Layanan perdana angkutan barang menggunakan kapal jenis roll-roll off (Ro-ro) rute Pelabuhan Tanjung Priok-Gresik Jawa Timur dilakukan melalui dermaga Indonesia Kendaraan Terminal (IKT) pada hari ini, Kamis (13/7/2017) pukul 01.00 WIB.
JAKARTA (infologistic): Kepala Otoritas Pabuhan Tanjung Priok, I Nyoman Gede Saputera dan Presdir PT.Arpeni, Oentoro Surya turut hadir saat dimulainya service yang dilayani KM.Roro Sawitri eks MV Calista itu.
Nyoman mengatakan, layanan tersebut menandakan komitmen perusahaan pelayaran dan pemilik truk/pemilik barang dalam mengurangi tingkat kemacetan dan beban jalan raya.
“Yang penting layanan ini berjalan dahulu.Layanan ini sudah sesuai dengan program pemerintah untuk menekan cost logistik sekaligus mengurangi beban jalan raya,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (13/7/2017).
Dia mengatakan, angkutan barang menggunakan kapal ro-ro tersebut diharapkan bisa lebih efisien ketimbang menggunakan moda darat.
“Kami harapkan layanan ini mendapat dukungan dari semua pihak agar harapan biaya logistik turun bisa dicapai,” paparnya.
Berdasarkan data Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, angkutan ro-ro Priok-Gresik itu dilayani KM.Roro Sawitri yang merupakan eks MV.Calista.
Kapal tersebut sudah tiba/sandar di Pelabuhan Priok pada 7 Juli 2017 pukul : 05:40 WIB, dari pelabuhan asal Hong Kong.
Dalam layanan perdana KM Sawitri di dermaga IKT Pelabuhan Priok tujuan Gresik itu mengangkut (muat) 13 unit kendaraan, sedangkan kegiatan bongkarnya nihil.
Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok mengimbau supaya pengusaha truk memanfaatkan dan menerapkan sistem angkutan barang berbasis informasi dan tehnologi (IT) untuk memudahkan pengawasan muatan dari dan ke pelabuhan Priok.
Kepala OP Tanjung Priok, I Nyoman Gede Saputera mengatakan, selain mengimplementasikan sistem IT juga diperlukan manajemen pengelolaan trucking yang profesional.
“Artinya selain adopsi IT yang mumpuni, usaha trucking termasuk SDM nya juga harus profesional dengan menyiapkan armada yang baik dan laik operasi,”ujarnya saat menjadi pembicara pada Rapat Konsolidasi Anggota DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta, Rabu (7-12-2016).
Nyoman mengatakan, instansinya juga sudah mewajibkan agar semua truk pengangkut barang dan peti kemas di Priok di pasang sticker khusus setelah dilakukan pendataan oleh kantor OP Tanjung Priok.
“Jadi nanti yang tidak ada sticker di trailler tersebut tidak boleh masuk pelabuhan Priok,”paparnya.
Project Director Probis Miles PT.Telkom, Natal Imam Ginting, mengatakan sudah sejak tahun lalu pihaknya bekerjasama dengan Aptrindo DKI dalam pemanfaatan sistem IT untuk trucking di pelabuhan Priok dengan membuat aplikasi berbasis web Sistem Informasi Angkutan Barang (SIAB).
“Sistem ini sudah dimanfaatkan meskipun belum maksimal.Makanya kedepan terus dilakukan inovasi agar lebih menarik,”ujar dia.
Uji kir
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mensinyalir hanya 57% armada angkutan barang di DKI Jakarta yang secara reguler memanfaatkan dan melakukan uji fisik dan kelaikan operasi atau KIR di fasilitas pengujian kendaraan bermotor (PKB) milik Pemprov DKI Jakarta.
Ketua DPD Aptrindo DKI Jakarta Mustadjab Susilo Basuki mengatakan tidak ada angka pasti jumlah armada angkutan barang (berbagai jenis) yang beroperasi di DKI Jakarta. Namun, katanya, jika jumlah angkutan barang jenis truk kontener di DKI Jakarta mencapai lebih dari 20.000-an
“Data yang kami peroleh, ternyata hanya 57% angkutan barang di DKI yang reguler uji KIR di PKB Pemprov DKI Jakarta, sedangkan sisanya atau 43% tidak jelas melakukan uji KIR di mana?” ujarnya saat berbicara pada Rapat Konsolidasi Anggota DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta, bertema ‘Kebijakan Pemerintah Menunjang Angkutan Barang’, yang dilaksanakan di Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Rapat Konsolidasi DPD Aptrindo DKI Jakarta itu dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Perhubungan Propinsi DKI Jakarta, Andri Yansyah.
Selain itu juga dihadiri Manajemen PT Pelabuhan Tanjung Priok dan Pengelola Terminal Peti Kemas di Pelabuhan Priok serta Asosiasi Pelaku Usaha terkait seperti Indonesia National Shipowners Association (INSA) Jaya, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) DKI, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI dan Dewan Pelabuhan Tanjung Priok.
Mustadjab mengemukakan 43% angkutan barang di DKI Jakarta yang diduga lalai terhadap kewajiban melakukan Uji KIR tersebut sangat rentan terhadap faktor keselamatannya karena kelaikan operasi armadanya patut disangsikan.
Mustadjab mengatakan pihaknya juga mendorong agar setiap kegiatan pengangkutan barang dilindungi oleh asuransi. “Sampai kini kegiatan angkutan barang masih sering alami pencurian dan kecelakaan karenanya perlu di asuransikan untuk memperoleh klaim jika terjadi masalah,” paparnya.
Kadishub Propinsi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan instansinya mewajibkan seluruh armada angkutan barang di DKI Jakarta untuk lakukan uji KIR. “Tidak ada toleransi semua armada angkutan barang harus uji KIR,” ujarnya.
Dia menegaskan sektor transportasi merupakan urat nadi kehidupan bangsa, baik itu angkutan barang maupun angkutan penumpang. Untuk menggenjot kegiatan Uji KIR angkutan barang di DKI Jakarta Dishub DKI sudah mengizinkan kegiatan uji KIR dilaksanakan oleh pihak swasta.
“Kehadiran fasilitas uji KIR swasta bukan untuk menyaingi fasilitas uji KIR milik Pemprov.Tetapi untuk mensinergikan supaya tetcipta percepatan dalam pelayanan,” ujarnya.
Asosiasi logistik dan forwarder Indonesia (ALFI) tidak keberatan dengan adanya fasilitas konsolidasi kargo ekspor impor atau container freigh station (CFS) centre dan fasilitas buffer untuk peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan di pelabuhan Tanjung Priok.
Ketua ALFI DKI Jakarta, Widijanto mengatakan penyiapan kedua fasilitas penopang kelancaran logistik di pelabuhan itu perlu juga di dukung oleh kepastian tarif layanannya melalui persetujuan penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan.
“Buat kami gak masalah soal dimana fasilitas CFS centre dan buffer peti kemas impor tersebut. Tetapi soal mekanisme dan komponen tarif layanannya mesti di atur dulu oleh Otoritas Pelabuhan Priok. Sebab sekarang ini terjadi tarif liar pada layanan kargo impor berstatus less than container load di Priok,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29-11-2016).
Widijanto mengatakan, panduan komponen dan tarif layanan peti kemas impor berstatus less than container load (LCL) di Priok sudah kedaluarsa sejak 2010.
“Karena itu Kemenhub melalui OP Tanjung Priok harus segera memperbaharui panduan tarif layanan itu,”ujarnya.
Menurut Widijanto, OP Tanjung Priok bisa mengambil tindakan tegas jika sudah ada aturan pedoman tarif layanan peti kemas impor LCL di Priok yang terbaru, hingga sanksi pencabutan izin terhadap forwarder yang melanggar ketentuan itu.
Sementara itu, Ketua Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) Pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Hadi mengatakan, fasilitas buffer peti kemas impor yang sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) atau sudah clearance kepabeanaan namun melewati batas maksimum penumpukan di lini satu pelabuhan hendaknya berada di kawasan lini dua pelabuhan Priok.
“Kalau fasilitas buffer peti kemas impor yang sudah SPPB itu ada di dalam pelabuhan atau lini satu justru tidak akan memperbaiki dwelling time. Seharusnya yang namanya buffer itu adanya diluar pelabuhan,”ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29-11-2016).
Melalui suratnya Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta kepada Direksi Pelindo II tanggal 28 Nopember 2016, OP Tanjung Priok menyutujui usulan Pelindo II untuk menyediakan fasilitas konsolidasi barang ekspor impor atau container freigh station (CFS) centre dan buffer area peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan dalam rangka pengawasan satu atap layanan logistik di Pelabuhan Priok.
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok, I Nyoman Gede Saputera mengatakan, surat itu sekaligus merupakan dukungan OP Tanjung Priok untuk penyiapan kedua fasilitas tersebut dalam rangka mendorong Pelindo II mensukseskan program menurunkan biaya logistik dan efisiensi jasa kepelabuhanan di Priok.
“Sekarang bolanya ada di Pelindo II untuk menjalankannya di pelabuhan Priok karena disitu juga terkait soal investasi yang mesti dipersiapkan,”paparnya.
Nyoman mengungkapkan, persetujuan OP Priok terkait pengembangan dan penyiapan fasilitas CFS centre dan buffer area peti kemas impor di Priok itu setelah melewati kajian komprehensif dan analisa tim bersama oleh OP Priok, Pelindo II dan masukkan dari pengguna jasa di pelabuhan
Tolak pindah
Pebisnis di Pelabuhan Tanjung Priok menolak rencana pemindahan peti kemas impor dari Tanjung Priok ke Cikarang Dry Port (CDP) karena dugaan tingginya dwelling time peti kemas Priok menyusul masih panjangnya birokrasi perizinan di beberapa kementrian dan lembaga.
Sekjen Dewan Pelabuhan Tanjung Priok Subandi mengatakan pemerintah harus serius dan sungguh-sungguh mengawasi dan mengevaluasi proses perizinan dokumen barang ex impor di 18 kementrian dan lembaga bukan memindahkan petikemas ex impor ke Cikarang Dry Port ( CDP.
Hal itu karena upaya tersebut berpotensi menimbulkan biaya tinggi dan tentu tidak sesuai dengan upaya menurunkan dwelling time utuk tujuan menekan biaya logistik di Pelabuhan Priok.
Dia mengatakan jika masih ada peti kemas ex Import yang mengendap di pelabuhan mestinya dipindahkan ke back up area ataupun buffer area yang dipersiapkan untuk menampung peti kemas yang sudah mengendap tiga hari atau lebih.
Pemindahan tersebut dinilainya sangat lazim dilakukan di pelabuhan seluruh dunia. “Jangan sampai ribut soal dwelling time ternyata bukan untuk mengatasi persoalan tingginya biaya logistik di pelabuhan tetapi ada tujuan lain,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (28/11/2016).
Subandi yang juga menjabat Ketua Bidang Kepelabuhanan dan kepabeanan Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI) itu juga prihatin karena beredar kabar saat ini pemerintah akan mengeluarkan peraturan agar seluruh peti kemas yang dibongkar di Tanjung Priok dipindahkan ke Cikarang Dry Port (CDP).
Kebijakan itu dikecualikan untuk peti kemas jalur merah yang jumlahnya kurang lebih 8% dari total peti kemas ex Impor di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Jika pengalihan kontainer dari Priok ke CDP ini terjadi berarti sesungguhnya kebijakan presiden soal penurunan dwelling time untuk tujuan menekan biaya logistik ada yang menunggangi untuk kepentingan pihak tertentu ataupun koorporasi, karena yang terjadi justru biaya logistik akan semakin tinggi,” paparnya.
Menurut dia, GINSI menolak jika pemerintah tetap memaksakan untuk memindahkan peti kemas dari Tanjung Priok ke CDP dengan mencantumkan CDP sebagai pelabuhan bongkar, padahal selama ini pelabuhan bongkar (POD) yang tercantum di B/L adalah Tanjung Priok.
Menurut Subandi, jika pemindahan peti kemas Priok ke Cikarang Dry Port tetap dilaksanakan, ada indikasi praktek monopoli dan pemaksaan melalui regulasi, serta tidak ada yang mengontrol tarif yang berlaku di pelabuhan darat tersebut.
“Dampak lainnya, importir juga akan mengeluarkan biaya tambahan yang tinggi akibat barangnya dipindahkan ke CDP, baik biaya pemindahan maupun biaya transportasi ke lokasi pabrik. Ini karena tidak semua gudang pemilik barang berada di Cikarang tetapi juga tersebar di Tangerang, Balaraja, Cikande, Cilegon, Bogor,” tuturnya.
Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok menyatakan segera memanggil manajemen lima pengelola terminal petikemas ekspor impor di pelabuhan tersebut untuk mencari solusi penanganan barang impor yang sudah clearance kepabeanan namun tidak segera di keluarkan oleh pemiliknya atau mengendap terlalu lama di lini satu termimal peti kemas.
Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, I Nyoman Gede Saputera mengatakan, instansinya sudah menjadwalkan akan memanggil manajemen lima pengelola terminal peti kemas di Priok terkait hal itu pada Rabu, 16 Nopember 2016.
“Secepatnya, Rabu besok kita panggil semua pengelola terminal peti kemas itu,”ujarnya kepada Bisnis, Senin (14-11-2016).
Kelima pengelola terminal peti kemas itu yakni, Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Mustika Alam Lestari (MAL), Terminal 3 Priok , dan New Priok Container Terminal-One (NPCT-1).
Nyoman mengatakan, hari ini instansinya sudah mengkroscek langsung dan memanggil manajemen TPK Koja terkait beredarnya data yang di ungkap Fordeki terkait ribuan peti kemas impor yang sudah clearance atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) namun mengendap hingga lebih dari 4 hari bahkan ada yang lebih dari 10 hari di terminal.
“Dalam pertemuan dengan manajemen TPK Koja, harus dicarikan solusinya dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait.Yang jelas OP Priok tetap berpedoman pada Permenhub 116/2016 yang membatasi masa timbun maksimal di lini satu hanya tiga hari,”paparnya.
Nyoman juga menghimbau supaya pemilik barang impor yang sudah SPPB untuk segera mengeluarkan barangnya dari terminal peti kemas atau lini satu pelabuhan.
“Pelabuhan itu bukan tempat timbun agar dwelling time Priok tetap terjaga,”paparnya.
Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto, mendukung upaya Kantor OP Priok menegakkan aturan dalam hal ini Permenhub 116/2016 tentang batas waktu penumpukan di pelabuhan utama yakni Tanjung Priok, Belawan, Makassar dan Tanjung Perak.
“Kalau sudah SPPB seharusnya barang impor disegerakan diambil pemiliknya. Jangan ditimbun terlalu lama,” ujarnya.
Dikonfirmasi Bisnis, Deputy General Manager TPK Koja, Achmad Saichu mengatakan, kendati masih adanya barang impor yang sudah SPPB di terminal namun tidak dikeluarkan pemiliknya namun belum mengganggu dwelling time di TPK Koja yang saat ini rata-rata 3,4 hari.
“Namun kami membuka diri untuk mengkomunikasikan masalah tersebut dengan stakeholders dan instansi terkait di Priok,” paparnya.
Kalangan dunia usaha di Priok menilai, upaya penurunan dwelling menjadi kurang dari tiga hari dari saat ini rata-rata masih 3,4 hari di Pelabuhan Priok sulit terwujud menyusul ribuan peti kemas impor yang sudah clearance atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) dari Bea dan Cukai masih di biarkan mengendap lebih dari rata-rata empat hari di dalam terminal peti kemas atau lini satu pelabuhan.
Sebelumnya, Ketua Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) Pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Hadi mengatakan, pembiaran terhadap peti kemas yang sudah SPPB itu menyebabkan dwelling time di Priok sulit untuk ditekan dibawah tiga hari.
Syamsul mengemukakan, berdasarkan data pengeluaran peti kemas TPK Koja tahun 2016 yang diperoleh Fordeki,rata-rata peti kemas impor dan sudah mengantongi SPPB yang menumpuk di TPK Koja lebih dari empat hari pada periode Januari 2016 sebanyak 1.337 bok.
Kemudian pada Februari 1.065 bok, Maret 1.476 bok, April 1.208 bok, Mei 1.331 bok, Juni 1.628 bok, Juli 1.062 bok, Agustus 1.507 bok, September 1.069 bok, dan pada Oktober (hingga 10 Oktober) 335 bok.
“Bahkan peti kemas yang mengendap padahal sudah mengantongi SPPB yang ditarik pemiliknya keluar pelabuhan pada hari ke 11 di TPK Koja lebih banyak kalgi jumlahnya yakni rata-rata mencapai 1.200-2.000-an bok setiap bulannya. Kalau kondisi begini bagaimana mau menekan dwelling time,”tuturnya.
Berdasarkan data tersebut, ujar dia, komitmen pengelola terminal peti kemas ekspor impor di Priok untuk menekan dwelling time masih minim sebab pengelola terminal peti kemas masih mencari pendapatan dari kegiatan penumpukan atau storage.
Padahal, ujar Syamsul Kemenhub sudah menerbitkan aturan Permenhub 116/2016 tentang relokasi barang yang melewati batas waktu penumpukan maksimal tiga hari untuk menekan dwelling time di pelabuhan.
Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, memperpanjang waktu pelaksanaan kegiatan relokasi peti kemas impor dari terminal peti kemas lini satu pelabuhan ke tempat penimbunan sementara (TPS) di wilayah pabean Priok dari sebelumnya dibatasi hanya hingga pukul 17.00 Wib setiap harinya kini menjadi hingga pukul 24.00 Wib dan mendukung layanan 24/7.
Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Fajar Doni mengatakan langkah itu ditempuh untuk mempercepat pengeluaran barang dari lini satu pelabuhan ke kawasan buffer sehingga dwelling time di pelabuhan Priok bisa terus ditekan seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo agar dwelling time Priok kurang dari tiga hari.
“Namun saat ini baru dua TPS buffer di Priok yang diizinkan untuk bisa melayani relokasi peti kemas impor tersebut hingga pukul 24.00 Wib setiap harinya yakni TPS Agung Raya dan TPS Wira Mitra Prima.Yang lainnya akan menyusul setelah kita lakukan monitoring dan evaluasi,” ujarnya saat peresmian pengoperasian custom control room (CCR) Bea dan Cukai Tanjung Priok, Rabu (02-11-2016).
Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) saat ini terdapat 10 fasilitas TPS yang berada di wilayah Pabean Priok sebagai buffer terminal peti kemas ekapor impor dari Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Pelabuhan Priok.
Kegiatan relokasi petikemas impor dari lini satu ke TPS buffer dilaksanakan dan diatur melalui Permenhub No:116/2016 tentang perpindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan/longstay untuk mengurangi dwelling time di empat pelabuhan utama yakni Tanjung Priok, Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan dan Pelabuhan Makassar.
Fajar mengemukakan, dengan beroperasinya custom control room (CCR) itu, kegiatan pemasukan, pengeluaran dan penimbunan barang di fasilitas tempat penimbunan sementara (TPS) yang berada diwilayah pabean Priok bisa terdeteksi secara akurat.
Selain itu, ujar dia, CCR tersebut juga untuk mengawasi proses bisnis di TPS, serta memantau pergerakan barang impor yang selama ini sudah dapat di deteksi menggunakan elektronil seal (e-seal) kontainer.
“E-seal disiapkan atas kerjasama pengusaha TPS dengan Bea dan Cukai Priok. Karena pergerakan/perpindahan kontener dari lini satu ke lini 2 wajib menggunakan alat berbasis IT tersebut,” tuturnya.
Dia mengatakan, menyiapkan fasilitas CCR KPU Bea dan Cukai Priok itu sesuai amanat Perdirjen Bea dan Cukai No:6/BC/ 2015 tentang tata cara penetapan kawasan pabean dan TPS.
Peresmian dan pengoperasian CCR KPU Bea dan Cukai Priom itu juga dihadiri kalangan pengusaha dan pengguna jasa pelabuhan Priok yang diwakili asosiasi antara lain; Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunana Sementara Indonesia (Aptesindo), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Asosiasi Pengusaha Jalur Prioritas (APJP).
Selain itu juga di hadiri Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, I Nyoman Gede Saputera, Balai Besar Karantina Pertanian Pelabuhan Priok, dan manajemen pengela terminal peti kemas di pelabuhan Priok al; Jakarta International Conatiner Terminal (JIC), TPK Koja, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL), dan Terminal 3 Pelabuhan Priok.
Fajar juga mengatakan, instansinya konsisten dalam menekan dwelling time di Pelabuhan Priok dengan mengusung strategi penurunan dwelling time juga harus diikuti dengan penurunan biaya logistik nasional.
“Karena itu kita lakukan kordinasi dengan seluruh instansi dan stakeholder untuk mencapai target dwelling time kurang dari tiga hari di pelabuhan Priok,” ujar dia.
Electronic seal
Untuk memperlancar logistik impor dan ekspor dan mencegah aksi penggelapan isi container, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok menerapan sistem manajemen risiko dengan melakukan inovasi berupa penggunaan Electronic seal (E-seal).
E-seal kata Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Fajar Doni E-seal dapat diawasi langsung melalui ruang pengawasan atau customs control room.
“Dari ruangan ini proses bisnis di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) dapat dikontrol, pergerakan barang impor sudah dapat di deteksi menggunakan elektronil seal (e-seal) container,” ujar Fadjar Doni saat coffee morning yang dilanjutkan dengan peresmian penggunaan E-seal Control room di Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (2/11/2016).
Dengan E-Seal Control Room pemasukan, pengeluaran dan penimbunan barang di tempat penimbunan sementara (TPS) yang berada diwilayah pabean Priok bisa diketahui terutama saat PLP dari lini satu ke lini dua.
“Pergerakan/perpindahan kontener dari lini satu ke lini 2 wajib menggunakan alat berbasis IT tersebut,” ujarnya Fadjar
I Nyoman Gede Saputra, Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok memuji kehebatan KPU Beacukai Tanjung Priok yang selangkah lebih maju.
“Peraturan Menteri No.116/2016 tentang Dwelling Time belum kami terapkan, tapi Beacukai Priok sudah menjalankan lebih dulu, ini luar biasa dan saya akan laporkan ke Menteri,” ujar I Nyoman
Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta untuk menekan Dwelling Time juga telah memperpanjang waktu pelaksanaan kegiatan relokasi peti kemas impor dari terminal peti kemas lini satu pelabuhan ke tempat penimbunan sementara (TPS) di wilayah pabean Priok.
Sebelumnya, kegiatan relokasi dibatasi hanya hingga pukul 17.00 WIB setiap hari tetapi kini menjadi hingga pukul 24.00 WIB dan mendukung layanan 24/7 atau 24 jam seminggu.
“Langkah ini kami tempuh untuk mempercepat pengeluaran barang dari lini satu pelabuhan ke kawasan buffer sehingga dwelling time di pelabuhan Priok bisa terus ditekan seperti yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo agar dwelling time Priok kurang dari tiga hari,” ucap Fadjar Doni.
sumber: bisnis.com/poskotanews.com
Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia – DKI Jakarta Raya