ALFI Jakarta Beberkan Solusi Menghindari Praktik Pungli di Priok

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyampaikan solusi perbaikan layanan jasa kepelabuhanan di Tanjung Priok guna menghindari terulangnya praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Ketua ALFI DKI Jakarta, Adil Karim mengatakan, solusi perbaikan masalah pungli mesti komprehensif, tidak melihat satu sisi saja (SDM) namun perlu melihat sisi pengawasan yang melekat dari manajemen operator terminal yang ada di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

Solusi yang diusulkan ALFI tersebut, yakni;
Pertama, terhadap service level agreement/service level guarante (SLA/SLG) receiving dan delivery kontainer yang telah disepakati bersama pihak terminal dengan otoritas pelabuhan setempat dan pengguna jasa mesti betul-betul dijalankan serta transparan.

“Jika diperlukan dipasang pengumuman ditempat-tempat yang bisa dilihat publik terkait SLA/SLG itu. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghandle pergerakan perkontainer baik ekspor maupun impor,” ujar Adil Karim, pada Rabu (16/6/2021).

Kedua, adanya kepastian waktu action operator terminal pasca submit data yang sudah dilakukan oleh pengguna jasa.

“Misalnya saat pengguna jasa sudah melakukan submit data/dokumen impor-nya melalui sistem dan terbit pemberitahuan terkena jalur merah /PJM, seharusnya sudah dapat langsung direlokasi ke tempat yang telah ditentukan, supaya tidak terjadi antrean untuk proses pemeriksaan barang selanjutnya,” ucapnya.

Ketiga, mengoptimalkan fungsi fasilitas control tower room yang ada di masing-masing terminal guna lebih mendeteksi gerakan-gerakan yang terjadi dilapangan.

“Jika fasilitas alat pemantau nya dirasa kurang agar ditambah lebih banyak lagi sehingga dapat memonitor keseluruhan titik-titik di terminal,” paparnya.

Keempat, memanfaatkan kontak pengaduan atau call centre yang ada di terminal/pelabuhan termasuk untuk pengaduan jika pelayanan tidak sesuai dengan SLA/SLG.

Kelima, penyeragaman sistem digitalisasi untuk pelayanan pembuatan kartu import (SP2) atau kartu eksport untuk mengurangi antrean di kantor masing-masing terminal pelabuhan Tanjung Priok.

Keenam, mempercepat implementasi single Truck Identity Document (TID) dan menyiapkan terminal booking system (TBS) serta fasilitas buffer truk yang memadai di sisi Timur Pelabuhan Tanjung Priok.

“Soalnya saat ini buffer truk baru tersedia di sisi barat Tanjung Priok. Tambahan Buffer truk disisi Timur yang tujuannya untuk mengurai kemacetan di jalur arteri ke dan dari pelabuhan Priok sehingga diharapkan bisa menekan tingkat premanisme di jalan raya dari dan ke Priok,” tegas Adil Karim.

Ketujuh, khususnya untuk mengatasi  persoalan praktik pungli di depo kontainer yang ada di luar pelabuhan, agar operator depo membuat SLA/SLG pelayanannya dan wajib dipublikasikan kepada customernya serta dilakukan pengawasan yang melekat oleh manajemen depo.

“Juga perlu standarisasi fasilitas depo yang disesuaikan antara luasan lahan yang dioperasikan dengan jumlah peralatan dan fasilitas pendukungnya,” ujarnya.

Adil mengatakan, pada prinsipnya asosiasi pelaku usaha logistik sangat mendukung perubahan-perubahan ataupun perbaikan pelayanan di pelabuhan Tanjung Priok.

“Momentum ini agar dijadikan introspeksi oleh semua stakeholders demi mewujudkan pelayanan jasa kepelabuhaan yang lebih baik lagi, sehingga meningkatkan daya saing produk nasional, menarik investasi dan mampu mendongkrak logistik performance indeks (LPI) RI,” paparnya.

Adil mengatakan, Indonesia akan masuk pada conectivity Asean pada 2025, oleh karenanya semua pihak mesti menyiapkan diri untuk itu.

Bikin Efisien, Reaktivasi Layanan KA Logistik Priok-Surabaya Didukung

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendukung pengaktifan kembali (reaktivasi) angkutan logistik kereta api (KA) yang terintegrasi dengan terminal petikemas, yakni dari Tanjung Perak Surabaya tujuan Terminal Pasoso, Tanjung Priok Jakarta.

Selain dapat mengefisiensikan proses bisnis logistik layanan tersebut diyakini dapat mendukung kelancaran arus barang serta mengurai kemacetan yang selama ini kerap terjadi di jalur distribusi dari dan ke kawasan Tanjung Priok.

Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, dengan reaktivasi tersebut maka pengguna jasa atau pebisnis logistik disajikan pilihan moda  yang terintegrasi dan diharapkan dapat memberikan efisiensi waktu.

“ALFI sangat mendukung langkah tersebut, sebab bagi pebisnis logistik layanan ini bisa menjadi pilihan moda transportasi barang terutama untuk tujuan Tanjung Priok, termasuk juga seperti ke Cilegon,” ujar Yukki melalui keterangan pers-nya.

Chairman Asean Federation of Forwarders Association (AFFA) itu juga mengemukakan, kolaborasi BUMN antara PT PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) sebagai langkah konkret dalam mewujudkan program Pemerintah terkait kelancaran arus barang dan memacu kinerja logistik performance Indonesia (LPI).

Dia mengatakan dengan adanya reaktivasi jalur KA Logistik itu biaya logistik yang kini berkisar 21- 23% dari Produk Domestik Bruto atau PDB dapat ditekan hingga 17-20% secara nasional, dan layanan itu sebagai alternatif pilihan untuk pengguna jasa.

“Angkutan logistik melalui KA dapat memberikan nilai lebih untuk industri logistik dan kepelabuhanan nasional maupun industri pendukungnya (hinterland) sehingga terwujud konektivitas layanan logistik yang lebih baik,” ucap Yukki.

Sebagaimana diketahui, Kereta Api Indonesia/KAI (Persero) meresmikan konektivitas rute KA angkutan petikemas dari Tanjung Perak Surabaya tujuan Terminal Pasoso, Tanjung Priok.

Hal itu ditandai dengan diberangkatkannya 10 rangkaian gerbong berkapasitas 20 TEUs dari pelabuhan Tanjung Perak menuju Tanjung Priok, pada Kamis (3/6/2021).

Layanan kereta api logistik menuju terminal petikemas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya terakhir kali dioperasikan pada 30 Maret 2016. Dalam pengoperasian kembali, PT KAI telah melakukan sejumlah persiapan, seperti pengadaan material hingga penggantian jalan rel.

Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo mengatakan, reaktivasi jalur kereta api yang terintegrasi dengan Terminal Petikemas Surabaya selaras dengan visi KAI yaitu menjadi solusi ekosistem transportasi terbaik untuk Indonesia.

Pengaktifan kembali angkutan kereta api logistik terintegrasi dengan terminal petikemas di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya itu terjadi berkat kolaborasi antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI beserta PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau Pelindo III dan anak usahanya PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS).

Melalui reaktivasi ini, kegiatan muat dan bongkar barang yang sebelumnya dilakukan di Stasiun Kalimas, maka jalur untuk proses bongkar/muat barang bisa juga lewat Terminal Petikemas Surabaya.

Integrasi jalur KA dan pelabuhan ini merupakan salah satu wujud implementasi MoU antara KAI dan Pelindo III pada November 2020 lalu.

“Kami atas nama KAI mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pelindo III dan TPS atas semangat kolaborasi ini mewujudkan sinergi dalam bentuk konektivitas antara angkutan kereta api dan pelabuhan,” ungkap Didiek dalam keterangannya kepada pers, Jumat (4/6/2021).

Didiek menyatakan, reaktivasi angkutan logistik ini merupakan batu loncatan yang sangat penting. Sebab dengan diaktifkannya kembali pengoperasian angkutan logistik kereta api dari dan menuju terminal petikemas ini dapat memberikan nilai lebih untuk industri logistik dan kepelabuhanan nasional sebagai value creator dan membuat lebih kompetitif.

Usai dilakukan proses reaktivasi, Terminal Petikemas Surabaya, kini memiliki 2 jalur kereta api yang masing-masing mampu mengakomodir angkutan KA Barang Petikemas dengan rangkaian 10 GD, sehingga total kapasitas muat Terminal Petikemas Surabaya adalah 20 GD berkapasitas 40 twenty foot equivalent units (TEUs). Adapun komoditi yang dilayani di Terminal Petikemas Surabaya yaitu petikemas multikomoditi ekspor-impor.

Dengan terintegrasinya angkutan kereta api dengan pelabuhan ini, maka para mitra angkutan barang KAI kini dapat melakukan bongkar muat di Terminal Petikemas Surabaya Pelabuhan Tanjung Perak.

Potensi angkutan barang dari wilayah Industri di Jawa Timur diharapkan juga dapat diangkut menggunakan kereta api karena sudah terintegrasi dengan pelabuhan. Misalnya dari Gresik, dimana jumlah potensi angkutan barang menggunakan kereta api dalam 1 tahun mencapai 377 ribu ton barang.

“Angkutan barang (petikemas) menggunakan kereta api juga dilakukan dari Cilegon Banten tujuan Surabaya, dan ini pun sudah berjalan,” ucap Didiek.

Dengan terintegrasinya jalur kereta api dengan pelabuhan, maka diharapkan dapat membuat para pelaku logistik semakin tertarik untuk mengangkut barang dengan kereta api karena angkutan barang dengan kereta api memiliki keunggulan seperti kapasitas, ketepatan waktu, keselamatan, dan keamanan.

“Kami berharap semangat sinergi, kolaborasi, dan konektivitas yang terintegrasi ini dapat sustain untuk membangun value added bagi industri logistik dengan cara lebih efisien. Sehingga biaya logistik nasional yang masih sekitar 23-26% secara nasional dapat mendekati negara-negara maju antara 8-12%,” ucap Didiek.(**)

Penyiapan Infrastruktur Logistik Mesti Didukung Semua Pihak Terkait

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai bahwa sorotan Presiden Jokowi terhadap akses infrastruktur yang tidak mendukung kinerja pelabuhan sudah tepat.

Pasalnya, menurut Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki N. Hanafi, kondisi yang disampaikan Presiden itu juga tidak hanya dialami oleh pelabuhan tetapi juga bandar udara (bandara) terkait akses jalan dan pengelolaanya yang belum baik.

Kendati begitu, ujar Yukki,  tanggung jawab akses jalan ke infrastruktur logistik itu bukan cuma menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan saja tetapi melibatkan instansi terkait lainnya.

Dia juga menepis bahwa sorotan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi itu berkaitan dengan akses ke pelabuhan Patimban.

“Sesuai informasi yang saya peroleh dari media masa, akses Patimban akan mulai dibangun tahun ini,” ucap Yukki dalam Power Lunch, CNBC Indonesia, pada Rabu, (02/06/2021).

Dia juga menyebutkan kelangkaan kontainer khususnya yang berukuran 40 feet menjadi salah satu persoalan industri logistik yang terjadi di masa pandemi, akibatnya ongkos logistik meningkat hingga 200%-300%.

“Saat ini eksportir UMKM seperti furniture dan tekstil menjadi sektor yang maling merasakan dampak dari langkanya kontainer utamanya untuk pengiriman jarak jauh,” jelas Yukki.