Arsip Tag: Achmad Saichu

Timbun petikemas di pelabuhan, 5 pengelola terminal dipanggil

Timbun petikemas di pelabuhan, 5 pengelola terminal dipanggil
Timbun petikemas di pelabuhan, 5 pengelola terminal dipanggil

Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok menyatakan segera memanggil manajemen lima pengelola terminal petikemas ekspor impor di pelabuhan tersebut untuk mencari solusi penanganan barang impor yang sudah clearance kepabeanan namun tidak segera di keluarkan oleh pemiliknya atau mengendap terlalu lama di lini satu termimal peti kemas.

Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, I Nyoman Gede Saputera mengatakan, instansinya sudah menjadwalkan akan memanggil manajemen lima pengelola terminal peti kemas di Priok terkait hal itu pada Rabu, 16 Nopember 2016.

“Secepatnya, Rabu besok kita panggil semua pengelola terminal peti kemas itu,”ujarnya kepada Bisnis, Senin (14-11-2016).

Kelima pengelola terminal peti kemas itu yakni, Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Mustika Alam Lestari (MAL), Terminal 3 Priok , dan New Priok Container Terminal-One (NPCT-1).

Nyoman mengatakan, hari ini instansinya sudah mengkroscek langsung dan memanggil manajemen TPK Koja terkait beredarnya data yang di ungkap Fordeki terkait ribuan peti kemas impor yang sudah clearance atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) namun mengendap hingga lebih dari 4 hari bahkan ada yang lebih dari 10 hari di terminal.

“Dalam pertemuan dengan manajemen TPK Koja, harus dicarikan solusinya dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait.Yang jelas OP Priok tetap berpedoman pada Permenhub 116/2016 yang membatasi masa timbun maksimal di lini satu hanya tiga hari,”paparnya.

Nyoman juga menghimbau supaya pemilik barang impor yang sudah SPPB untuk segera mengeluarkan barangnya dari terminal peti kemas atau lini satu pelabuhan.

“Pelabuhan itu bukan tempat timbun agar dwelling time Priok tetap terjaga,”paparnya.

Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto, mendukung upaya Kantor OP Priok menegakkan aturan dalam hal ini Permenhub 116/2016 tentang batas waktu penumpukan di pelabuhan utama yakni Tanjung Priok, Belawan, Makassar dan Tanjung Perak.

“Kalau sudah SPPB seharusnya barang impor disegerakan diambil pemiliknya. Jangan ditimbun terlalu lama,” ujarnya.

Dikonfirmasi Bisnis, Deputy General Manager TPK Koja, Achmad Saichu mengatakan, kendati masih adanya barang impor yang sudah SPPB di terminal namun tidak dikeluarkan pemiliknya namun belum mengganggu dwelling time di TPK Koja yang saat ini rata-rata 3,4 hari.

“Namun kami membuka diri untuk mengkomunikasikan masalah tersebut dengan stakeholders dan instansi terkait di Priok,” paparnya.

Kalangan dunia usaha di Priok menilai, upaya penurunan dwelling menjadi kurang dari tiga hari dari saat ini rata-rata masih 3,4 hari di Pelabuhan Priok sulit terwujud menyusul ribuan peti kemas impor yang sudah clearance atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) dari Bea dan Cukai masih di biarkan mengendap lebih dari rata-rata empat hari di dalam terminal peti kemas atau lini satu pelabuhan.

Sebelumnya, Ketua Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) Pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Hadi mengatakan, pembiaran terhadap peti kemas yang sudah SPPB itu menyebabkan dwelling time di Priok sulit untuk ditekan dibawah tiga hari.

Syamsul mengemukakan, berdasarkan data pengeluaran peti kemas TPK Koja tahun 2016 yang diperoleh Fordeki,rata-rata peti kemas impor dan sudah mengantongi SPPB yang menumpuk di TPK Koja lebih dari empat hari pada periode Januari 2016 sebanyak 1.337 bok.

Kemudian pada Februari 1.065 bok, Maret 1.476 bok, April 1.208 bok, Mei 1.331 bok, Juni 1.628 bok, Juli 1.062 bok, Agustus 1.507 bok, September 1.069 bok, dan pada Oktober (hingga 10 Oktober) 335 bok.

“Bahkan peti kemas yang mengendap padahal sudah mengantongi SPPB yang ditarik pemiliknya keluar pelabuhan pada hari ke 11 di TPK Koja lebih banyak kalgi jumlahnya yakni rata-rata mencapai 1.200-2.000-an bok setiap bulannya. Kalau kondisi begini bagaimana mau menekan dwelling time,”tuturnya.

Berdasarkan data tersebut, ujar dia, komitmen pengelola terminal peti kemas ekspor impor di Priok untuk menekan dwelling time masih minim sebab pengelola terminal peti kemas masih mencari pendapatan dari kegiatan penumpukan atau storage.

Padahal, ujar Syamsul Kemenhub sudah menerbitkan aturan Permenhub 116/2016 tentang relokasi barang yang melewati batas waktu penumpukan maksimal tiga hari untuk menekan dwelling time di pelabuhan.

sumber: bisnis.com

Menyoal buffer area pasca clearance & sertifikasi TKBM di Priok

Menyoal buffer area pasca clearance & sertifikasi TKBM di Priok
Menyoal buffer area pasca clearance & sertifikasi TKBM di Priok

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mendukung dan mendorong tersedianya fasilitas buffer area untuk menampung peti kemas impor di Pelabuhan Priok yang sudah clearance atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB).

Wakil Ketua Umum GINSI, Erwin Taufan mengatakan, barang impor yang sudah SPPB namun tidak segera diambil atau dikeluarkan pemiliknya dari container yard terminal peti kemas lini satu pelabuhan Priok telah bertentangan dengan komitmen bersama untuk menekan dwelling time di Priok.

“Kami mendukung apa yang di sampaikan KPU Bea dan Cukai Priok agar segera disiapkan buffer area, karena memang yang setelah SPBB gak diambil pemiliknya sangat menggangu area terminal. Selain itu mempersempit ruang peruntukan bongkar muat di lini satu pelabuhan,”ujarnya kepada Bisnis, Kamis (10-11-2016).

Kendati begitu, ujar Taufan, GINSI berharap fasilitas buffer area tersebut jangan sampai menambah mata rantai birokrasi pengurusan dokumen impor serta munculnya biaya tambahan logistik di pelabuhan Priok.

“Pengawasan terhadap buffer area juga harus dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Bea Cukai Priok,” tuturnya.

Dia menyatakan hal tersebut untuk menegaskan sikap importir di pelabuhan Priok menanggapi banyaknya peti kemas impor di TPK Koja Pelabuhan Priok yang sudah SPPB namun dibiarkan mengendap hingga lebih dari 4 hari bahkan ada yang melebihi 10 hari.

Manajer Komersial TPK Koja, Achmad Saichu mengemukakan, manajemen TPK Koja sedang melakukan pengecekan satu persatu peti kemas yang ada di Terminal tersebut menyusul bereda

“Ini sedang kita cek setiap kontenernya.Kita musti melihat murni data stack koja sampai dengan gate out Koja,”ujarnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (10/11).

Ketua Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) Pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Hadi mengungkapkan setiap bulannya terdapat ribuan peti kemas impor yang sudah SPPB dibiarkan mengendap di TPK Koja rata-rata lebih dari 4 hari bahkan ada yang lebih dari 10 hari.

Dia menilai kondisi ini berpotensi memengaruhi dwelling time khususnya untuk komponen post clearance, sehingga berdampak pada sulitnya menurunkan dwelling di Priok menjadi kurang dari tiga hari dari saat ini rata-rata 3,4 hari.

Syamsul mengemukakan, berdasarkan data pengeluaran peti kemas TPK Koja tahun 2016 yang diperoleh Fordeki,rata-rata peti kemas impor dan sudah mengantongi SPPB yang menumpuk di TPK Koja lebih dari empat hari pada periode Januari 2016 sebanyak 1.337 bok.

Kemudian pada Februari 1.065 bok, Maret 1.476 bok, April 1.208 bok, Mei 1.331 bok, Juni 1.628 bok, Juli 1.062 bok, Agustus 1.507 bok, September 1.069 bok, dan pada Oktober (hingga 10 Oktober) 335 bok.

Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok sudah mengusulkan tersedianya fasilitas tempat penimbunan pabean sebagai buffer area pendukung kelancaran logistik dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok.

Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Fajar Doni mengatakan, fasilitas tersebut diharapkan bisa menampung peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan atau mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPBB) dari Bea dan Cukai setempat tetapi belum di ambil pemiliknya.

“Buffer area itu untuk menampung barang impor yang sudah SPPB tetapi belum dikeluarkan pemiliknya dari tempat penimbunan sementara (TPS) lini satu atau container yard terminal peti kemas,” ujarnya.

Pasalnya, kata dia, barang yang sudah SPPB dan tidak segera dikeluarkan pemiliknya dari lini satu pelabuhan akan memengaruhi dwelling time yang beras l dari komponen post clearance.

“Karenanya untuk mengurangi waktu di post clearance tersebut Bea dan Cukai Priok mengusulkan adanya buffer area dan tempat penimbunan pabean yang pengawasannya di bawah Bea dan Cukai,” tuturnya.

Sertifikasi TKBM

Perusahaan bongkar muat (PBM) maupun Badan Usaha Pelabuhan (BUP) perlu mendorong agar buruh pelabuhan atau tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di seluruh pelabuhan Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi profesi setelah melalui uji kompetensi dari lembaga terkait.

Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Bongkar Muat Indonesia (LSP-BMI) Sodik Harjono mengatakan,sertifikasi TKBM di pelabuhan itu di amanatkan dalam perundang-undangan yang berlaku diantaranya melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor. 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke kapal.

Dalam beleid itu, ujar dia, telah diatur bahwa kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan harus dilaksanakan dengan menggunakan peralatan bongkar muat oleh TKBM yang memenuhi standar, peralatan laik operasi demi menjamin keselamatan pelayaran.

“Artinya SDM TKBM harus ada standarnya. Dan disinilah diperlukan standarisasi TKBM melalui uji kompetensi dan sertifikasi, supaya kegiatan jasa kepelabuhanan di Indonesia bisa lebih efisien dan efektif,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (11/11/2016).

Sodik mengatakan, buruh pelabuhan itu sendiri yang mesti memiliki kemauan kuat untuk mengikuti uji kompetensi dan sertifkasi TKBM di Pelabuhan dengan dukungan pihak terkait seperti Perusahaan Bongkar Muat (PBM) maupun Pelindo selaku Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

“Harus ada kesadaran dan kemauan bersama dari TKBM, PBM maupun BUP untuk menstandarkan kemampuan TKBM di pelabuhan,” paparnya.

Sodik mengungkapkan, hingga saat ini TKBM yang sudah mengantongi sertifikasi tidak lebih dari 5% dari jumlah buruh pelabuhan yang bekerja di seluruh pelabuhan Indonesia.

“Di Pelabuhan Priok saja dari sekitar 3.000-an TKBM baru sekitar 100-an TKBM yang telah mengantongi sertifikasi dan mengikuti uji kompetensi tersebut,” ujar dia.

sumber: bisnis.com