Arsip Kategori: Rilis Media

Rilis dari DPW ALFI DKI Jakarta untuk konsumsi media massa.

ALFI Jakarta, Gelar Halal Bihalal & Sosialisasi Perpajakan

ALFIJAK- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta menggelar Halal Bihalal dan Sosialisasi Perpajakan kepada seluruh anggota perusahaan forwarder dan logistik di Jakarta.

Selain diikuti sekitar 500-an perusahaan anggota ALFI Jakarta,  hadir pada kesempatan itu Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Provinsi Daerah Khusus Jakarta <span;>Lusiana Herawati, Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok Ambang Priyonggo, Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok Adi Sugiri, Dirut PT Indonesia Kendaraan Terminal/IPCC Sugeng Mulyadi.

Selain itu dihadiri yang mewakili Dinas Perhubungan Daerah Khusus Jakarta, Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok (KSOP), Badan Karantina, serta Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, dan Manajemen Taxprime.

Juga dihadiri perwakilan dan asosiasi pelaku usaha antara lain; Kadin Daerah Khusus Jakarta, Indonesia National Shipowners Association (INSA) Jaya, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jakarta, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jakarta, Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara seluruh Indonesia (Aptesindo), Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) DKI Jakarta, dan Asosiasi Perusahaan Tally Mandiri Indonesia (APTMI).

Dalam sambutanya, Ketua ALFI Jakarta Adil Karim mengatakan asosiasinya<span;> tetap berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan kepada semuanya anggota perusahaan ALFI Jakarta.

Adil juga menyampaikan terima kasih kepada semua anggota yang telah menghadiri acara ini, semoga kebersamaan dapat terus terbina, ditingkatkan, serta silaturahmi masih tetap bisa berjalan dengan baik.

“Sebagai manusia biasa kita tidak pernah sepi dari kesalahan dan kelupaan. Jika kita melakukan kesalahan atau kelalaian kepada sesama manusia maka sudah selayaknya kita meminta maaf langsung kepada yang bersangkutan,” ujar Adil.

Dia juga mengapresiasi kepada panitia acara Halal Bihalal dan Sosialisasi Perpajakan ini yang telah bekerja keras menyiapkan acara.

“Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Lusiana Herawati, Kepala Bapeda Jakarta, yang berkenan hadir pada kesempatan ini,” ujar Adil.

Atas nama DPW ALFI/ILFA Jakarta, Adil juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung acara ini, baik berupa fisik, gagasan dan material (para sponsorship), sehingga acaraini dapat terselenggara sebagaimana mestinya.

Acara tersebut dibuka langsung oleh Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Provinsi Daerah Khusus Jakarta Lusiana Herawati yang mewakili Gubernur Jakarta Pramono Anung.

Dalam sambutannya, Lusiana mengatakan, Gubernur Jakarta berpesan untuk kelancaran arus logistik dari dan ke Jakarta agar dilakukan p<span;>enataan tata ruang di pelabuhan Tanjung Priok supaya kondisi kemacetan parah di kawasan itu pada 16-18 April 2025 lalu tidak terulang lagi.

“Namun untuk ini perlu dibahas bersama dengan semua stakeholders dan Pelindo. Bagaimana itu menyiapkan Hub dan Spoke mengatur arus barang dan logistik melalui pelabuhan Priok supaya kejadian (kemacetan) kemarin tidak terjadi lagi,” ujar Lusiana.[*]

Ini Usul AFI Jakarta, Demi Pembenahan Pelabuhan Priok

JAKARTA – Pelaku usaha logistik di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta mendesak pembenahan yang lebih komprehensif menyangkut tatakelola pelayanan, operasional dan infrastruktur fisik maupun non fisik (termasuk informasi dan tehnologi) untuk meminimalisir terulangnya kemacetan horor di NPCT-1, yang merupakan salah satu terminal petikemas di kawasan pelabuhan Tanjung Priok.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta, Adil Karim, mengemukakan, kemacetatan horor yang terjadi selama dua hari (16-17 April 2025) di kawasan Tanjung Priok itu sangat merugikan semua pihak, termasuk pelaku usaha.

Disisi lain, akibat dari adanya ketidakmampuan kapasitas salah satu pelabuhan/terminal dalam hal ini New Priok Container Terminal One (NPCT-1) yang pada akhirnya menimbulkan keruwetan dan kemacetan horor itu, maka Kemenhub melalui Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Priok perlu turun tangan, untuk segera mengkaji ulang dan mapping seluruh terminal petikemas yang ada di pelabuhan Tanjung Priok supaya sesuai kapasitasnya masing-masing.

“Sehingga jangan memaksakan menjadi over kapasitas terminal supaya R/D (receiving dan delivery) tidak terganggu. Misalnya kalau kapasitas hanya bisa melakukan bongkar muat perminggu hanya 21.000 twenty foot equuvalent units (TEUs) maka jangan ditambah lagi kunjungan atau layanan vessel-nya (kapal) di dermaga terminal tersebut,” ujar Adil Karim pada Minggu (20/4/2025).

Dia juga menegaskan agar jangan terjadi praktik tarik menarik market layanan kapal dari satu terminal ke terminal lainnya walaupun itu sifatnya business to business (B to B) agar iklim bisnis pelabuhan kondusif.

Adapun saat ini di pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal peti kemas yang layani ekspor impor yakni; Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Tanjung Priok yang dikelola IPC-TPK.

“Praktik tarik menarik (rebutan) market layanan kapal antar terminal peti kemas pelabuhan Tanjung Priok yang notabene kini ada 5 terminal peti kemas di pelabuhan itu justru menandakan tatakelola pelabuhan yang kurang baik. Padahalkan semua itu under Pelindo kan ?,” tanya Adil.

ALFI juga menyarankan supaya seluruh pengelola terminal peti kemas tersebut harus melapor setiap ada kelebihan kapasitas layanan kepada KSOP setempat.

Untuk itu, kata Adil, ALFI Jakarta mengusulkan empat langkah strategis sebagai rekomendasi kepada operator pelabuhan, regulator dan stakeholders terkait.

Pertama, untuk kelancaran arus barang dari dan ke pelabuhan sudah perlu di implementasikan terminal boking system atau TBS dengan buffer-nya di dua sisi yakni sisi barat pelabuhan maupun sisi timur pelabuhan yang terintegrasi ke seluruh terminal maupun KSOP dan melibatkan asosiasi terkait. Ketimbang pihak NPCT-1 kini memberlakukan sistem kuota pengurusan TILA impor yang bisa merugikan dunia usaha dari sisi demurage.

Kedua, perlu dilakukan percepatan pembangunan pelabuhan Pantimban di Subang Jawa Barat untuk layanan kontainer yang notabene bisa menampung arus kontainer dari area timur Pelabuhan Tanjung Priok sehingga beban ke Pelabuhan Priok berkurang.

Ketiga, Pelindo sebagai holding Pelabuhan harus memikirkan akibat keterlambatan R/D dan kemacetan luar biasa tersebut serta harus memikirkan kompensasinya minimal storage dan biaya clossing serta biaya lainnya yang muncul.

Keempat, kebijakan Pemerintah (Kemenhub) dengan adanya SKB Libur selama 16 hari saat Lebaran tahun ini perlu dikaji ulang untuk kedepannya, karena salah satu penyebabnya adalah secara bersamaan manufaktur mengejar ekspor produknya yang tertunda maupun impor yang harus keluar untuk produksi ataupun distribusi ke tujuan masing-masing.

Apalagi, kata Adil,  pasca Libur Lebaran, para pekerja, industri dan termasuk Sopir truk logistik sudah mulai berkegiatan seperti biasa dan kegiatan ekspor impor juga secara bersamaan dan lebih masif dimulai.

“Yang terpenting juga adalah sebelum membuat keputusan SKB Pembatasan Truk Angkutan Lebaran kedepan harus benar-benar terukur, mendengar masukan asosiasi pelaku usaha terkait agar tidak menghambat kegiatan logistik dan merugikan perekonomian nasional,” jelas Adil.[*]

ALFI Usul Penaikkan PPh Impor Jika Tak Ada Lagi Kuota & Pertek

JAKARTA- Presiden RI, Prabowo Subianto  menyampaikan pernyataannya soal penghapusan kuota impor. Bahkan, Presiden menyebut persyaratan dalam bentuk teknis (Pertek) importasi yang selama ini ada di instansi terkait bakal ditiadakan.

Namun, pernyataan Presiden itu  perlu disikapi secara bijaksana oleh semua pihak lantaran penghapusan kuota impor bukanlah perkara sederhana, tetapi mesti dilihat dari berbagai sisi termasuk bagaimana keseimbangan antara kepentingan industri di hulu dan hilir-nya.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta, Adil Karim, mengatakan jika importasi dibuka selebar-lebarnya tanpa adanya perangkat regulasi ataupun sistem yang mengontrolnya, maka banjir barang impor di dalam negeri tidak bisa dihindari.

Kondisi itu, kata dia, akan berimbas pada kelangsungan produksi industri dalam negeri, termasuk eksistensi usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) lokal yang nota bene butuh sentuhan serius agar bisa lebih kompetetif dipasar lokal maupun global.

Kendati begitu, Adil mengusulkan jika kuota impor ditiadakan dan tidak ada lagi Pertek importasi, maka untuk meminamilusir membanjirnya barang impor di Indonesia, agar Pemerintah bisa menempuh solusi menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPh impor.

“Sebenarnya jika Pertek mau ditiadakan untuk barang-barang impor tertentu saja, tetapi harus ada ketentuan lain. Lalu misalnya, PPh impor dinaikkan. Kalau semua nggak pakai Pertek, habislah industri lokal dan kita pasti dibanjiri produk impor terutama dari China,” ucap Adil, pada Jumat (11/4/2025).

Dia juga mengatakan, sebelum menempuh opsi itu, Pemerintah harus membuat kajian terlebih dahulu secara komprehensif dengan melakukan mapping terhadap industri apa saja yang bisa di beri kemudahan untuk Perteknya yang notabene tidak mengganggu industri lokal termasuk UMKM.

“Kalau mau jujur saat ini saja, industri lokal sudah sulit bersaing dengan serbuan barang-barang impor yang masuk. Kalau kemudian dibuka selebar-lebarnya importasi, apalagi jika itu berupa komoditi barang jadi atau konsusmsi, lalu bagaimana masa depan industri lokal dan UMKM kita,” paparnya.

Adil mengatakan, jika PPh impor dinaikkan maka masyarakat tidak memburu atau membeli barang konsumsi impor karena harganya akan mahal, sehingga produk dalam negeri bisa bersaing di tanah air.

Dia mengatakan, saat ini untuk mengontrol importasi, Pemerintah telah memiliki perangkat Sistem Nasional Neraca Komoditas (SinasNK) yang berfungsi untuk mengetahui berapa banyak kebutuhan impor seperti bahan baku untuk proses produksi industri dan konsumsi nasional. Dengan sistem itu, importasi hanya dilakukan untuk menutup kekurangan supaya kinerja industri tidak terganggu.

“Karenanya, Pemerintah perlu segera melibatkan dan berbicara dengan kalangan dunia usaha termasuk asosiasi agar wacana penghapusan kuota maupun Pertek impor tidak membuat bingung para pelaku bisnis dan justru berpotensi membuat pelaku usaha termasuk investor wait and see,” kata Adil.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta para menterinya menghapuskan kuota impor. Menurutnya sistem ini membatasi pengusaha berbisnis, apalagi jika yang diimpor itu barang yang menyangkut hajat rakyat seperti impor daging.

“Siapa mau impor daging silakan. Siapa saja boleh impor. Mau impor apa? Silakan buka saja. Rakyat kita juga pandai kok. Enggak usah ada kuota. Perusahaan ditunjuk hanya dia boleh impor, udahlah jangan ada praktik itu lagi,” tegas Presiden, Selasa (8/4/2025).

Karenanya, Prabowo minta peraturan teknis (pertek) yang dibuat kementerian juga dihapus. Kalaupun dibikin, harus seizin Presiden Indonesia.[*]

Indonesia Perlu Memperkuat Negosiasi dengan AS

ALFIJAK- Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang mulai diberlakukan awal bulan ini, terus mendapat respon berbagai kalangan pelaku bisnis di Indonesia. Pasalnya, tarif timbal balik (resiprokal) ke sejumlah negara yang telah secara resmi dinumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025 menargetkan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan negara itu, termasuk Indonesia yang dikenai tarif impor sebesar 32%.

Bahkan menurut pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), kebijakan Presiden Trump itu berpotensi memengaruhi kinerja ekspor dan impor Indonesia, termasuk sektor logistik yang menjadi tulang punggung perdagangan internasional.

Ketua Umum DPP ALFI Akbar Djohan mengungkapkan, kebijakan tarif resiprokal AS dapat meningkatkan biaya logistik bagi produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, serta memengaruhi arus barang impor dari AS.

“Kenaikan tarif ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama bagi komoditas yang selama ini mengandalkan pasar AS,” ujar Akbar Djohan, melalui keterangan resminya pada Sabtu (5/4/2025).

Dia memprediksi adanya penurunan volume pengiriman barang melalui jalur laut dan udara sebagai dampak dari kebijakan ini. Sektor logistik, termasuk perusahaan freight forwarder dan penyedia jasa transportasi, harus bersiap menghadapi potensi perlambatan permintaan.

Untuk itu, ALFI mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi, termasuk melakukan percepatan perundingan perdagangan bilateral. Menurut Akbar, pemerintah perlu memperkuat negosiasi dengan AS untuk meminimalisir dampak tarif, sekaligus mencari alternatif pasar ekspor baru.

“ALFI merekomendasikan stimulus fiskal atau kemudahan regulasi untuk membantu perusahaan logistik bertahan di tengah gejolak tarif,” ucap Akbar.

Selain itu, Akbar menilai perlunya peningkatan efisiensi logistik nasional, dan infrastruktur logistik dalam negeri juga harus ditingkatkan agar biaya operasional tidak membebani eksportir.

Akbar menambahkan perusahaan logistik dan forwarder juga harus memiliki sejumlah langkah antisipatif dalam memitigasi risiko akibat tarif baru AS tersebut. ALFI, ucap Akbar, menyarankan pelaku usaha logistik melakukan berbagai langkah strategis, seperti diversifikasi pasar.

“Jangan hanya bergantung pada satu negara tujuan. Eksplorasi pasar nonAS seperti Afrika atau Timur Tengah bisa menjadi solusi,” saran Akbar.

Akbar yang juga menjabat Dirut PT Krakatau Steel itu juga mendorong pelaku usaha logistik menerapkan pemanfaatan digitalisasi dan automasi untuk efisiensi biaya operasional. Selain itu, pelaku usaha sektor logistik harus berkolaborasi dengan eksportir lokal dan membangun kemitraan yang lebih erat untuk menyesuaikan strategi distribusi di tengah perubahan kebijakan.

“Meskipun tantangan ini berat, peluang untuk memperbaiki daya saing logistik Indonesia tetap terbuka. Ini saatnya kita berinovasi dan beradaptasi,” jelasnya.[*]

ALFI Jakarta Dukung Kondusifitas Arus Barang & Logistik di Priok

AFIJAK- Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim menyatakan, asosiasinya mengapresiasi upaya dan langkah regulator dan operator di.pelabuhan Tanjung Priok untuk lebih masif melakukan over brengen peti kemas guna menjaga YOR terminal peti kemas tetap stabil dan menghindari potensi kongesti saat libur Lebaran 2025/Idul Fitri 1446 Hijriah.

“Dalam kondisi dan situasi seperti saat ini menjelang Libur Lebaran dan ditengah adanya rencana aksi stop operasi trucking, sudah sewajarnya ditempuh contingency plan oleh manajemen Pelabuhan dan Regulator di Tanjung Prioi untuk tetap menjaga kelancaran arus barang dan logistik dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok,” ujar Adil pada Rabu (19/3/2025).

Dia menyampailan hal itu memgapresiasi atas upaya stakeholders pelabuhan Tanjung Priok yang telah menggelar pertemuan kordinasi pada Rabu (19/3/2025) guna mengantisipasi ancaman kongesti arus barang dan peti kemas di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu menyusul adanya rencana aksi stop operasi trucking secara nasional termasuk di Jakarta anggota Aptrindo pada Kamis 20 Maret 2025.

Stop operasi truk pengangkut barang dan logistik itu dipicu penolakan terhadap SKB angkutan barang selama 16 hari pada musim Lebaran 2025/Idul Fitri 1446 Hijriah atau mulai 24 Maret s/d 8 April 2025.

Rapat kordinasi tersebut dihadiri sejumlah instansi terkait antara lain Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Priok, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok, serta para perusahaan pengelola tempat penimbunan sementara (TPS) lini 2 kawasan Pabean Tanjung Priok anggota Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara seluruh Indonesia (Aptesindo).

Selain itu dihadiri seluruh Manajemen Pengelola Terminal Petikemas ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok yakni; Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Petikemas Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal 2 Priok-IPC TPK dan Terminal Mustika Alam Lestari/MAL (NPH).

“Dalam rapat tersebut dicapai solusi bahwa untuk menghindari potensi kongesti di pelabuhan Tanjung Priok, agar dapat segera dilakukan pindah lokasi penumpukan atau overbrengen petikemas terhadap peti kemas impor yang telah melewati batas penumpukan dari lini satu (terminal peti kemas) ke TPS lini 2 pabean Tanjung Priok. Hal ini agar yard occupancy ratio di tiap terminal tetap rendah,” ujar Executive General Manager Pelindo Regional 2 Tanjung Priok, Adi Sugiri.

Dia menyebut bahwa, aktivitas bongkar muat peti kemas di kapal pada terminal peti kemas tetap berlangsung 24/7 atau nonstop. Sementara disisi lain kegiatan receiving dan delivery (R/D) akan terhambat jika truk pengangkutnya tidak beroperasi maksimal.

“Info yang kami peroleh dari para pengelola TPS di lini 2, bahwa YOR nya masih relatif rendah berkisar rerata 30 s/d 35%. Artinya TPS masih sanggup difungsikan lebih optimal sebagai penopang untuk relokasi peti kemas impor atau over brengen agar tidak terjadi kongesti atau kepadatan di terminal peti kemas,” tegas Adi.

Sebelumnya, Pengusaha/ Pengelola Tempat Penimbunan Sementara (TPS) Peti Kemas di kawasan pabean Pelabuhan Tanjung Priok.yang selama ini berperan sebagai penopang atau buffer terminal peti kemas lini satu pelabuhan, siap mendukung kelancaran arus barang maupun logistik dari dan ke pelabuhan tersibuk di Indonesia itu selama masa Libur Lebaran 2025/Idul Fitri 146 Hijriah.

Sekjen Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara di Seluruh Indonesia (Aptesindo) Reza Dharmawan,  mendukung upaya manajemen Pelindo di Pelabuhan Tanjung Priok yang akan berkordinasi dengan instansi terkait dalam memastikan kelancaran arus barang dan logistik menyusul adanya rencana aksi stop operasi truk pengangkut barang pada Kamis 20 Maret 2025.

Pada prinsipnya, imbuhnya, Aptesindo mendukung keputusan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) serta Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok agar yard occupancy ratio (YOR) di terminal tetap aman terkendali.

“Aptesindo siap menerima kegiatan pindah lokasi penumpukan peti kemas dari lini satu pelabuhan ke TPS anggota Aptesindo di pelabuhan Tanjung Priok,” tutur Reza.

Sebagaimana diketahui, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) telah memutuskan melakukan aksi stop operasi secara nasional pada 20 Maret 2025, karena memprotes lamanya durasi (16 hari) kebijakan pembatasan angkutan barang selama Angkutan Lebaran 2025/Idul Fitri 1446 Hijriah.[*]

ALFI Jakarta Usulkan Diskresi Angkutan Barang & Logistik Saat Lebaran 2025

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFi) Jakarta, mengusulkan agar Pemerintah bisa meninjau ulang atau ada diskresi terhadap aturan pembatasan angkutan barang pada musim Lebaran 2025/Idul Fitri 1446 Hijriah. Pasalnya aturan itu dinilai berpotensi merugikan bisnis logistik dan melemahkan pertumbuhan perekonomian nasional yang telah ditargetkan 7-8% oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Ketua ALFI Jakarta, Adil Karim mengemukakan, pihaknya telah menerima edaran berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) pembatasan operasional angkutan barang yang akan diberlakukan selama dua minggu yakni mulai 24 Maret s/d 8 April 2025.

“Menurut hemat kami, waktu pembatasan angkutan barang selama 2 minggu itu terlalu lama. Idealnya cukup selama H-4 s/d H+4 saja supaya kegiatan logistik dan perekonomian bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya dan diharmonisasikan dengan arus mudik maupun arus balik (angkutan penumpang) Lebaran,” ujar Adil Karim pada Selasa (11/3/2025).

Dia menyebutkan, kebijakan yang telah disampaikan Pemerintah agar menjalankan Work From Anywhere (WFA) sebelum dan dan sesudah Lebaran adalah kebijakan kerja yang memungkinkan pekerja untuk bekerja dari mana saja. WFA merupakan pengaturan kerja fleksibel yang memberikan kebebasan kepada pekerja untuk memilih tempat bekerja.

“Idealnnya WFA bisa dimanfaatkan para Aparatur Sipil Negara (ASN), maupun pegawai BUMN untuk melakukan mudik Lebaran lebih awal. Sehingga mobilisasi penumpang arus mudik bisa lebih terkondisikan,” ucap Adil.

ALFI berharap sebelum pengambilan keputusan pengaturan Angkutan Lebaran, bisa akomodatif dan memerhatikan keduanya yakni terhadap pergerakan barang atau logistik maupun pergerakan (mobilisasi) orang/penumpang.

“Pergerakan angkutan barang dan angkutan penumpang selana Lebaran mesti berjalan harmonis demi menopang pertumbuhan ekonomi nasional, dan jangan sampai ada salah satunya yang dikorbankan,” ucap Adil.

Sebagaimana diberitakan bahwa aturan pembatasan operasional angkutan barang itu tertuang dalam Keputusan Bersama (SKB) antara Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Dirjen Perhubungan Laut, Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Bina Marga yang ditandatangani pada 6 Maret 2025 tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2025/1446 Hijriah.

Dalam SKB itu, bahwa mobil barang dengan tiga sumbu atau lebih, kereta tempelan atau kereta gandengan, serta mobil barang yang digunakan untuk pengangkutan hasil galian (tanah,pasir,batu) dan hasil tambang dan bahan bangunan seperti besi, semen, kayu, dibatasi operasionalnya pada musim Lebaran/Idul Fitri tahun ini.

Aturan tersebut, menegaskan bahwa Pembatasan Angkutan Barang mulai sejak 24 Maret s/d 8 April 2025, atau sekitar dua pekan.

Namun aturan tersebut dikecualikan terhadap angkutan barang yang mengangkut Hantaran Uang, Logistik Pemilu, Pakan Ternak, BBM atau BBG, Sepeda Motor Mudik dan Balik Gratis, Keperluan Penanganan Bencana Alam, Pupuk.

Selain itu, terhadap bahan kebutuhan pokok seperti beras; tepung terigu/tepung gandum/tepung tapioka; jagung; gula; sayur dan buah–buahan; daging; ikan; daging unggas; minyak goreng dan mentega; susu; telur; garam; kedelai; bawang; dan cabai.[*]

ALFI Optimis Program Danantara, Gairahkan Industri Logistik  Nasional

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyambut positif kebijakan Presiden Prabowo yang mengalokasikan dana dari program Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk mendukung investasi dan program pengembangan strategis nasional termasuk hilirisasi sektor energi dan pangan dan berbagai program pengembangan industri lainnya.

Di samping itu, ALFI juga mendukung hal tersebut mengingat program investasi dan pengembangan strategis Danantara tersebut juga mendukung kemandirian energi dan transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang terbatas.

Ketua Umum ALFI Akbar Djohan berharap kehadiran Danantara dapat menjadi solusi alternatif pembiayaan bagi sektor infrastruktur nasional, termasuk logistik.

“Kami menyambut baik peluncuran Danantara. Ini adalah terobosan yang sangat penting untuk mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia,” ujar Akbar, melalui keterangan tertulisnya pada Selasa (25/2/2025)

Akbar menjelaskan, Danantara memiliki potensi besar untuk mendukung sektor infrastruktur Indonesia melalui beberapa hal. Danantara dapat menjadi sumber pembiayaan alternatif bagi proyek-proyek infrastruktur, terutama proyek-proyek yang tidak dapat dibiayai perbankan.

Dia menyampaikan kehadiran Danantara diharapkan dapat menarik investasi dari dalam dan luar negeri untuk sektor infrastruktur Indonesia. Dengan adanya sumber pembiayaan yang lebih beragam, ucap Akbar, pembangunan infrastruktur di Indonesia dapat dipercepat.

Akbar memaparkan, dengan dukungan penuh dari ALFI, sektor logistik Indonesia siap mendukung jalannya investasi strategis nasional yang telah direncanakan oleh pemerintah, yang tentunya akan memperkuat rantai pasok (supply chain) serta mendorong kemajuan sektor-sektor utama lainnya.

Sementara itu,  Ketua ALFI Institute, Yukki Nugrahawan Hanafi, mengemukakan, Program Danantara berpotensi menggairahkan sektor logistik nasional dan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia.

Yukki menilai program ini sangat relevan dengan aktivitas logistik Indonesia, lantaran investasi dan program pengembangan strategis tersebut secara inheren memiliki aktivitas logistik di dalamnya, baik saat persiapan, ekplorasi, produksi, maupun saat pendistribusian hasilnya.

“Perusahaan logistik dalam hal ini ALFI tentu sangat mendukung program tersebut karena sangat berpotensi untuk menggairahkan bisnis logistik nasional,” tegas Yukki.

Sebab, imbuhnya, investasi dalam sektor-sektor strategis ini pasti melibatkan berbagai kegiatan logistik, baik itu dalam bentuk penyimpanan (storage) melalui pergudangan maupun transportasi barang yang diperlukan dalam pengiriman bahan baku dan produk jadi.

Investasi dan program pengembangan ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan pekerjaan, serta meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

Selain itu, ujar Yukki, investasi dalam sektor energi, pangan, dan industri ini juga memberikan peluang bagi pengembangan infrastruktur logistik yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menekankan pendanaan Danantara akan difokuskan untuk mendukung hilirisasi energi dan pangan, transisi menuju energi baru terbarukan (EBT), serta sujumlah program lainnya  yang belum dioptimalkan.

Melalui investasi dan program pengembangan strategis ini, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah bahan mentah serta mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah serta bertransformasi menuju penggunaan EBT.

Secara keseluruhan, program Danantara yang dicanangkan oleh pemerintah ini merupakan langkah besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan tentunya membuka peluang lebih luas bagi sektor logistik untuk berkembang pesat.

Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa dana sebesar US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 300 triliun akan dialokasikan untuk sekitar 20 investasi dan pengembangan strategis nasional yang mencakup berbagai sektor.

Fokus utama dari dana tersebut adalah untuk mendukung hilirisasi nikel, bauksit, dan tembaga, serta pembangunan sektor-sektor penting lainnya seperti kecerdasan buatan (AI), kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, akuakultur, serta energi terbarukan.[*]

Dorong Pengembangan Energi Terbarukan, Begini Usul ALFI 

ALFIJAK- Pengembangan infrastruktur yang mendukung energi terbarukan di Indonesia adalah langkah kunci dalam transisi energi menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Pasalnya, banyak sumber energi terbarukan di Indonesia berada di daerah yang relative kurang terjangkau, khususnya di wilayah Indonesia Timur yang jaringan infrastrukturnya belum maksimal dibandingkan dengan di Indonesia bagian barat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) Yukki Nugrahawan Hanafi dalam keterangan pers-nya, pada Selasa (11/2/2025).

Menurutnya, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan. Karenanya, sejak awal ALFI sangat mendukung program Pemeintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk bertransformasi mengembangkan enegri terbarukan.

“Namun, dalam kaitan ini tentu diperlukan investasi yang tudak sedikit guna pengembangan infrastruktur, khususnya infrastrutur transportasi dan konektivitas logistiknya dalam menunjang industri energi terbarukan,” jelas Yukki.

Menurut Yukki, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, seperti matahari, angin, air, dan geotermal, Indonesia berada dalam posisi strategis untuk meningkatkan ketahanan energi serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Indonesia memiliki beberapa sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. “Kita bisa kembangkan energi surya, energi angin, energi air, dan energi panas bumi,” katanya.

Dia mengilustrasikan, di wilayah seperti Nusa Tengggara Timur (NTT) dengan curah hujan yang lebih sedikit dibanding dengan daerah lainnya sangat cocok untuk pengembangan solar energi melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Sedangkan di wilayah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat, memiliki potensi angin yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi energi angin.

Indonesia memiliki banyak sungai dan wilayah dengan ketinggian yang cocok untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Dan hal yang paling potensial adalah pengembangan geotermal atau energi panas bumi mengingat Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan potensi geotermal terbesar di dunia, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik,” tegas Yukki.

Namun, menurutnya, potensi tersebut belum sepenuhnya dimaksimalkan dan dalah satu tantangan utama yang dihadapi adalah infrastruktur transportasi dan logistik yang belum optimal di daerah-daerah tersebut.

“Banyak sumber geotermal di kawasan Indonesia Timur yang belum dikelola karena letaknya yang dirasa sulit terjangkau akses transportasi sehingga dibutuhkan pengembangan infrastruktur tersebut,” ucap Yukki.

Pengembangan infrastruktur transportasi, ujar Yukki, sangat krusial karena sangat diperlukan mulai dari ekplorasi hingga pengembangan dan distribusi hasilnya memerlukan infrastruktur transportasi yang memadai.

“Padahal, banyak lokasi dengan potensi energi terbarukan berada di daerah terpencil, sehingga pembangunan akses jalan dan infrastruktur transportasi lainnya sangat penting untuk mempermudah pembangunan pembangkit listrik dan distribusinya,” jelasnya.

Yukki juga menggarisbawahi bahwa kebutuhan infrastruktur transportasi tidak hanya untuk eksplorasi, tetapi juga untuk medukung proses distribusi nantinya guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sesuai harapan Pemerintahan Prabowo-Gibran yang menargetkan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 8% dalam beberapa tahun kedepan.

“Yang terpenting dari semua itu, salah satu aspek utama dalam pengembangan energi terbarukan adalah memastikan bahwa energi yang dihasilkan dapat didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia demi kepentingan seluruh masyarakat,” papar Yukki.

Peran Sektor Swasta

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan sejumlah kebijakan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan, seperti Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan target penurunan emisi gas rumah kaca.

Untuk mencapai tujuan ini, menurut Yukki, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting. Yukki merekomendasikan tiga Langkah strategis untuk mencapai hal tersebut.

Pertama, pemberian insentif. Pemerintah dapat menawarkan insentif untuk menarik investasi di sektor energi terbarukan, seperti pemberian insentif pajak, subsidi pembelian teknologi, atau kemudahan dalam perizinan proyek.

Kedua, kemitraan pemerintah-swasta. Pengembangan infrastruktur energi terbarukan memerlukan modal besar, oleh karena itu diperlukan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta melalui skema kemitraan agar dapat membantu mempercepat pembangunan infrastruktur.

Ketiga, peningkatan sumber daya manusia. Pengembangan SDM yang memiliki keahlian dalam teknologi energi terbarukan juga sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan pengelolaan infrastruktur yang dibangun.[*]

ALFI: Jangan Kategorikan PPN Jasa Logistik, Sebagai Barang Mewah

ALFIJAK- Pelaku usaha logistik yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta mengusulkan agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa dikeluarkan dari kategori barang mewah, agar tidak memperparah defisit neraca transaksi berjalan (current account) perdagangan internasional di sektor jasa.

Ketua Umum DPW ALFI Jakarta, Adil Karim mengemukakan ALFI maupun perusahaan anggota asosiasi itu pada dasarnya mendukung PPN 12% hanya untuk barang mewah. Namun dalam kegiatan bisnis di bidang jasa tidak ada istilah jasa mewah, sehingga perusahaan jasa yang menangani barang mewah jangan sampai dikenakan PPN 12%.

“Kami berharap pengenaan PPN hanya terhadap barang mewah sebesar 12% yang diimpor (Pasal 2 dan 3 Permenkeu 131/2024). Namun perusahaan jasa pengiriman dan distribusinya tidak dikenakan 12%. Sebab, bisa jadinya nanti dobel PPN-nya. Imbasnya, hal ini akan memperparah defisit transaksi berjalan perdagangan jasa internasional,” ujar Adil Karim, pada Kamis (9/1/2025).

Mengutip data yang dirilis Bank Indonesia, imbuh Adil, bahwa pada kuartal III tahun 2024 defisit neraca transaksi berjalan mencapai U$ 2,2 miliar atau 0,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Bila sektor jasa yang menangani barang ekspor/impor juga terkena PPN 12% sudah dapat dipastikan akan memperburuk defisit neraca transaksi berjalan,” ucapnya.

Adil menegaskan, ALFI Jakarta perlu menyampaikan hal itu terkait kebijakan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakukan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pebean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean.

Kebijakan baru tersebut, kata Adil, masih membuat bingung pelaku usaha logistik, termasuk perusahaan anggota ALFI Jakarta mengingat adanya perbedaan segementasi usaha, seperti ada anggota yang fokus sebagai freight forwarding/NVOCC, khusus sebagai Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Bahkan, ada yang hanya menggarap bisnis pergudangan dan ada yang fokus sebagai perusahaan angkutan barang (trucking).

Adil menambahkan, setelah dipelajari lebih jauh Permenkeu No. 131 Tahun 2024 tersebut dapat disimpulkan bawah pengenaan PPN perusahaan jasa pengurusan transportasi (JPT) atau freight forwarding dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 52291, masih dapat menggunakan PMK 171 Tahun 2022.

Dia mengemukakan bahwa untuk Perusahaan JPT yang bertindak sebagai freigt forwarding atau NVOCC (Non-Vessel Operating Common Carrier) PPN-nya tetap 12% X10%x DPP atau lebih dikenal dengan PPN nilai lain yaitu sebesar 1,2% .

Sedangkan untuk jasa, tidak terdapat jasa Transportasi didalamnya atau bukan kategori PPN nilai lain dikecualikan,  dengan mengacu ke Permenkeu No.131/2024, maka PPN-nya menjadi 11% atau (11/12×100% x nilai transaksi) digunakan Perusahaan jasa  yang melaksanakan kegiatan hanya handling dokumen dan pergudangan.

“Ini perlu kami sampaikan mengingat Menkeu telah menegaskan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah dan ada kemungkinan direvisi kebijakan tersebut. Karenanya, ALFI berencana akan menghadap ke Dirjen Pajak untuk menyampaikan berbagai permasalahan perpajakan di sektor logistik, saat ini” ucap Adil Karim.[*]