Arsip Tag: Carmelita Hartoto

GINSI tolak uang jaminan kontainer, INSA bersikukuh tetap tagih

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) tetap menolak kutipan uang jaminan kontainer eks-impor oleh pelayaran asing karena sangat membebani biaya logistik nasional.

JAKART (alfijak): Isu perlunya transparansi pun mengemuka, sementara di sisi lain muncul pula bahwa kutipan tersebut lazim terjadi di pelayaran internasional.

Sekjen BPP GINSI Erwin Taufan mengatakan jaminan kontainer sudah menjadi persoalan di seluruh pelabuhan Indonesia.

“Kami ingin segera ada solusi karena kutipan jaminan itu sangat membebani pemilik barang,” ujarnya dalam Forum Group Discussion (FGD) Uang Jaminan Kontainer Eks-Impor yang digelar BPD GINSI DKI Jakarta pada Rabu (29/8/2018).

FGD itu dihadiri ratusan perusahaan importir di DKI Jakarta, Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, perwakilan manajemen PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dan manajemen terminal peti kemas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, serta asosiasi terkait di Pelabuhan Priok.

Ketua BPD GINSI DKI Jakarta Subandi mendesak perlunya pihak independen yang menyurvei kerusakan kontainer saat hendak dikeluarkan dari terminal atau pelabuhan.

“Soalnya, alasan pelayaran mengutip uang jaminan kontainer itu kan karena alasan untuk meng-cover kerusakan dan kehilangan, tetapi praktiknya di lapangan kutipan ini cuma jadi bancakan saja karena kontainer tidak rusak juga dianggap rusak. Ini sudah tidak fair bagi iklim usaha,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pelayaran asing dan pengelola depo peti kemas kosong eks-impor harus lebih transparan menyangkut terjadinya kerusakan kontainer pasca-importasi itu.

“Pemilik barang jangan diakal-akali, makanya kami mendesak tak perlu ada uang jaminan dan harus ada surveyor independen untuk menilai kerusakan kontainer. Jangan cuma sepihak,” paparnya.

Subandi mengungkapkan kutipan uang jaminan kontainer yang dipungut pelayaran asing kepada pemilik barang di Indonesia rata-rata Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per boks.

Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Hermanta mengatakan regulasi penghapusan uang jaminan kontainer eks-impor sudah sangat tegas yakni diatur lewat surat edaran Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub No. UM.003/40/II/DJPL-17 tanggal 19 Mei 2017.

“Terhadap uang jaminan kontainer yang masih berjalan sampai saat ini masuk kategori pelanggaran hukum dan masuk ranah pidana dan perdata,” ujar Hermanta.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) Muslan A. R. mengatakan penggunaan uang jaminan kontainer yakni untuk apabila kontainer itu hilang dan apabila terjadi kerusakan.

Dari sisi pengelola depo penyimpanan, tuturnya, pelayaran juga belum meratifikasi aturan sesuai dengan standar internasional menyangkut kriteria kerusakan kontainer sehingga dokumen kerusakan kontainer yang diterbitkan oleh operator depo masih dianggap sebagai dokumen yang lemah.

“Hal ini karena memang pelayaran juga melarang agar dokumen inspeksi/pemeriksaan kontainer (EIR) jangan diberikan kepada forwarder maupun importir,” ujarnya.

Sebelumnya, Indonesia National Shipowners Association (INSA) menyatakan akan menjembatani dan menyepakati jaminan kontainer terhadap kegiatan impor agar tidak berupa uang, melainkan bank garansi mengingat jaminan kontainer merupakan domain business to business (b-to-b).

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan jaminan kontainer merupakan praktik yang biasa terjadi di pelayaran internasional dan hal itu bersifat b-to-b.

“Untuk anggota INSA, kami akan menjembatani agar bentuk jaminan kontainer itu tidak berupa uang, melainkan berupa bank garansi,” ujarnya.

Menurut dia, saat ini tidak semua perusahaan pelayaran asing mengutip uang jaminan kontainer kepada pemilik barang impor di Indonesia. (bisnis.com/ac)

Pelayanan JICT lambat, INSA tagih kompensasi

Indonesian National Shipowners’ Association atau INSA meminta kompensasi kepada PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) atas keterlambatan pelayanan bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengungkapkan pengusaha menanggung kerugian yang signifikan karena pelayanan kepada kapal-kapal di pelabuhan molor hingga 44 jam dari operasional normal empat jam.

“Semestinya ada kompensasi yang sesuai untuk perusahaan pelayaran yang alami kerugian akibat lambannya kinerja JICT,” ujar Carmeilita, Kamis (11/1/2018).

Dia menambahkan perlambatan kinerja JICT bakal berdampak besar bagi kelancaran rantai pasok bila pelayanan JICT masih lamban. Hal ini sekaligus bisa mencoreng reputasi JICT sebagai terminal kontainer ekspor-impor terbesar di Indonesia. INSA berharap JICT bisa segera memperbaiki produktivitas guna menghindar kondisi yang lebih buruk.

Untuk diketahui, produktivitas JICT molor akibat peralihan tenaga kerja alih daya operator alat bongkar muat jenis Rubber Tyred Gantry Crane (RTGCC) dari PT. Emco Logistic kepada PT. Multi Tally Indonesia (MTI).

Carmeilita menekankan, JICT seharusya mempersiapkan sumberdaya manusia dan teknis secara matang sebelum mengalihkan operator alat bongkar muat.

Dia mencontohkan peralihan operator bisa dilakukan secara bertahap dengan melibatkan SDM berpengalaman sehingga keterlambatan pelayanan bisa diminimalisasi saat arus barang tidak terlalu tinggi.

Carmeilita mempertanyakan, peralihan operator bongkat muat justru dilakukan JICT saat hari kerja atau saat arus barang cukup tinggi.

Di lain pihak, pihak JICT menyampaikan permohonan maaf kepad apengguna jasa atas keterlambatan layanan di JICT.

Riza Erivan, Wakil Direktur Utama JICT mengatakan perlambatan kinerja bersifat sementara dan akan segera berjalan normal setelah adanya pergantian pemasok RTGC.

Riza mengatakan, pergantian supplier RTGC merupakan langkah strategis yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada para pelanggan. Penetapan MTI juga telah melalui proses lelang terbuka dan sesuai standar kerja di JICT.

“Perubahan vendor ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas layanan JICT agar memberikan manfaat yang optimal kepada pelanggan,” ujar Riza dalam keterangan resmi, Rabu (10/1/2018).

Menurut Riza JICT, telah beberapa kali melakukan pergantian supplier RTGC. Diawal pergantian, vendor yang baru cenderung melakukan penyesuaian dengan sistem dan ritme kerja di JICT.

Apalagi sejak akhir 2017 hingga menjelang Imlek tahun ini volume petikemas di terminal JICT meningkat signifikan. (bisnis.com/ac)

Industri pelayaran bakal tumbuh stabil 2018

Industri pelayaran nasional optimistis melihat prospek bisnis tahun depan. Kinerja sebagian besar sektor diyakini akan cerah, kendati terdapat sektor yang belum menunjukkan tren pertumbuhan signfikan pada 2018.

JAKARTA (alfijak): Asumsi dasar ekonomi makro APBN 2018, mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,4 persen, dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, stabil di Rp13.400 dan harga minyak US$48 per barel.

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, berdasarkan asumsi ekonomi makro yang tumbuh moderat, industri pelayaran nasional dinilai tidak banyak mengalami pertumbuhan signifikan pada angkutan domestik.

Namun, beberapa sektor pelayaran nasional yang melayani kegiatan ekspor dan impor diyakini akan mengalami pertumbuhan bertahap pada awal kuartal kedua tahun depan. Hal itu tidak terlepas dari membaiknya harga komoditas seperti batu bara dan crude palm oil (CPO) global mulai beberapa waktu belakangan ini.

Pendorong lain membaiknya kinerja sektor pelayaran pada angkutan ekspor impor, adalah dampak positif dari Paket Kebijakan Ekonomi XV terkait, Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional. Dan, Permendag No. 82/2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.

Permendag itu yang mewajibkan ekspor impor menggunakan kapal yang penguasaannya di bawah perusahaan angkutan laut nasional itu untuk komoditas batu bara, CPO dan beras.

Aturan yang diyakini akan menekan defisit neraca perdagangan jasa Indonesia ini disahkan pada Oktober lalu dan mulai aktif diberlakukan pada Mei 2018.

“Kinerja pelayaran nasional diprediksiakan tumbuh bertahap terutama pada sektor angkutan curah, tongkang atau tug and barge, dan kargo kontainer,” ujar Carmelita dikutip dari keterangan resminya, Rabu 20 Desember 2017.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum III DPP INSA Darmansyah Tanamas menambahkan, kebutuhan kapal tongkang untuk angkutan curah domestik saat ini cukup tinggi, sebagai dampak dari gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah.

Banyak kapal tongkang yang melayani pengangkutan material infrastruktur, seperti semen, batu dan pasir untuk pembangunan infrastruktur di wilayah timur Indonesia.

Rencana beroperasinya beberapa pembangkit listrik di tahun 2018, tentunya akan menambah volume angkutan laut domestik, baik untuk kapal curah maupun kapal tongkang.

Diharapkan tahun 2018, kondisi angkutan laut di sektor angkutan curah domestik mengalami pertumbuhan yang meningkat dibandingkan 2017.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum I DPP INSA Witono Soeprapto mengatakan, sektor angkutan kontainer domestik dinilai masih stabil. Volume kargo nasional diyakini tumbuh 10-20 persen dari tahun ke tahun.

Pertumbuhan kargo yang relatif stagnan dalam beberapa tahun terakhir masih lebih lamban ketimbang pertumbuhan jumlah ruang muat kapal.

Akibatnya, persaingan angkutan laut sektor kontainer kian ketat kendati masih pada level persaingan sehat dan belum mendorong pelaku usaha melakukan konsolidasi kontainer, seperti yang terjadi di pelayaran kontainer luar negeri.

INSA pun mengapresaisi pemerintah yang telah melibatkan pelayaran swasta nasional dalam Program Tol Laut pada 2017.

INSA juga mengusulkan optimalisasi sinergi antara pelayaran BUMN dan swasta nasional dengan pemanfaatan ruang muat pelayaran swasta nasional. (viva.co.id/ac)

INSA sambut Permendag 82 wajibkan ekspor pakai kapal lokal

Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menilai langkah Kementerian Perdagangan mewajibkan penggunaan kapal yang dikuasai perusahaan pelayaran bakal memberikan dampak positif pada industri pelayaran dan industri terkait lainnya.

JAKARTA (alfijak): Untuk diketaui, Kemendag telah merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Peraturan ini mewajibkan kegiatan ekspor Crude Palm Oil (CPO), Batubara dan beras menggunakan angkutan laut yang dikuasai perusahaan lokal dan asuransi nasional.

Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP INSA mengatakan, regulasi ini merupakan lompatan besar guna mendongkrak performa neraca jasa perdagangan Indonesia.

Selama ini, transportasi laut selalu menjadi sorotan karena kerap menjadi salah satu penyumbang terbesar defisit neraca jasa perdagangan Indonesia.

Hal ini disebabkan, kegiatan angkutan ekspor impor masih didominasi kapal asing. Di 2016 misalnya, penggunaan kapal asing pada kegiatan angkutan ekspor impor mencapai 93,7% sedangkan penggunakan kapal berbendera merah putih hanya 6,3%.

“Kami mengapresiasi pemerintah menerbitkan regulasi ini. Dan kami siap berkontribusi dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa ekspor impor,” kata Carmelita dalam siaran pers, Selasa (12/12/2017).

Carmelita menambahkan, penerapan beyond cabotage juga akan memberikan dampak positif yang luas pada sektor lainnya, seperti galangan, industri komponen, perbankan dan penciptaan lapangan kerja.

Darmansyah Tanamas, Wakil Ketua III DPP INSA menambahkan Permendag No. 82/2017 merupakan hasil kerja sama seluruh seluruh pemangku kepentingan mulai dari INSA, BUMN, asosiasi terkait, dan kementerian terkait lainnya.

Dia menuturkan, aturan yang mewajibkan penggunaan kapal berbendera Indonesia untuk kegiatan ekspor impor ini juga telah melewati proses panjang.

“Proses ini tidak instan sehingga kami berharap aturan ini berjalan konsisten, dan berdampak pada perbaikan kinerja neraca jasa perdagangan Indonesia dan dampak positif pada sektor lainnya,” jelasnya.

Pada 2012, INSA bersama BUMN dan kementerian terkait membentuk tim task force untuk merumuskan percepatan program beyond cabotage di Indonesia. Kemudian pada 27 Februari 2013,

Kementerian Perdagangan bersama dunia usaha menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) untuk mengubah term of trade ekspor dari sistem FOB menjadi CIF. Penandatanganan MoU melibatkan asosiasi terkait, perbankan, dan Kementerian Perdagangan.

Pada Juni 2017, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XV terkait Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional.

Salah satu fokus kebijakan tersebut menyangkut pemberian kesempatan dan peningkatan peran dan skala usaha untuk angkutan dan asuransi nasional dalam mengangkut barang ekspor impor. (bisnis.com/ac)

INSW belum terintegrasi baik, Inaportnet tak optimal

Kamar Dagang dan Industri Indonesia meminta agar optimalisasi pelayanan di pelabuhan dapat diterapkan dengan efektif dan efisien di lapangan, jangan sampai kontraproduktif dengan kelancaran di pelabuhan.

JAKARTA (alfijak): Carmelita Hartoto, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan, menjelaskan optimalisasi layanan di pelabuhan petikemas memang perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing nasional menghadapi persaingan global.

 “Kami mengapreasiasi setiap langkah pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dalam upaya mendorong optimalisasi dan kelancaran pelayanan di pelabuhan,” katanya kepada wartawan seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu 12 November 2017.

Menurut dia, upaya Kementerian Perhubungan ini harus bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh pelaksana di lapangan.

Ada beberapa sorotan dalam pelayanan terhadap petikemas pada pengiriman ekspor impor.
|
Terutama, pada penerapan INSW yang perlu terkoordinir dengan baik, atau tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh kementerian dan lembaga.

 Sejauh ini, kata Carmelita, INSW dirasa belum benar-benar terintegrasi, sehingga sering saling menyalahkan sistem siapa yang belum benar-benar berjalan baik.

Di sisi lain, penerapan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) perlu dijamin untuk memastikan kelancaran perizinan berjalan baik, untuk menghindari kesimpangsiuran perizinan di pelabuhan.

“Sistem online pada pelabuhan-pelabuhan utama kami dukung. Misalnya, penerapan Inapornet yang perlu terus dioptimalkan. Jangan sampai sistem mengalami gangguan dan menghambat operasional kapal,” katanya.

Seperti diketahui, Kemenhub berupaya untuk mengoptimalkan aktifitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok terutama di sejumlah pelabuhan petikemas yakni PT Jakarta International Container Terminal (JICT), New Priok Container Terminal One (NPCT1), Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, dan Terminal Mustika Alam Lestari (MAL).

Sebagai hasil optimalisasi pelabuhan, Terminal Peti Kemas (TPK) Koja menargetkan di penghujung 2017 throughout menyentuh 1 juta TEUs (Twenty Foot Equivalent Unit’s).

Hal ini tidak berlebihan bila mengacu pada throughput selama Januari sampai Agustus 2017 yang telah mencapai 654.677 TEUs.

TPK Koja yang melakukan kerjasama operasi (KSO) bersama PT Pelabuhan Indonesia II dan Hutchison Port Indonesia diharapkan mampu meraih produktivitas sebesar 1 juta TEUs dalam kinerja operasional setahun.

“Empat bulan ke depan, dengan rata-rata throughput TPK Koja sebesar 74.000 TEUs per bulan ditambah kegiatan dermaga utara 300 meter yang fluktuatif, katakanlah 27.000 TEUs per bulan, maka angka 1 juta TEUs kemungkinan besar bisa saja terjadi,” jelas Sekretaris Perusahaan TPK Koja, Nuryono Arief.  (viva.co.id/ac)

INSA naikkan tarif muatan bingungkan ALFI

Kenaikan tarif pengiriman peti kemas 20 feet khususnya untuk rute Indonesia Timur oleh Indonesian National Shipowners Association (INSA ) membingungkan sejumlah pihak termasuk para pedagang dan pengusaha logistik.

JAKARTA (alfijakarta): Ketika dikonfirmasi,  pihak Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) yang mewakili para saudagar dan pemilik barang mengaku  belum mengetahui kejelasan terkait informasi kenaikan tarif ini.

“Kami yang mewakili para pedagang tidak mengetahui yang jelas. Mungkin baiknya dijelaskan saja secara terbuka agar semua pihak dapat melihat secara transparan,” kata Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua umum Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia. Minggu (8/10/2017).

Sebelumnya Ketua DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA), Camelita Hartoto mengumumkan bahwa INSA memutuskan untuk menaikkan tarif pengiriman peti kemas ukuran 20 feet, unutk rute Surabaya-Ambon.

Saat ini harga dinaikkan menjadi Rp 7 juta hingga Rp 8 juta, sebelumnya pengiriman peti kemas 20 feet dikenakan biaya sebesar Rp 4,7 juta hingga Rp 5,5 juta.

Dengan kenaikan tarif yang sangat signifikan ini Yukki mengatakan pihak ALFI cukup kaget dengan jumlah kenaikan tarif dan hal ini menjadi pembahasan dari anggota ALFI khususnya yang berada di wilayah Timur.

“Kenaikan tersebut sangat mengagetkan kami pelaku logistik karena tidak ada sosialisasi dan kenaikkan secara persen sangat tinggi,” jelas Yukki.

Yukki juga mengatakan pada kenyataannya hampir semua pengiriman yang bertujuan Indonesia bagian Timur, mengalami kenaikkan tarif dengan persentase kenaikkan yang hampir sama. Pengiriman ke Indonesia bagian Timur biasanya memuat kebutuhan pokok dan sandang serta electrinic maupun otomotif.

Jika melalui alasan adanya kenaikan harga Marine Fuel Oil (MFO) seperti yang dikatakan Carmelita Hartoto, Yukki menjelaskan bahwa kenaikkan bahan bakar minyak (BBM) tersebut harus dihitung terlebih dahulu.

“Kenaikkan BBM harus dicari berapa persen masuk dalam struktur biaya di pelayaran,” ucap Yukki.

“Kami menghargai adanya kenaikkan, tetapi tidak sebesar yang telah diputuskan. Harusnya PLT Dirjen Perhubungan Laut dapat mengevaluasi hal ini dan kami juga telah sampaikan,” tutur Yukki. (medantoday.com/ac)

INSA naikkan tarif muatan bingungkan ALFI
INSA naikkan tarif muatan bingungkan ALFI

Kontribusi sektor logistik tinggi, biaya juga selangit

INSA desak pemerintah prioritaskan bongkar muat peti kemas

Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia atau  Indonesian National Shipowners Association (INSA) meminta pemerintah memprioritaskan kelancaran layanan bongkat muat petikemas di pelabuhan sebagai dasar evaluasi sistem logistik nasional.

JAKARTA (alfijakarta): Dengan memprioritaskan kelancaran layanan bongkat muat petikemas, waktu tunggu atau dwelling time akan berkurang sesuai target pemerintah.

Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menjelaskan, INSA mendukung upaya pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap layanan di pelabuhan, terutama di Pelabuhan Tanjung Priok, yang bertujuan untuk menekan biaya logistik.

“Kami sebagai pengguna jasa pelabuhan mendukung upaya pemerintah, karena yang menjadi prioritas adalah kelancaran layanan bongkar muat petikemas,” paparnya seperti ditulis, Minggu (25/9/2017).

Menurut dia, evaluasi itu akan meliputi peningkatan pelayanan pelabuhan, pemangkasan biaya, serta percepatan kegiatan bongkar muat.

Carmelita menegaskan, INSA juga sedang mempelajari usulan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan yang akan mewajibkan pelabuhan bongkar muat bekerja tujuh hari dalam seminggu.

“Sejauh ini pelayanan bongkar muat di pelabuhan masih oke, termasuk upaya kontigensi sewaktu ada aksi mogok serikat pekerja PT JICT. Pengalihan ke pelabuhan lain juga patut diapresiasi,” ujarnya.

Seperti diketahui, saat terjadi aksi mogok SP JICT, layanan bongkat muat petikemas dialihkan ke New Priok Container Terminal One (NPCT1),

Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, dan Terminal Mustika Alam Lestari (MAL). “Concern kami agar tidak ada konflik dan layanan bongkat muat lancar, itu yang mesti diprioritaskan,” ucapnya. (liputan6.com/ac)

Upaya efisiensi di sektor logistik masih berjalan lambat

Rencana pemerintah kembali mempersingkat waktu bongkar muat dan menekan biaya di pelabuhan disambut baik oleh pelaku usaha. Pebisnis menilai, rencana ini membutuhkan kerjasama setiap intansi dan kesungguhan pengawasan implementesi.

JAKARTA (alfijakarta): Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto, menyatakan usaha perbaikan kinerja logistik juga harus dilakukan di berbagai aspek dan dibutuhkan koordinasi yang baik. Ini ia bilang mengingat rantai logistik itu dimulai dari titik produksi barang hingga titik akhir barang dikonsumsi.

Paket kebijakan XV yang telah dikeluarkan pemerintah ia bilang memberikan angin segar untuk mendorong efisiensi logistik nasional.Namun demikian, ia bilang perlu adanya aturan lanjutan dalam penerapan paket kebijakan ini.

“Dalam rangka menggenjot kinerja logistik nasional diperlukan perbaikan pada sektor transportasi laut. Ini karena peran transportasi laut sangat strategis dalam kelancaran logistik di Indonesia,”kata Carmelita kepada Kontan.co.id, Kamis malam (24/8).

Menurutnya, ongkos angkutan laut atau freight dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan. Namun INSA meminta adanya relaksasi kebijakan fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dipungut atau dibebaskan atas pembelian bahan bakar minyak (BBM) kapal rute dalam negeri atau domestik.

“Karena perlu diketahui, komponen biaya BBM memiliki porsi yang cukup besar dalam biaya pelayaran. Diharapkan, penghematan pembelian BBM nantinya akan berdampak langsung pada industri pelayaran dan efisiensi angkutan laut di dalam negeri,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan biaya logistik Indonesia mengalami perbaikan. Namun menurutnya masih belum maksimal dan prosesnya tergolong lambat.

Hal ini menurutnya butuh keseriusan para pemangku kebijakan (stakeholders) untuk melakukan efisiensi secara prosedural dan pengawasan dalam proses export-import.

“Harusnya biaya logistik kita bisa mencapai angka 19% terhadap GDP (gross domestic product) kalau kita serius. Kita juga sering lupa untuk bisa melihat tarif kompetitor dari negera-negara terdekat,” ujarnya.

Ia bilang, pelaku logistik membutuhkan peningkatan kualitas. Pemerintah diharapkan bisa menyelesaikan program pembangunan infrastruktur dan optimalisasi dari sisi teknologi informasi.

“Sehingga pelaku usaha bisa diberikan kepastian jadwal dalam waktu pengiriman. Dan peningkatan sumber daya manusia di pelabuhan kami rasa juga sangat penting,”pungkasnya.