Arsip Kategori: Siapa Mengapa

tokoh dan peran di balik dunia logistik

Akses ke dry port Cikarang mulai dikenakan tarif

AVP Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Tbk., Dwimawan Heru mengatakan Tarif Jalan Akses Dry Port Cikarang atau Pelabuhan Darat Cikarang resmi diberlakukan pada 28 Agustus 2018, sejak pukul 00.00 WIB.

JAKARTA (alfijak): Ia menyebut pemberlakuan tarif Jalan Akses Dry Port Cikarang ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 561/KPTS/M/2018 tentang Penetapan Golongan Jenis Kendaraan Bermotor dan Besaran Tarif Tol pada Jalan Akses Dry Port Cikarang Sebagai Bagian dari Jalan Tol Jakarta-Cikampek.

Kepmen ini sendiri telah ditetapkan oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Jakarta, Senin (20/8) lalu.

Sesuai dengan Kepmen No. 561/KPTS/M/2018 golongan jenis kendaraan bermotor Jalan Akses Dry Port Cikarang pada Jalan Tol Jakarta-Cikampek sebagai berikut:

– Golongan I : Sedan, Jip,Pick Up/Truk Kecil, dan Bus
– Golongan II : Truk dengan 2 (dua) gandar
– Golongan III : Truk dengan 3 (tiga) gandar
– Golongan IV : Truk dengan 4 (empat) gandar
– Golongan V : Truk dengan 5 (lima) gandar

“Pengguna jalan tol yang menuju Cikarang Dry Port akan melakukan pembayaran di Gerbang Tol Cikarang Utara dengan besaran tarif masing-masing golongan adalah golongan I Rp 4.500, Golongan II dan III Rp 6.500 dan Golongan IV dan V Rp 9.000,” ujar Dwimawan, dalam keterangan tertulis, Kamis (23/8/2018).

Salah satu diktum dalam Kepmen tersebut juga menyatakan, PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai pengelola Jalan Tol Jakarta-Cikampek, berhak menolak masuknya dan/atau mengeluarkan pengguna jalan tol yang tidak memenuhi ketentuan batas muatan sumbu terberat di Gerbang Tol (GT) terdekat jalan tol.

Pelaksanaan peraturan dan pengendalian pengawasan batasan muatan sumbu terberat dilakukan dengan bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jalan Akses Dry Port memiliki panjang 3,06 km merupakan perpanjangan pintu gerbang Pelabuhan Internasional Tanjung Priok. Dengan adanya Jalan Akses Dry Port Cikarang, akan mengurangi kelebihan kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok dan mengurai truk di Jalan Tol Jakarta-Cikampek. (tribunnews.com/okezone.com)

Permendag 48 benturkan pihak industri dengan buyer luar negeri

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mempermasalahkan penggunaan asuransi nasional untuk menjamin risiko ekspor minyak sawit (CPO) sebagaimana diatur dalam Permendag No 48/2018 mengenai kewajiban penggunaan asuransi nasional untuk kegiatan ekspor dan impor barang tertentu, seperti batubara dan minyak kelapa sawit (CPO).

JAKARTA (alfijak): Sekretaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang menjelaskan, aturan ini terganjal karena proses ekspor CPO menggunakan sistem free on board (FOB).

Dengan ketentuan ini eksportir hanya perlu membayar transportasi barang ke pelabuhan pengiriman, ditambah biaya pemuatan.

Bisnis pengangkutan terimbas penundaan aturan asuransi nasional
Asoka Mas sayangkan penundaan aturan asuransi nasional
Aturan asuransi nasional tertunda, pertumbuhan premi asuransi bakal tertekan di 2019.

Sedangkan importir diwajibkan membayar biaya transportasi angkutan laut, asuransi, pembongkaran, dan transportasi dari pelabuhan kedatangan ke tujuan akhir.

Begitu muatan ada di kapal, importir wajib menanggung risiko, termasuk dalam penentuan perusahaan asuransi.

“Industri sawit itu hanya menjual CPO dengan FOB artinya hanya mengantar barang sampai ke kapal. Dan kami tidak mengurusi kapal dan lainnya, termasuk asuransi,” kata Togar kepada Kontan.co.id, Selasa (2/8).

Maka dengan aturan tersebut, importir atau pembeli cenderung menggunakan asuransi dari luar.

Dalam aturan FOB ini, eksportir dalam hal ini perusahaan sawit, tidak punya kewajiban menanggung pengangkutan dan asuransi.

“Menyerahkan semuanya ke pembeli itu sesuai dengan aturan FOB Incoterm. Kecuali Indonesia mengusulkan aturan lain menggantikan FOB,” kata dia.

Maka, dengan keberadaan (Permendag) Nomor 48 tahun 2018, sebenarnya dianggap menabrak aturan perdagangan internasional yang termuat dalam FOB.

Aturan FOB telah memberikan tanggung jawab penuh importir menanggung risiko lewat asuransi yang mereka pilih, tetapi Permendag mewajibkan importir memakai asuransi nasional.

“Yang membingungkan kami itu pemerintah tahu mengenai aturan FOB Intocerm, tapi ada aturan baru seperti ini,” keluhnya.

Akibatnya, pengusaha sawit merasa dibenturkan dengan importir untuk meminta mereka menggunakan asuransi dari dalam negeri.

Padahal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, dalam pasal 38 menyebutkan bahwa kebijakan pergadangan luar negeri harus ada harmonisasi standar dan prosedur kegiatan perdagangan dengan mitra dagang.

“Melalui aturan ini kami dibenturkan dengan pembeli. Jika kami menggunakan pasal UU Perdagangan maka pemerintah akan sulit menjawabnya,” jelas dia.

Catatan saja, Kementerian Perdagangan bersama industri asuransi sawit, asuransi dan batubara sepakat menunda realisasi Permendag Nomor 48 tahun 2018 selama enam bulan.

Artinya, peraturan tersebut baru bisa terealisasi di tahun depan. (kontan.co.id/ac)

RI masih butuh fasilitas GSP, Kadin tekankan win-win solution

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melakukan terus melobi pemerintah Amerika Serikat (AS) supaya Indonesia tetap bisa menikmati fasilitas tarif yang lebih murah lewat skema generalized system of preferences (GSP).

JAKARTA (alfijak): Lewat keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (29/7/2018), Mendag bertemu dengan Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer di kantornya di Washington DC, AS. Pertemuan itu merupakan agenda utama kunjungan kerja Mendag sejak awal pekan ini.

“Lighthizer sangat menghargai dan menyambut baik pendekatan pemerintah Indonesia untuk bekerja sama meningkatkan hubungan bilateral kedua negara sebagai mitra strategis. Kerja sama Indonesia AS diharapkan dapat meningkatkan nilai perdagangan kedua negara yang menurut kami masih sangat rendah dibanding potensi yang ada,” kata Mendag.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan total perdagangan Indonesia dan AS pada tahun lalu mencapai 25,91 miliar. Dari jumlah tersebut, ekspor Indonesia mencapai 17,79 miliar dolar AS dan impor Indonesia sebesar 8,12 miliar dolar AS.

Dengan demikian, Indonesia mengalami surplus terhadap Amerika 9,67 miliar dolar AS.

Dalam pertemuan itu, pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat itu menyatakan, Indonesia akan meningkatkan ekspor produk-produk Indonesia yang potensial di pasar AS.

Selain itu, Indonesia juga siap membeli bahan baku dan barang modal AS yang tidak diproduksi di Indonesia

“Di dalam ketidakpastian ekonomi dunia saat ini, justru Indonesia proaktif memanfaatkan setiap peluang yang ada. Misalnya dengan mengadakan perundingan perdagangan maupun kerja sama bilateral yang lebih erat antara bisnis dan pemerintah seperti yang kita adakan di Washington DC ini,” ujar Mendag.

Mendag juga mengutarakan, berbagai isu hambatan perdagangan yang menjadi perhatian Indonesia seperti proses peninjauan ulang terhadap Indonesia sebagai negara penerima skema GSP dan pengecualian bagi Indonesia atas pengenaan kenaikan tarif impor produk besi baja dan aluminium AS.

“Permintaan mempertahankan GSP untuk Indonesia tersebut tidak hanya untuk kepentingan industri di Indonesia, tetapi juga juga untuk kepentingan industri di AS karena terkait proses produksi domestik mereka, jadi sebetulnya ini kerja sama win-win,” ujar Mantan Ketua DPP Partai Nasdem itu.

Indonesia masih memerlukan GSP untuk meningkatkan daya saing produk di pasar AS.

Produk-produk Indonesia yang selamaini menggunakan skema GSP AS antara lain karet, ban mobil,perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai.

Di tahun 2017, produk Indonesia yang menggunakan skema GSP bernilai 1,9 miliar dolar AS.

Angka ini masih jauh di bawah negara-negara penerima GSP lainnya seperti India sebesar 5,6 miliar dolar AS, Thailand 4,2 miliar dolar AS, dan Brasil 2,5 miliar dolar AS.

“Proses peninjauan ulang saat ini tengah berlangsung, oleh karena itu kunjungan kali ini sangat tepat waktunya dan strategis dalam menegaskan kembali arti penting perdagangan kedua negara,” kata Mendag.

Dalam kunjungan kerja ke AS tersebut, Mendag juga menggalang dukungan berbagai kalangan bagi keterbukaan akses pasar Indonesia, seperti menemui asosiasi importir AS, asosiasi tekstil, AS, hingga anggota kongres AS.

Win-win

Pemerintah Amerika Serikat (AS) tunjukkan sinyal positif pasca melakukan pertemuan dengan Indonesia. Pertemuan tersebut terkait dengan pemberian klarifikasi dari Indonesia mengenai peninjauan generalized system of preferences (GSP).

Pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) hanya dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam ini dilakukan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita. Sementara pengusaha yang ikut kunjungan lebih berfokus pada hubungan antar bisnis (Business to Business/B2B).

“Rombongan yang bertemu GSP hanya pemerintah, kalau pemerintah bilang pertemuan berlangsung positif,” ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani kepada Kontan.co.id, Minggu (29/7).

Pihak swasta diungkapkan Shinta juga ikut membantu perundingan. Penguatan hubungan bisnis dengan pihak importir AS dilakukan mengingat fasilitas GSP juga akan menguntungkan importir.

Selain itu, Shinta juga mengungkapkan rencana pemerintah untuk membuka akses pasar Indonesia bagi AS. Meski begitu pasar di Indonesia dinilai tidak akan terganggu meski masuk barang dari AS.

“Kita mau kerja sama yang win-win, seperti tekstil kalau kita ekspor maka kita impor kapas dari AS karena kita tidak produksi kapas,” terang Shinta.

Meski telah adasinyal positif, keputusan terkait GSP masih menunggu. Pasalnya saat ini masih terus dilakukan proses peninjuan.

Fasilitas GSP merupakan hak veto dari pemerintah AS. Keputusan terkait GSP nantinya akan diputuskan oleh Presiden AS.

“Hasil pertemuan masih menunggu pastinya karena keputusan diambil oleh Presiden Trump,” ujar Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemdag), Pradnyawati. (inews.id/kontan.co.id/ac)

 

Meski indeks naik, logistik masih bekerja terpisah & berjalan masing-masing

Asosiasi Pertekstilan Indonesia meminta pemerintah tidak cepat berpuas diri dengan perbaikan peringkat logistik yang dikeluarkan oleh Bank Dunia.

JAKARTA (alfijak): Ernovian G. Ismy, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), menuturkan dukungan logistik bagi industri manufaktur memiliki peranan penting untuk meningkatkan daya saing. Logistik mendukung bisnis sejak pengadaan bahan baku, kelancaran proses produksi, hingga penjualan akhir.

“Dukungan logistik yang dimaksud mencakup moda transportasi yang meliputi angkutan darat, laut, dan udara, serta dukungan gudang,” ungkapnya di Jakarta pada Rabu (25/7/2018).

Di Indonesia, menurut dia, sistem logistik bekerja dan berjalan terpisah-pisah, masing-masing entitas berusaha mementingkan kepentingan bisnisnya.

“Akibatnya, biaya logistik di Indonesia selain mahal juga lead time-nya masih lama. Akhirnya percepatan lalu lintas arus barang impor dan ekspor tidak terukur. Beban ini akhirnya harus ditanggung industri manufaktur nasional [sebagai komponen harga],” paparnya.

Untuk mempercepat perbaikan bisnis manufaktur nasional dari sisi logistik, dia berpendapat perlu ditetapkan sentral koordinasi sehingga masala logistik terurai.

Pemerintah juga harus menetapkan fokus utama apakah berkutat pada kecepatan dengan membenahi kinerja operator atau berfokus pada biaya dan waktu tunggu yang menuntut perbaikan menyeluruh dalam sistem logistik nasional.

Jangan puas diri

Indonesia belum boleh berpuas diri atas kenaikan peringkat indeks kinerja logistik karena masih kalah dari sejumlah negara Asean.

Berdasarkan Logistic Performance Index (LPI) 2018 yang baru saja dirilis World Bank, Indonesia berada di peringkat 46 dengan skor 3,15 atau naik dari posisi 2016 yang ada di rangking 63 dengan skor 2,98.

Peningkatan tersebut merupakan capaian signifikan meskipun belum dibarengi dengan penurunan ongkos logistik Indonesia yang masih terbilang tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain.

Lembaga riset dan pendidikan Supply Chain Indonesia (SCI) menyatakan walaupun secara keseluruhan peringkat LPI Indonesia membaik, tapi di sisi lain posisi Indonesia di antara negara-negara Asean lainnya justru turun dari peringkat 4 menjadi peringkat 5.

“Indonesia tidak bisa berpuas diri atas peningkatan LPI-nya pada 2018. Perbaikan LPI negara-negara Asean lainnya yang lebih baik menunjukkan peningkatan dukungan logistik yang lebih tinggi terhadap daya saing produk dan komoditasnya,” kata Chairman SCI Setijadi kepada Bisnis.com, Rabu (25/7/2018).

Data LPI 2018 menunjukkan Thailand naik 13 peringkat menjadi rangking 32, Vietnam merangsek ke posisi 39 setelah naik 25 peringkat, Filipina berada di posisi 60 setelah naik 11 peringkat, dan Laos naik 70 peringkat ke posisi 82.

Sementara itu, Singapura turun 2 peringkat ke rangking 7, Malaysia turun 9 peringkat ke posisi 41, Kamboja berada di rangking 98 setelah turun 25 peringkat, dan Myanmar turun 24 peringkat ke posisi 137.

Adapun Brunei berada di rangking 80. Pada 2016, negara di utara Kalimantan ini tidak termasuk negara yang disurvei.

Setijadi menuturkan peningkatan skor Indonesia terutama didukung oleh pertumbuhan dimensi pengiriman internasional (international shipments) sebesar 0,33 poin atau 11,4%, infrastruktur 0,25 poin atau 9,4%, dan ketepatan waktu (timeliness) sebesar 0,21 poin atau 6,1%.

Selanjutnya, dimensi pencarian barang (tracking/tracing) sebesar 0,11 poin atau 3,4% serta kualitas dan kompetensi logistik sebesar 0,1 poin atau 3,3%.

“Sementara itu, dimensi kepabeanan mengalami penurunan 0,02 poin atau 0,7%,” sebutnya.

Menurut Setijadi, analisis per dimensi itu menunjukkan dampak positif di sektor logistik dari hasil pembangunan infrastruktur dan peningkatan konektivitas yang tengah gencar dilakukan pemerintah. Kendati demikian, perlu adanya sejumlah perbaikan agar kinerja logistik Indonesia bisa bersaing terutama dengan negara tetangga.

“Atas penurunan skor dimensi kepabeanan, perlu dilakukan analisis lebih lanjut sebagai tahap awal upaya perbaikannya,” tegasnya.

LPI 2018 menempatkan Jerman di peringkat pertama dengan skor 4,2. Swedia menyusul di posisi berikutnya dengan 4,05 poin, Belgia dengan 4,04 poin, serta Austria dan Jepang dengan 4,03 poin. (bisnis.com/ac)

IPC TPK ambil alih 2 terminal di Priok, DO online dijalankan

Pengelolaan dan operasional bongkar muat peti kemas di terminal 2 dan terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, beralih ke PT IPC Terminal Peti Kemas (TPK)—anak usaha PT Pelindo II mulai 15 Juli 2018.

JAKARTA (lafijak) Mulyadi , General Manager PT.Pelindo II cabang Tanjung Priok, menyatakan langkah itu dalam rangka memberikan peningkatan pelayanan kepada para pengguna jasa di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Selama ini, pengelolaan dan operasional terminal 2 dan terminal 3 Pelabuhan Priok dikendalikan oleh PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP) yang juga merupakan anak usaha Pelindo II.

Terminal 3 Priok didominasi melayani bongkar muat peti kemas internasional dan sebagian kecil peti kemas domestik. Sedangkan di terminal 2 khusus melayani bongkar muat peti kemas domestik.

Namun, imbuhnya, mulai 15 Juli 2018 pengelolaan dan pengoperasian kedua terminal petikemas itu akan dilakukan oleh PT IPC Terminal Petikemas / IPC TPK) yang secara fokus mengoperasikan beberapa Terminal Petikemas dilingkungan Pelindo II.

“Ini merupakan pemisahan/spinoff terminal petikemas dari PTP ke IPCTPK,” ujarnya kepada Bisnis.com Sabtu (14/7/2018).

Mulyadi menambah pihaknya telah memberitahukan perubahaan pengelola Terminal 2 dan Terminal 2 tersebut kepada pengguna jasa melalui surat edaran urat nomor: Ps-02.01/13/tpk, tanggal 13 Juli 2018.

“Terima kasih atas dukungan dan kerjasama dari seluruh pihak yang selama ini telah terjalin dengan baik kiranya dapat dilanjutkan dan ditingkatkan pada masa mendatang,”ujarnya.

DO Online

Ada sepuluh terminal internasional pelabuhan yang sudah siapkan fasilifas layanan delivery order (DO) online sehingga baik shipping line maupun pemilik barang dapat memanfaatkan sistem DO Online yang dimiliki oleh terminal tersebut.

“Terhitung sejak diluncurkan Juni 2018 lalu, hingga saat ini data yang diterima untuk 10 terminal yang telah melakukan pelayanan menggunakan DO online sudah ada sebanyak 43,662 DO container release yang sudah diproses dan dilaporkan dari terminal ke Inaportnet,” kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Chandra Irawan di Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Seperti diketahui, DO Online pada Inaportnet 2.0 merupakan aplikasi dari pemerintah untuk memonitor setiap DO Online yang telah diterbitkan dan pergerakan barang di setiap pelabuhan yang sudah masuk dalam sistem.

Aplikasi DO online dapat digunakan baik untuk ekspor maupun impor.

Oleh karena itu, Chandra menuturkan, pemerintah mengharapkan agar peran serta pemangku kepentingan dan asosiasi untuk ikut mendorong anggotanya agar memanfaatkan dan mengimplementasikan DO Online ini.

Chandra mencontohkan, saat ini seperti yang telah dijalankan  di Pelabuhan Tanjung Priok terkait DO Online telah dimanfaatkan untuk melayani ekspor – impor.

Ada di lima terminal yaitu JICT, TPK Koja, NPCT1, PT MAL dan TO3 yang sistemnya sudah terkoneksi dengan shipping line (perusahaan pelayaran) dan cargo owner (pemilik barang) yang menjadi costumernya.

Dari data yang diterima, dari lima terminal di pelabuhan Tanjung Priok yang sudah melakukan pelayanan dengan DO Online. Sejak dari 24 Juni 2018 sampai 3 Juli 2018 tercatat sudah ada 23.767 DO kontainer rilis yang sudah diproses dan sudah dilaporkan datanya dari terminal ke inaportnet.

“Sejauh ini, pelaksanaan DO Online berjalan cukup baik karena sudah terkoneksi dan terintegrasi dengan baik ke sistem terminal operator  maupun ke inaportnet,”  kata Chandra.

Namun demikian Chandra juga menjelaskan implementasi aplikasi Inaportnet dan DO Online ini masih terus berjalan walaupun belum sepenuhnya sempurna tetapi pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut akan terus berusaha menyempurnakan serta pengembangan sistem yang lebih baik lagi.

“Kami menyadari bahwa implementasi aplikasi pada tahap awal ini, belum bisa langsung sempurna namun kedepan aplikasi tersebut pasti kita terus lakukan penyempurnaan, agar diperoleh hasil yang lebih baik lagi. Kementerian Perhubungan juga selalu terbuka dan siap menerima masukan dan kritikan dari masyarakat demi kemajuan dan perbaikan bersama,” ujar Chandra.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meluncurkan aplikasi Inaportnet 2.0 dan layanan Delivery Order (DO) Online pada  29 Juni 2018 .

Sejak peluncuran, aplikasi diterapkan di lima pelabuhan yakni Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar dan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. (bisnis.com/liputan6.com/ac)

Asosiasi tak keberatan tarif tol JORR yang baru

Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) akan menerapkan tarif toll terbaru jauh dekat Rp15 ribu untuk mobil pribadi dan mobil besar Rp30 ribu. Tarif tersebut bagian integrasi transaksi untuk ruas   Jakarta Outer Ring Road (JORR) dengan tol Pondok Aren-Bintaro Viaduct-Ulujami dan tol Akses Tanjung Priok.

JAKARTA (alfijak): Gemilang Tarigan , Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengatakan sangat setuju dengan adanya penarapan tarif terbaru yang dianggap menguntungkan pihaknya.

“Kalau dulu kita bisa kena Rp90 ribu, kalau sekarang Rp30 ribu kan lebih murah,” katanya di Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Menurut dia, truk logistic memang mau tidak mau harus masuk toll, karena tidak mungkin untuk masuk jalur arteri.

Hal tersebut untuk mempercepat pengangkutan dari titik pengambilan barang hingga Pelabuhan atau Bandara.

Dia berpikir dengan ketentuan tarif jarak pendek dan jauh dengan tariff yang sama, tentunya bisa mengurangi beban jalan toll.

Dia berharap mobil pribadi yang jarak pendek, mikir dua kali untuk masuk toll jika jaraknya pendek.

“Mobil pribadi kalau jarak deket masuk jalan areri saja, kan bayarnya sama jarak pendek dan jauh,tapi kalau juah bisa ambil toll karena menguntungkan,” katanya.

Sambutan positif

Sambutan positif salah satunya datang dari Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Wakil Ketua Kompartemen ALFI, Ian Sudiana mengungkapkan, pihaknya mendukung integrasi tarif Tol JORR dan Akses Tanjung Priok.

“Kami dari ALFI sangat mendukung integrasi tarif Tol JORR dan akses Tanjung Priok, karena dengan single pricing, bagi kami memberikan kepastian layanan,” kata Ian usai menghadiri acara focus group discussion “Manfaat Integrasi Tol JORR untuk Pelaku Logistik” di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta, Kamis (28/6).

Pasalnya, pihaknya menilai dengan integrasi tarif Tol JORR dan Akses Tanjung Priok maka kedepan semakin sedikit pintu yang harus dilewati pelaku usaha Logistik dan lainnya.

“Ini suatu adalah suatu inisiatif yang bagus, setelah terintegrasi, semakin sedikit pintu yang harus kami taping atau lewati. Jadi satu kali bayar sudah, sampai di ujung tanpa kendala,” katanya.

Ian mencontohkan, jika sebelumnya jalur yang dilewati oleh kendaraan angkutan logistik yakni Tanjung Priok via Kebon Bawang dan Rorotan, semula harus membayar Rp 45.000, lalu di Rorotan membayar lagi Rp 20.500, total biaya yang harus dikeluarkan pada rute tersebut mencapai Rp 65.000.

Maka dengan pemberlakuan integrasi tarif tersebut, biaya yang harus dikeluarkan pada rute yang sama hanya Rp 30.000.

“Dibuat tarif tunggal hanya menjadi Rp 30.000, round trip Rp 60.000. Dibandingkan tadinya Rp 120.000 atau terendah Rp 86.000 kalau tidak lewat Kebon Bawang, tapi ambil dari Rorotan. Jadi tetap (integrasi tarif) lebih bagus,” tutur Ian.

Menurut analisanya, setiap golongan kendaraan dengan jarak tempuh terjauh mengalami penurunan biaya hingga 70 persen.

Dengan rincian golongan satu turun hingga 70 persen, golongan 2 dan 3 turun 40-60 persen, sementara untuk golongan 4 dan 5 terjadi penurunan biaya hingga 30 persen.

“Mobil golongan I memang ada adjustment ke atas, tapi bagi kami di logistik adjustment tersebut menjadi positif. Jadi kami siap dukung,” pungkas Ian Sudiana. (industry.co,id/kompas.com/ac)

Priok dicoret dari daftar hitam War Risk JWC

Indonesia Maritime, Logistik and Transportation Watch (IMLOW) mengapresiasi langkah Joint War Committee (JWC) menghapus Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dari daftar hitam pelabuhan berisiko perang (war risk).

JAKARTA (alfijak): Pada 14 Juni 2018, JWC telah meirilis bahwa pelabuhan Tanjung Priok dinyatakan aman untuk kegiatan pelayaran dunia.

“Tentu kita apresiasi. Hal ini berkat desakan dan upaya semua pihak termasuk pemerintah RI dan Kemenhub agar pelabuhan Tanjung Priok dihapuskan dalam daftar hitam JWC itu. Lagipula memang faktanya pelabuhan Tanjung Priok aman-aman saja kok selama ini,” ujar Sekjen IMLOW Achmad Ridwan Tento, Kamis (28/6).

Untuk diketahui, JWC merupakan lembaga nongovernment di London yang terdiri dari wakil-wakil Lloyds of London Market dan International Underwriting Association (IUA). Lembaga tersebut sebelumnya memasukkan Pelabuhan Tanjung Priok ke dalam daftar pelabuhan berisiko perang (war risk) yang dirilis pada September 2017.

Lebih lanjut Ridwan mengatakan, dimasukannya Pelabuhan Tanjung Priok ke dalam daftar war list JWC berdampak adanya biaya tambahan premi asuransi yang dibebankan kepada pemilik kapal.

Sehingga menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok tidak kompetitif.

Sebelumnya, IMLOW juga memprotes supaya JWC menghapus daftar hitam war risk Pelabuhan Tanjung Priok lantaran penilaian itu tidak sesuai fakta lapangan dan mengada-ngada.

Ridwan mengungkapkan, selama ini ada perbedaan definisi piracy antara yang menjadi patokan international maritime organization (IMO) selaku organisasi maritim internasional dibawah PBB dengan internasional maritime beurau (IMB).

“Regulasi IMO selama ini berpatokan kepada United Nation Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS). Sedangkan IMB itu merupakan swasta dibawah International Chamber of Commerce (ICC),” ujar Ridwan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Laut R Agus H Purnomo dalam keterangan persnya menyatakan, dalam daftar pelabuhan berisiko perang (war risk) yang dikeluarkan oleh JWC pada tanggal 14 Juni 2018, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta sudah dihapus.

Hal ini, menunjukkan kepercayaan dunia bahwa Indonesia khususnya Pelabuhan Tanjung Priok aman.

“Alhamdulillah, berkat kerja keras dan usaha kita semua akhirnya Pelabuhan Tanjung Priok bisa dihapuskan dalam rilis war risk yang dikeluarkan JWC tersebut. Ini menunjukan adanya kepercayaan dunia pelayaran terutama dunia pelayaran internasional terhadap Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta,” ujarnya.

Sebelumnya, Dirjen Agus juga menjelaskan bahwa pihaknya sangat menyesali Pelabuhan Tanjung Priok dimasukkan ke dalam rilis war risk.

Karena, selama ini tidak ada gangguan keamanan di pelabuhan Tanjung Priok yang terjadi dan menyita perhatian dunia khususnya pelaku usaha di bidang maritim.

“Kami melayangkan protes kepada JWC dengan menyampaikan data dan fakta bahwa Pelabuhan Tanjung Priok itu aman. Akhirnya protes kami membuahkan hasil sehingga Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dikeluarkan dari rilis war risknya JWC,” kata dia.

Dia menambahkan, dengan dihapuskannya Pelabuhan Tanjung Priok dari rilis War Risk tentunya beban premi tambahan asuransi kapal yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok menjadi hilang dan seluruh perairan Indonesia aman bagi pelayaran.

“Ini merupakan hal yang baik untuk Indonesia, dengan dinyatakan aman bagi seluruh pelabuhan di Indonesia maka peluang investasi terbuka lebar,” pungkasnya.

Dalam rilis war risk Joint War Committee tertanggal 14 Juni 2018, perairan dunia terbagi menjadi 5 kawasan dengan negara-negara atau perairan yang dikategorikan sebagai war risk yaitu kawasan Afrika yaitu Libya, Somalia, Nigeria dan Togo.

Kawasan Samudera Hindia yaitu Laut Hindia, Laut Arab, Teluk Eden, Teluk Oman dan Laut Merah.

Selanjutnya, kawasan Asia yaitu Pakistan, kawasan Asia Tengah yaitu Iran, Irak, Lebanon, Saudi Arabia, Syria dan Yaman serta kawasan Amerika Selatan yaitu perairan Venezuela. (indopos.co.id/ac)

Importir tak perlu tolak rencana pelumas wajib SNI

Dalam waktu dekat, SNI juga akan diberlakukan untuk produk oli kendaraan, tak terkecuali oli impor. Tak ayal rencana tersebut mendapat penolakan dari pada importir oli.

JAKARTA (alfijak): Namun demikian, penolakan tersebut dianggap sesuatu yang tidak perlu. Trainer dari Masyarakat Pelumas Indonesia (Maspi) Juergen Gunawan menilai SNI diberlakukan untuk perlindungan terhadap masyarakat Indonesia.

Hal yang sama juga disebutnya dilakukan di negara lain. Sebab masing-masing negara akan menetapkan perlunya perlindungan konsumen, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga melalui standar yang dibuat dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh orang-orang kompeten.

“Jika kita lihat di Jepang dikenal ada JIS, Japanese Industrial Standard, ataupun di negara-negara lain dengan acuan standar yang ditentukan oleh masing-masing negara,” ucap Juergen kepada Kompas.com, Sabtu (19/5/2018).

Juergen menyebut acuan dasar yang diambil adalah metode pengujian standar internasional, yaitu ASTM (American Society for Testing and Materials). Jam Jar pada kemasan pelumas Shell. Jam Jar pada kemasan pelumas Shell.(Istimewa)

Namun angka-angka parameternya sudah ditetapkan bersama oleh tim khusus. Tim inilah yang bekerja menentukan batasan atas dan bawah dari suatu pelumas yang boleh beredar di Indonesia.

Nantinya masyarakat juga akan mendapat informasi yang jelas dan transparan pelumas apa saja yang lolos standarisasi.

“Jadi harapannya di masa yang akan datang, tidak akan sembarang produk bisa masuk dan dipasarkan di Indonesia,” ujar Presiden Direktur PT Willbern Tritium Indonesia ini. (kompas.com/ac)

Tekan biaya logistik dengan konektivitas industri

Pemerintah diminta menekan biaya logistik yang terlalu tinggi di antaranya dengan membangun konektivitas industri, selain memberangus pungutan liar dan membangun infrastruktur.

JAKARTA (alfijak): “Pungli masih banyak seperti dikeluhkan sopir truk. Kemudian dampak infrastruktur ternyata hanya menurunkan biaya logistik 2,5%,” kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira pada Rabu (16/5/2018).

Dia menjelaskan meski pemerintah gencar membangun infrastruktur, yang perlu difokuskan adalah membangun konektivitas industri.

Ini bisa dilihat dengan masifnya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung atau kereta ringan yang tidak berkaitan dengan logistik barang.

Bhima juga memandang masalah birokrasi masih tetap perlu dibenahi. Dia melihat masalah waktu masuk barang impor ke pelabuhan masih berbelit-belit. Terakhir perlu ada evaluasi tim Saber Pungli.

“Kalau sudah ada Satgas, kenapa pungli masih banyak?”

Berdasarkan catatan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), biaya logistik Indonesia pada 2014 sebesar 25,7% dari produksi atau nilai barang. Tahun ini diprediksi turun menjadi 22,1% dan tahun depan ke angka 21%.

Sementara, dibandingkan dengan negara Asean lainnya, Indonesia masih jauh tertinggal. Pada 2014 biaya logistik Thailand 13,2%, Myanmar 13%, Singapura 8,1%, dan Vietnam 25%.

Meski Vietnam hampir sama dengan Indonesia, nilai ekspor mereka meningkat dua kali lipat pada tahun yang sama dan diprediksi tahun ini berada di bawah 15%.

Dihitung ulang

Pemerintah akan menghitung ulang biaya logistik tahun ini. Jika sebelumnya berdasarkan produk domestik bruto (PDB), tahun ini dipertimbangkan juga faktor lain.

Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Erwin Raza mengatakan perhitungan dalam PDB tetap diperlukan sebagai komparasi dengan negara lain.

“Namun, perlu dilengkapi dengan pengukuran lain seperti berdasarkan cost of sale (CoS) perusahaan-perusahaan industri manufaktur di setiap daerah. Tidak hanya perusahaan besar, tetapi juga UKM,” ungkapnya kepada Bisnis pada Rabu (16/5/2018).

Pengukuran dengan faktor lain dirasa perlu agar lebih dapat menggambarkan kondisi sebenarnya kinerja logistik Indonesia baik berdasarkan industrinya, daerah, atau kotanya.

Erwin menjelaskan perhitungan tersebut tidak sekadar menghasilkan angka, tetapi dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan untuk perbaikan kinerja logistik nasional di masa datang.

Terakhir kali biaya logistik diteliti pada 2014. Selama 4 tahun, pelaku usaha dan pemerintah hanya menerka-nerka berapa jumlah beban pengiriman barang. Sementara, dalam rencana pemerintah jangka menengah nasional 2015-2019 ditargetkan biaya logistik bisa turun 5% per tahun.

“Jadi, kita harus hitung. Orang selalu bilang 25%, ada juga 26%. Kita mau hitung ulang lagi. Harusnya minimal 2 tahun sekali sehingga kita tahu pengurangan dan kinerja pemerintah,” tutur Erwin. (bisnis.com/ac)