Digitalisasi Cross Border Logistik Indonesia

DIGITALISASI logistik Indonesia merupakan kata-kata kekinian yang hadir dalam setiap diskusi logistik di Indonesia. Semua pemangku kepentingan dalam logistik menyatakan inilah kunci masa depan logistik Indonesia.

Digitalisasi logistik selalu diawali dengan transformasi digital. Hal yang perlu digarisbawahi dalam transformasi digital adalah adanya perubahan business process yang memajukan nilai faster, better dan cheaper.

Ketiga nilai tersebut akan menciptakan operational excellence, dimana terjadi peningkatan kecepatan, kualitas dan efisiensi yang diiringi dengan penurunan biaya.

Transformasi digital bukan hanya semata-mata memindahkan proses bisnis manual menjadi digital melalui penerapan system tertentu, melainkan harus disertai dengan perubahan business process yang mengedepankan tiga nilai tersebut.

Perubahan bisnis proses inilah yang seringkali menimbulkan gesekan diatara pemangku kepentingan, sebab terkadang perubahan ini terhalang ego sektoral dimana tidak diinginkan adanya perubahan peran dari pihak terkait.

Optimalisasi ketiga nilai digitalisasi memerlukan keterlibatan banyak pihak atau pemangku kepentingan. Keterlibatan para pemangku kepentingan tersebut tidak terbatas pada keterikatan terhadap suatu platform tertentu saja, melainkan diperlukan adanya integrasi dalam suatu ecosystem yang memberikan nilai tambah kepada seluruh pemangku kepentingan.

Integrasi menjadi kata kunci dalam Industry 4.0. Semakin banyak integrasi yang dilakukan, semakin tinggi nilai tambah yang diberikan dan nilai baru yang dihasilkan.

Dalam mendukung program Pemerintah terkait peningkatan volume ekspor Indonesia, terutama ekspor usaha kecil dan menengah, serta penurunan biaya logistik Indonesia diperlukan suatu konektivitas dan integrasi logistik yang baik dengan pihak luar negeri.

Hal ini sejalan dengan ASEAN Connectivity 2025, dimana nilai utama yang dimajukan adalah seamless logistic guna menurukan biaya logistik setiap anggota ASEAN. Ecosystem logistik yang saat ini dikembangkan oleh ALFI yang mengedepankan nilai trusted dan secure telah terintegrasi dengan ecosystem logistik di negara-negara anggota ASEAN.

Integrasi di kawasan regional merupakan value proposition yang ditawarkan ALFI kepada dunia usaha di Indonesia. Pertukaran data dalam ecosystem regional yang terintegrasi menciptakan efisiensi yang berdampak langsung kepada dunia usaha Indonesia.

Implementasi ecosystem ini dapat mempersingkat waktu pembuatan dan pengurusan dokumen dari hitungan hari menjadi hitungan jam. Otomatisasi yang menjadi warna dalam industry 4.0 juga hadir dalam ecosystem ALFI.

Pertumbuhan perdangangan digital antar negara saat ini harus didukung konektivitas dan integrasi logistik antar negara. Indonesia sebagai pemain penting dalam perekonomian regional maupun global harus aktif berinteraksi dengan dunia luar.

Interaksi digital melalui konektivitas dan integrasi ecosystem logistik Indonesia harus menjadi garda depan perdangangan luar negeri. Hal inilah yang selalu mendorong ALFI untuk aktif mengembangkan ecosystem yang dimiliki.

ALFI tidak hanya mengintegrasikan kegiatan logistic di Indonesia, tetapi juga membawa logistik Indonesia aktif berinteraksi di dunia regional maupun internasional.

(Penulis : Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia)

e-Logistik RI Perlu Ditingkatkan

Industri sesuaikan karoseri dengan aturan ODOL

JAKARTA (Alfijak): Penerapan e-logistic oleh para pelaku dagang e-commerce atau dagang-el di Indonesia dinilai masih berada pada tahap awal dan masih tertinggal bila dibandingkan dengan Cina.

Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menyatakan, model bisnis dagang-el lebih sederhana ketimbang ritel offline yang memerlukan gudang. Dalam platform dagang-el, penyedia hanya menjadi sarana pemasaran, mendata barang yang masuk dan ke luar, serta bekerja sama dengan perusahaan logistik untuk pengiriman.

“Kalau e-logistic kan sudah semuanya otomatis, kita masih tahap awal. Kalau di luar seperti di Cina kan sudah bisa otomatis antar pakai drone, robot, segala macam. Kalau di sini, saya melihatnya sistemnya masih manual perpindahannya,” ujarnya.

Meskipun demikian, dia menyatakan sejumlah pelaku dagang-el yang merambah bisnis ritel offline atau O2O (online- to-offline) seperti Blibli dan Bukalapak memiliki gudang untuk mendukung distribusi rantai pasok produk yang dipasarkan. Namun, menurutnya hal ini tidak akan menjadi tren bagi seluruh pelaku dagang-el.

Pasalnya, dia menilai sistem pergudangan membutuhkan investasi yang cukup besar. Hal tersebut dikhawatirkan justru mengurangi potensi keuntungan yang diraih oleh para pelaku dagang-el.

“Kelebihan marketplace kan cost­-nya tidak besar ketimbang ritel. Ketika menyediakan gudang juga, nanti keuntungannya malah berkurang” ujarnya, dikutip tempo.co.

Lebih lanjut, dia memperkirakan butuh sekitar 2—3 tahun lagi bagi para pelaku dagang-el sepenuhnya akan menerapkan otomatisasi atau e-logistic. Hal tersebut bergantung pada kebutuhan pengiriman dan penyimpanan produk serta perkembangan bisnis dagang-el di Tanah Air.

VP Merchant Bukalapak Howard Gani menyatakan, tujuan pengembangan teknologi dalam sistem logistik adalah untuk mempermudah pengiriman barang dari penjual ke pembeli. Kemudahan ini bisa dalam bentuk mempermudah akses untuk mengirimkan barang, mempersingkat jalur distribusi, dan lain-lain.

“Inisiatif-inisiatif ini nantinya dapat memberi nilai lebih ke user, seperti mempercepat jangka waktu pengiriman dan menekan cost pengiriman barang sehingga akan semakin affordable untuk para konsumen,” ujarnya.

Adapun saat ini,  pihaknya bekerja sama dengan sejumlah mitra logistik kami seperti, JNE, J&T, TIKI, Pos Indonesia, Sicepat, Ninja, Lion, Grab, dan Gosend. Sistem logistik di Bukalapak juga telah terintegrasi host-to-host dengan semua mitra logistiknya di Indonesia sehingga pengguna dapat menggunakan aplikasi Bukalapak untuk memproses dan memastikan posisi barang yang sedang dikirimkan secara realtime.

Bukalapak juga memiliki tim BukaBantuan yang juga selalu ready untuk men-supportpara pembeli dan pelapak kita dalam menanggulangi kendala pengiriman barang e-commerce yang ada.

“Proporsi [pengiriman barang] masih lebih banyak di ekspedisi biasa, karena same day delivery memiliki limitasi di jarak yang bisa dicakup,” ujarnya.(ri)

Peran ALFI di Era Industri 4.0

Ketua Umum DPP ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi

JAKARTA (Alfijak): Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai digitalisasi dan logistik menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang kinipun telah merambah ke semua lini dan salah satunya adalah di sektor logistik.

Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum DPP ALFI mengatakan, industri 4.0 adalah industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber dan merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data, termasuk cyber-fisik, Internet of Things (IoT), komputasi awan (cloud-based) dan komputasi kognitif (cognitive computing, self-learning system).

Saat ini, kata dia, kesiapan pengusaha logistik anggota ALFI untuk menyongsong era industry 4.0, melalui dua hal hal yakni; pertama, dengan menyiapkan sumber daya manusianya dengan berbagai pelatihan melalui ALFI institute.

Kedua, ALFI telah melakukan pengembangan digitalisasi Smart Logistics yang dibangun dalam Website ALFI (ilfa.or.id) dan pengembangan tersebut telah dilakukan secara bertahap, saat ini modul yang siap adalah modul impor, ekspor, track and trace, yang telah mencakup lebih dari 150 negara, selanjutnya pengembangan rantai pasok sampai dengan ke last mile delivery.

“Tahap awal Track and Trace yang saat ini dikembangkan tentunya meliputi transport laut, darat dan udara, karena pergerakan arus barang tidak hanya melalui jalur laut saja,” ujar Yukki, di Jakarta (25/2/2019).

Dia mengungkapkan, ALFI juga berkomitmen melakukan pengembangan di IoT, pergudangan, depo dan data exchange (pertukaran data), serta pelibatan sektor perbankan untuk menunjang trade financing.

Pada saat ini, ujar dia, RI menuju pada Industri 4.0 dimana pertumbuhan berada pada kecepatan atau dari economy of scale ke economy of speed dan mempengaruhi hampir di semua Industri termasuk di bidang mata rantai pasok (supplychain) dan logistik (elogistics).

Transformasi digital dari revolusi industri ketiga, Industri 4.0 adalah gabungan Operasional dengan Industri Digital.

Yukki yang juga menjabat Chairman Asean Freight Forwarder Association (AFFA) mengatakan, penggabungan akselerator dalam inovasinya salah satunya dengan implementasi IOT (internet of things), dimana ALFI telah memfasilitasi anggotanya untuk menggunakan platform tersebut melalui website ALFI (ilfa.or.id).

“ALFI akan melakukan sosialisasi secara intensif agar platform tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh anggota-anggotanya,” ucapnya.

Dalam konteks platfrom digital ini, bisnis yang tumbuh harus mencari sesuatu yang berbeda bukan sekedar menjadi lebih baik dan bicara digitalisasi.

Justru, kata Yukki, yang perlu di antisipiasi baik dalam dunia pelayaran dan logistik adalah kecepatan untuk beradaptasi dan agilitas serta transparansi dalam proses internal dan eksternal.

ALFI yang saat ini mengembangkan rantai pasok berbasis digital guna meningkatkan daya saing agar dapat menuju Indonesia yang kompetitif, dinamis dan inovatif, tentunya ALFI tidak bisa bergerak sendiri.

Dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, baik pelayaran dan trucking selaku moda transportasi dan tentunya Pemerintah dari sisi regulasi.

Pemerintah Indonesia saat ini telah meyiapkan program making Indonesia 4.0 sebagai salah satu program dalam menghadapi dunia digital, agar Indonesia bisa dengan cepat berkompetisi ditingkat regional.(ri)

MTO Kawasan Asean & Peran ALFI

JAKARTA (Alfijak) Pemerintah RI perlu serius dan bersinergi dengan semua pihak agar implementasi Multimodal Transport Operator (MTO) di kawasan ASEAN, bisa lebih optimal dilaksanakan.

Wakil Ketua Umum DPP ALFI Bidang Udara, I Gusti Nyoman Rai, menyatakan ALFI siap mendukung fasilitasi dan implementasi MTO di Indonesia.

“Kesiapan itu termasuk menyusun percepatan rencana kerja implementasi dan memberikan masukan tekait revisi regulasi jika diperlukan,” ujarnya melalui keterangan pers DPP ALFI, Jumat (22/2/2018).

Dia mengatakan hal tersebut usai mengikuti Kegiatan Capacity Building Workshop in Multimodal Transport & ASEAN Facilitation Agreement on Multimodal Transport (AFAMT) Meeting, di Ho Chi Minh pada 18-22 Februari 2019.

ALFI merupakan anggota FIATA, yakni suatu organisasi dunia yang sudah menggunakan dokumen pengangkutan FIATA Multimodal Transport Bill of Lading yang disertai Syarat dan Ketentuan Pengangkutan (STC) yang telah berlaku global. FIATA adalah mitra badan PBB dalam pengembangan konvensi internasional terkait logistik dan transportasi.

Kegiatan Capacity Building Workshop in Multimodal Transport & ASEAN Facilitation Agreement on Multimodal Transport (AFAMT) Meeting ini adalah sebuah kegiatan lokakarya dan rapat AFAMT yang difasilitasi oleh Sekretariat ASEAN dan disponsori oleh ARISE+ yang ditujukan kepada perwakilan pemerintah anggota ASEAN dan industri Multimoda Transport yang diwakili oleh anggota AFFA.

AFFA diakui oleh sekretariat ASEAN dan ARISE+ sebagai Multimodal Transport Operator(MTO) di kawasan, sekaligus mitra ahli dari industri di dalam AFAMT.
Adapun Tujuan keseluruhan Lokakarya ini adalah untuk meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan, termasuk pejabat Pemerintah dan asosiasi industri, untuk secara efektif mengintegrasikan AFAMT dan transportasi multimoda yang lebih luas ke dalam perencanaan pembangunan nasional setiap negara anggota ASEAN, dengan harapan bisa mempecepat implementasinya.

Dalam kegiatan itu, teridentifikasi bahwa mayoritas negara di ASEAN menemukan permasalahan dalam implementasi AFAMT, antara lain; peraturan/Perundangan belum ada atau tidak disosialisasikan dengan baik kepada seluruh pemangku kepentingan, dan perlunya Capacity Building pemangku kepentingan, baik (pelaku industri) maupun regulator(pemerintah).

Minimnya Infrastruktur pendukung multimodal transport, dikarenakan investasi tinggi utk lokasi transit, sinkronisasi alat angkut antar negara (misal type dan ukuran trailer, standar emisi, berat per axle), maupun kongesti pelabuhan yang disebabkan rendahnya produktifitas operator juga disoroti dalam kegiatan tersebut.

Selain itu, persoalan lainnya yakni; tidak ada badan pemerintah yang kuat dalam memimpin proses implementasi, dan beragamnya “Liabilities Risk” MTO sehingga besaran limit dan cakupan resiko yang ditanggung oleh asuransi di setiap negara tidak sama.

Disamping itu, diperlukan, IT System untuk mengkontrol, monitor dan melakukan proses kepabeanan., dan menghindari ketergantungan terhadap satu jenis moda angkut (misal angkutan darat saja).

Hal lainnya, Pengakuan MTO oleh pemerintah (custom dan instansi lainnya) juga masih dipertanyakan. Kemudian, yang berkaitan dengan oengenaan pajak untuk “cargo in transit”, dimana ada negara yang memberlakukan pengenaan pajak bagi barang yg masuk kawasan pabean meskipun hanya transit.

Persoalan yang juga disoroti dalam kegiatan itu adalah tidak ada fasilitasi dari bea cukai untuk implementasi MTO, serta sikap Pemerintah yang melihat MTO antar negara lebih sebagai ancamandan bukan peluang untuk menciptakan daya saing kawasan ASEAN.

GANDENG ALFI

Paparan perwakilan pemerintah Indonesia dalam pertemuan ini telah mengusulkan rencana kerangka kerja guna mempercepat implementasi dari AFAMT di Indonesia. Dimana pemerintah indonesia akan menggandeng ALFI di dalam enam subyek yang tercakup dalam kerangka kerja hingga tahun 2023 tersebut.
Dalam rapat ini ARISE+ menyampaikan bahwa kondisi Indonesia cukup memprihatinkan, dimana Indonesia dilaporkan memiliki Sea Port charges & Airport charges tertinggi di kawasan.

Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Umum DPP ALFI Bidang Hubungan Internasional & Capacity Development, Iman Gandi, menyampaikan bahwa dari 3.412 anggota ALFI di 34 provinsi, 60% masih tergolong usaha kecil (UKM) dengan aset kurang dari Rp 10 miliar.

Dengan komposisi anggota PMA 9 %, PMDN bergerak menangani multimoda transport logistik internasional 35 – 40 %, dan sisanya sekitar 60% menangani barang domestik dan umumnya tergolong UKM.

ALFI melihat perlunya sinkronisasi legislasi terkait Multimoda Trasport, dikarenakan Peraturan Pemerintah PP Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda tumpang tindih dengan Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) yang terbit lebih dulu. Multimoda Transport hanya merupakan salah satu jenis jasa dari perusahaan JPT.

“Malah dengan adanya Peraturan Menteri Perhubungan PM No.49 Tahun 2017, menegaskan eksistensi anggota ALFI sebagai MTO,” ucap Iman (ri)

Digitalisasi Logistik, CKB Gandeng Ramco 

JAKARTA (Alfijak): Ramco Systems-penyedia perangkat lunak global berbasis cloud menggandeng PT Cipta Krida Bahari (CKB Logistics) mengimplementasikan sistem Ramco ERP Logistics untuk fase pertama.

Implementasi ini untuk digitalisasi supply chain, finansial, dan operasional gudang guna mencapai tujuan strategis dalam transformasi digital.

Implementasi tersebut terjadi, setelah kesepakatan kerja sama antara Ramco Systems dan CKB Logistics pada pekan lalu. Ini menandai tonggak penting dalam perjalanan Ramco di kawasan ini, setelah memasuki pasar Indonesia pada 2017.

Imam Sjafei, Presiden Direktur CKB Logistics,mengemukakan, perusahaan-perusahaan logistik harus melakukan digitalisasi operasional untuk mengotomasi proses yang melibatkan banyak data, agar tetap fleksibel dan dapat memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat.

“Dengan solusi dari Ramco, kami memiliki sistem terpadu yang dapat memusatkan operasional di seluruh organisasi kami, memastikan aliran informasi yang efisien dan otomatis, kata Imam.

CKB Logistics adalah anak usaha PT ABM Investama Tbk, merupakan perusahaan penyedia layanan logistik terpadu dan melayani sejumlah perusahaan-perusahaan terkemuka di sektor energi dan nonenergi dengan jangkauan lebih dari 50 lokasi jaringan operasional di seluruh Indonesia.

Bersama Ramco, lanjut dia, pihaknya berencana meningkatkan proses bisnis lebih efisiensi sesuai dengan visi strategis perusahaan.

“Saat ini kami menyelesaikan fase pertama dari program ini. Fase-fase berikutnya ditargetkan diimplementasikan pada tahun ini,”ucapnya.

Menurutnya, langkah ini sekaligus menyasar perusahaan jasa logistik, freight forwarder, dan penyedia layanan logistik pihak ketiga (3PL providers), Logistics Suite multi-fungsi Ramco mencakup modul untuk mengelola finansial, rating and billing, aset, serta manajemen transportasi dan pergudangan di CKB Logistics.

Solusi yang juga ditawarkan adalah penggunaan perangkat mobile yang memiliki kemampuan, seperti konfigurasi penyimpanan otomatis dan pengambilan otomatis, serta manajemen sumber daya dari hulu hingga ke hilir.

Perangkat mobile ini juga memungkinkan CKB Logistics melacak pengiriman, menjalankan operasional pergudangan, serta memantau biaya secara efisien.

Chairman Ramco Systems PR Venketrama Raja mengatakan ERP yang dibangun untuk penyedia layanan logistik adalah peluang pasar yang belum dipetakan.

Ramco memulai membangun rangkaian komprehensif ini untuk menggandeng penyedia logistik dan menemukan daya tarik yang sangat baik secara global.

Ramco Systems merupakan perusahaan penyedia perangkat lunak generasi masa depan yang mengubah pasar dengan multi-tenant cloud dan perangkat lunak perusahaan berbasis mobile pada HR dan Global Payroll, ERP dan M&E MRO untuk Penerbangan.

“Keberhasilan go-live di CKB Logistics akan menjadi tonggak penting dalam perjalanan ERP Logistik kami. Indonesia adalah rumah bagi sekitar 265 juta orang, menjadikannya salah satu negara terpadat di dunia, dan merupakan ekonomi internet terbesar di Asia Tenggara. Ketika sektor e-commerce lokal terus berkembang, permintaan untuk infrastruktur logistik yang lebih baik di negara kepulauan ini akan terus meningkat,” ujar Raja.

Mengomentari implementasi fase pertama, Virender Aggarwal, CEO Ramco Systems, menambahkan industri logistik dan kargo di Indonesia telah berkembang pesat.

“Kami sangat senang mendapatkan kepercayaan dari CKB Logistics untuk solusi logistik lengkap dari Ramco,”tuturnya.(ri)

ALFI Optimistis Daya Saing Logistik RI Akan Masuk 30 Besar

JAKARTA (Alfijak): Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyatakan optimistis daya saing logistik Indonesia akan masuk 30 besar dalam Logistik Performance Index (LPI).

Pasalnya saat ini posisi LPI Indonesia, naik peringkat dari 63 naik  46.  Namun begitu, semua pihak harus kerja keras, sebab untuk tingkat   Asean justru turun dari posisi  4 ke posisi 5.

“Artinya apa, negara tetangga kita terus berlari mengejar ketertinggalan. Karena itu,  Indonesia harus bisa masuk 30 besar di IPL. Dan kalau kita masuk 30 besar, kita bisa 3 besar di Asean. Caranya bagaimana, ekosistem harus berjalan, ini yang harus dibangun bersama ,” ujar Yukki Nugrahawan Hanafi usai meresmikan  Gedung DPW ALFI DKI Jakarta, Kamis (21/2/2019).

LPI merupakan indeks kinerja logistik negara-negara di dunia, yang dirilis bank dunia per dua tahun sekali. LPI didasarkan pada enam aspek, yakni efisiensi customs dan border management clearance (bea cukai), kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi, kemudahan pengaturan pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas jasa logistik, kemampuan melakukan tracking dan  tracing, dan frekuensi pengiriman tepat waktu.

Menurut Yukki, memperbaiki daya saing logistik harus dilakukan semua pihak. Disinggung soal  biaya logistik, menurut Yukki juga semakin  membaik.

“Pada 2017 lalu, berdasarkan riset kita  23,6 persen. Pada 2018 turun 22,3 persen.  Biaya logistik kita turun tapi kurang cepat. Biaya logistik kita harus 18 persen,” pungkasnya.

BUKAN ANCAMAN

Sementara itu, Direktur Utama Dinamika, Makmur Sentosa, Daniel Utomo mengungkapkan digital disruption (disrupsi digital) dalam bisnis logistik belum menjadi ancaman saat ini. Meski ke depan, digital disruption disadari akan menjadi tantangan besar bagi industri ini.

“Para pengusaha logistik dan kargo sempat ketar ketir ketika awal munculnya jasa logistik dan pengiriman yang disediakan oleh perusahaan aplikasi. Bisa habis kita, ” kata Direktur Utama Dinamika, Makmur Sentosa, Daniel Utomo, dikutip wartaekonomi,Kamis (21/2/2019).

Namun ternyata, Ia melanjutkan, jasa tersebut yang melayani B2C (business to customer) cukup berat untuk merambah bisnis logistik B2B (business to business). Pasalnya, masing-masing perusahaan yang memesan jasa logistik memiliki kriteria yang berbeda-beda.  Belum lagi saat adanya risiko kerusakan dan kehilangan barang-barang yang diangkut, kondisi ini belum bisa dijawab oleh perusahaan aplikasi yang melayani jasa logistik.

“Apakah mereka mau menanggung risiko saat ratusan minuman kemasan botol mengalami kerusakan atau hilang di tengah jalan,” kata Daniel.

Digital disruption cukup menarik perhatiannya. Ia menaksir mungkin sekitar tiga tahun lagi mulai kelihatan disrupsi digital di jasa logistik.

Bisa saja saat ini,  perusahaan aplikasi yang memberikan jasa logistik terus melakukan perbaikan dan improvement untuk menyempurnakan layanannya.

Oleh karena itu, ia juga merencanakan membuat aplikasi berbasis mobile yang mengintegrasikan jasa logistik, pergudangan dan lainnya.(ri)

ALFI DKI Tempati Gedung Baru

JAKARTA: Para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta,meresmikan penempatan gedung baru, mulai hari ini, Kamis (21/2/2019) di wilayah Tanjung Priok Jakarta Utara.

Sebelumnya kantor asosiasi itu bertempat di perkantoran Yos Sudarso Megah No:A8 Tanjung Priok, kini berpindah ke Jalan Ende No 46 Tanjung Priok Jakarta Utara.

Ketua Pelaksana Peresmian Gedung Baru DPW ALFI DKI Jakarta, Fauzan mengatakan pihaknya mengajak semua anggota ALFI DKI mengapresiasi gedung baru ALFI DKI di jalan Ende 46 itu yang merupakan kerja nyata kepengurusan dan seluruh anggota ALFI.

Peresmian Gedung DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, di jalan Ende 46 pada Kamis (21/2) itu juga dihadiri Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Capt Hermanta, jajaran Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Kodim Jakut, Manajemen PT.Pelabuhan Indonesia II, Manajemen Pelabuhan Tanjung Priok.

Selain itu manajemen Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Terminal Mustika Alam Lestari MAL, dan manajemen PT.Graha Segara.

Juga dihadiri, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Indonesia National Shipowners Association (INSA) Jaya, Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo), Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki), Asosiaso Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), serta pengurus dan perusahaan anggota ALFI dari sejumlah daerah.

Ketua DPW ALFI DKI Jakarta, Widijanto mengatakan, seluruh biaya pembangunan gedung ALFI DKI Jakarta di jalan Ende 46 itu berasal dari internal dan anggota asosiasi tersebut.

“Jadi ini gedung kita bersama, semua anggota ALFI DKI Jakarta. Kita harapkan dengan adanya gedung baru ini kinerja asosiasi terus bisa ditingkatkan,”ujar Widijanto.

Pada kesempatan itu juga dilakukan pemotongan nasi tumpeng yang dilakukan oleh pengurus DPW ALFI Jakarta yang diserahkan kepada Kepala Kantot OP Tanjung Priok Capt Hermanta.(ri)

Kontribusi Sektor Logistik Tumbuh 11%

BANDUNG (Alfijak): Kontribusi sektor logistik diprediksi bakal menyumbang nilai ekonomi sekitar Rp889,4 triliun atau mengalami pertumbuhan sekitar 11,56% pada tahun 2019.

Ditambah pertumbuhannya diyakini mencapai sebesar 11,56% dengan rincian pada 2018 lalu Rp797,3 triliun dan bakal menjadi Rp889,4 triliun pada tahun ini.

“Sektor logistik yang dikatagorikan BPS transportasi dan pergudangan akan memberi andil sebesar 5,37% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) yang bernilai Rp14.837,36 triliun,” ujar Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi di Bandung, kemarin.

Berdasarkan analisis SCI terhadap data BPS, sektor logistik tahun 2018 tumbuh sebesar 8,44% dari tahun 2017 yang sebesar 735,2 triliun. Namun, kontribusi terhadap PDB mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2018 sebesar 5,37%, sedangkan pada tahun 2017 sebesar 5,41%.

Menurut dia, pertumbuhan sektor logistik pada tahun ini didorong oleh pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas terutama industri makanan dan Perdagangan. Karena adanya peningkatan produksi barang-barang domestik dan impor. “Selain itu, sektor Pertanian juga mengalami pertumbuhan, sektor konstruksi tumbuh dengan peningkatan pembangunan infrastruktur,” jelas dia.

Diterangkan olehnya sektor logistik faktor sangat penting pendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, sektor ini menjadi unsur pembentuk konektivitas untuk daya saing nasional, walaupun perbaikan dan pengembangan sektor logistik sulit karena bersifat multisektoral.(ri)

ASTRA PASOK TRUK KE PUNINAR LOGISTICS

JAKARTA (Alfijak): Astra UD Trucks, distributor resmi terpercaya produk UD Trucks, memasok 22 unit Quester CQE280 kepada Puninar Logistics di kantornya yang berada di kawasan Cakung Cilincing.

Puninar Logistics merupakan salah satu mitra bisnis Astra UD Trucks sejak tahun 2008, diawali dengan pembelian Nissan Diesel. Sudah 77 unit Quester yang telah dibeli dari Astra UD Trucks, meliputi tipe GKE 280, CDE 250, serta yang terbaru adalah CQE 280 (8×2).

Produk CQE 280 diciptakan sebagai dukungan UD Trucks terhadap peraturan pemerintah tentang Over Dimension Over Load (ODOL), dimana produk Quester ini memiliki tambahan Axle, sehingga dapat mengangkut lebih banyak, namun tetap aman dan mengikuti aturan yang berlaku.

Unit Quester diserahterimakan kepada Roby Kurniawan selaku CEO Puninar Logistics. Ia mengungkapkan dalam menjalankan aktivitas perusahaan, perlu dukungan armada yang tangguh dan handal. Ia menyebut Quester menjadi pilihan karena kenyamanan interior yang ditawarkan Quester bagi pengemudi melalui kabin luas yang dilengkapi air conditioner (AC) juga membantu meningkatkan kinerja prima para pengemudi kami. “Selain itu faktor penting lainnya kesiapan Astra UD Trucks dalam memberikan layanan dan servis, ketersediaan suku cadang, serta kemudahan menghubungi personel Astra UD Truck saat mengalami masalah,” ujar Roby.

Perayaan serah terima 22 unit Quester CQE 280 (8×2) ini juga menandai hari jadi Puninar Logistics yang ke-50 tahun. Berkembangnya sektor logistik meningkatkan optimisme Puninar Logistic dalam perluasan bisnisnya. Pada kesempatan ini Astra UD Trucks juga memberikan pelayanan istimewa yaitu dengan penyediaan fast response bagi armada pelanggan yang berada di seluruh cabang Astra UD Trucks di Indonesia.

“Astra UD Trucks akan terus berkomitmen untuk menyediakan total solusi transportasi terdepan kepada mitra bisnisnya berupa kemudahan, kecepatan, ketepatan dan kenyamanan, melalui serangkaian program dan layanan purna jual yang berkesinambungan untuk menunjang kebutuhan operational mitra bisnis kami,” ujar Winarto Martono, Chief Operating Officer Astra UD Trucks.

Sejak tahun 2015, Quester sudah terjual 8000 unit di seluruh Indonesia.(ri)