Hasanah
Direktur Independen: Herry Susanto

‘Zero ODOL’ Truk Logistik Tak Sinkron

ALFIJAK- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung penuh rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam mengimplementasikan kebijakan zero over dimensi dan over load (ODOL) terhadap truk logistik mulai 2021.

Kendati begitu, Kemenperin meminta agar Kemenhub mempertimbangkan kembali penerapan regulasinya hingga pada 2023-2025 dengan memperhatikan jenis dan karakteristik pada industri nasional.

Hal itu terungkap dalam surat Kemenperin No:872/M-IND/12/2019 tanggal 31 Desember 2019 yang ditandatangani Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Dalam suratnya itu, Kemenperin dan industri nasional pada prinsipnya menyatakan mendukung kebijakan Zero ODOL sebagai penegakkan hukum terhadap peraturan perundangan yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan barang yang bertujuan untuk meminimalisir dampak buruk dari over dimension dan over load.

Kemenperin juga menyadari bahwa logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri nasional sangat bergantung pada moda transportasi darat yaitu truk, mengingat moda transportasi laut maupun perkeretaapian hingga kini belum mampu mengurangi beban dari transportasi darat tersebut.

Dalam suratnya itu, Kemenperin menyampaikan bahwa dampak implementasi Zero ODOL secara penuh pada 2021 cenderung akan mengurangi daya saing industri nasional lantaran penambahan jumlah angkutan akan memerlukan waktu dan investasi, menambah kemacetan, menambah kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), serta meningkatkan emisi CO2.

Selain itu, berpotensi meningkatkan kecelakaan di jalan raya mengingat banyak infrastruktur jalan yang belum sesuai, dan terutama meningkatkan biaya logistik yang cukup besar.

Kemenperin juga meminta Kemenhub agar dalam implementasi secara penuh kebijakan Zero ODOL pada 2021 tidak meresahkan industri nasional. Oleh karenanya, Kemenperin meminta Kemenhub mempertimbangkan kembali kebijakan itu pada 2023-2025 dengan memperhatikan jenis dan karakteristik pada industri dalam negeri.(ri)

Maspion Group Garap Pelabuhan di Gresik

ALFIJAK- Bos Maspion Group, Alim Markus mengungkapkan segera memulai proyek pelabuhan dengan perusahaan Uni Emirat Arab (UEA). Nilai proyek itu sekitar US$ 1,2 miliar atau setara Rp 16,8 triliun (dengan kurs Rp 14.000).

Pelabuhan itu dibangun di kawasan industri Maspion di Gresik, Jawa Timur. Kapasitas pelabuhan itu hingga 3 juta teus.

“Kita kerja samanya dengan DP World,” tutur Alim di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

“Kalau proyek kita sendiri yang sudah pasti ini US$ 1,2 miliar di dalam US$ 18,8 miliar. Untuk pelabuhan di kawasan industri Maspion di Gresik, kita udah teken agreement yang 3 juta teus,” ungkap Alim.

Alim menyatakan kerja sama ini akan dilakukan dengan Dubai Port World. “Kita kerja samanya dengan DP World,” ucapnya.

Kemudian, Alim pun mengatakan dia akan turut serta rombongan pemerintah yang menuju ke UAE untuk meneken kerja sama investasi US$ 18,8 miliar.

“Tanggal 10 saya sama Pak Welly Muliawan CFO Maspion Group ke Dubai. Terus langsung naik kereta cepat saya tanggal 11-nya ke Abu Dhabi saya nanti ketemu sama pak Jokowi, saya menyambut. Jadi yang ini kita membicarakan teken agreement yang 3 juta teus juga,” ungkap Alim, seperti dikutip dari detik.com.

Sebagai catatan, DP World pernah menjadi pemegang saham Terminal Peti Kemas Surabaya. Saat berakhir konsesi tahun 2019 lalu, DP World tidak memperpanjang konsesi tersebut. Selanjutnya, DP World  menjalin MoU dengan Maspion Group untuk membangun Terminal Peti Kemas di Gresik.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan pembangunan pelabuhan peti kemas dan kawasan industri di Gresik Jawa Timur tersebut paling lambat dimulai tahun 2021. Menurut Menhub, investasi tersebut bernilai USD1,2 miliar, dengan pembagian investasi antara pihak swasta Indonesia dan UEA yakni 51% berbanding 49%.

MoU antara DP World dan Maspion sendiri sudah ditandatangani oleh CEO Maspion Alim Markus dengan CEO DP World Sultan bin Sulayem. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo bersama Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan turut menyaksikan penandatanganan MoU tersebut.(ri)