Pelabuhan itu milik publik, bukan Serikat Pekerja!

Rencana Aksi Mogok Kerja yang akan dilakukan oleh Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SP JICT) pada 3-10 Agustus, menuai kecaman dari banyak pihak.

JAKARTA (alfijakarta): Pasalnya, ancaman mogok yang disuarakan oleh para buruh JICT tersebut lebih didorong oleh keinginan para buruh agar Direksi JICT memberikan kenaikan bonus kerja kepada mereka.

Sementara, pendapatan buruh JICT sendiri merupakan paling besar dibandingkan perusahaan perusahaan pelabuhan lain di Indonesia, bahkan di kawasan Asia.

Menurut dokumen gaji pekerja JICT yang saat ini tengah beredar luas di kalangan media, disebutkan bahwa gaji pekerja JICT selama 4 tahun belakangan ini terus naik rata-rata 20-25 persen setahun, lima kali lipat lebih tinggi daripada inflasi selama periode 2012-2016.

Selanjutnya dokumen tersebut juga menyebutkan secara detail, penghasilan buruh dan karyawan JICT yang dibagi menjadi 4 level, mulai dari level 4 (junior staf) hingga level 9 (senior manager).

Seorang pekerja dengan level senior manager bahkan bisa menikmati penghasilan bersih Rp 1,6 miliar atau lebih dari Rp 133 juta per bulannya.

Sementara untuk level terendah, yaitu junior staff, JICT memberikan penghasilan (gaji, tunjangan dan bonus) hingga Rp 405 juta setahun atau lebih dari Rp 33,74 juta per bulan sebulan.

Seluruh pajak penghasilan pekerja JICT tersebut juga sudah dibayarkan oleh perusahaan. Terkait aksi mogok tersebut, SP JICT meminta direksi agar membayarkan bonus tambahan untuk kinerja 2016.

Padahal pada 10 Mei 2017 lalu, direksi telah membayarkan bonus sebesar Rp 47 miliar kepada pekerja JICT. Penghasilan pekerja pun di tahun 2017 ini naik 4-5 lipat daripada inflasi 2016.

Akibat sikap SP JICT yang terkesan tidak puas dengan penghasilannya tersebut, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi angkat bicara dengan menilai sikap SP JICT tersebut sangat berlebihan.

Menurutnya, ditengah kondisi ekonomi yang sedang melambat saat ini, aksi mogok yang dilakukan pekerja justru akan semakin memperburuk situasi.

Apalagi tuntutan bonus yang disuarakan pekerja sejatinya sudah dibayarkan oleh perusahaan.

Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi meminta Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) untuk tidak menyandera terminal Tanjung Priok.

Kekhawatiran ini menyusul rencana aksi mogok SP JICT di terminal tersebut.

“Pelabuhan itu milik publik, bukan miliknya SP JICT. Jangan sandera terminal dengan ancaman mogok terus-menerus,” kata Siswanto.

Siswanto menilai ancaman mogok sudah menjadi senjata SP JICT dalam memaksakan kehendak mereka.

“Mereka telah menyandera terminal peti kemas sebagai alat bargaining. Karenanya, pada derajat tertentu, SP JICT sudah melakukan abuse of power dari hak yang diberikan oleh UU kepada mereka,” kata Siswanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (30/7).

Ditambahkannya, aksi mogok yang akan dilakukan oleh SP JICT kehilangan semua alasan pembenar.

“Semua orang tahu pendapatan pekerja JICT paling tinggi se-Indonesia. Sehingga, keinginan mereka yang meminta perbaikan kesejahteraan melalui bonus terasa menampar harga diri pekerja lain yang masih berkutat memperjuangkan hak normatif mereka. Jadi, tolong, SP JICT berhenti membodohi publik dengan aksi mereka yang selalu dibungkus nasionalisme itu. Jangan sampai publik muak dengan mereka,” katanya.

Dia berharap SP JICT mengurungkan niat menggelar aksi mogok dan fokus bekerja demi kelancaran proses bongkar-muat peti kemas di Tanjung Priok.

“Dengan bekerja benar para pekerja JICT akan dinilai publik sebagai manusia yang bersyukur atas kesejahteraan yang telah dinikmati selama ini, pungkasnya.

Sebelumnya Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai rencana para karyawan Jakarta International Container Terminal mogok kerja pada 3-10 Agustus 2017 dapat mengganggu iklim investasi Indonesia. Hal itu tak sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi di Tanah Air.

“Mogok di pelabuhan dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Mogok memang hak pekerja tetapi sebaiknya pelayanan tetap jalan,” ujar Ketua ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi di Jakarta, Rabu (26/7).

Menurutnya, apabila pelayanan tetap jalan shippingline dapat tetap masuk dan bongkar muat di JICT. Hal tersebut akan membuat para pelaku industri menjadi lebih tenang dan yakin terhadap kondisi di Indonesia.

Pekerja pelabuhan yang mogok tidak hanya berdampak pada operator semata. Tetapi, juga diperlukan koordinasi dari berbagai shipping line untuk mengalihkan pelayanan selama masa mogok.  (kini.co.id/infologistic.id/ac).

Tekstil impor asal Cina tujuan Jakarta dibongkar di Batam

Jajaran Polsek Batamkota dan Sat Reskrim Polresta Barelang mengamankan 55 ton tekstil dari Cina di Perumahan Mitra Raya, Batam, Jumat (28/7).

Rencananya, tekstil tersebut akan diselundupkan ke Jakarta.

Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian mengatakan, penangkapan ini bermula dari patroli kota yang dilaksanakan Polsek Batamkota dan menemukan kontainer yang masuk ke dalam area perumahan.

Selanjutnya, dilakukan penyelidikan dan diketahui bahwa kontainer itu berisikan 55 ton tekstil.

“Dalam aturan perdagangan dilarang untuk mengimpor tekstil. Kecuali untuk stok bahan di perusahaan garmen,” jelas Sam.

Dijelaskan Sam, polisi sudah menetapkan tersangka bernama Ali.

Pria yang sehari-hari bekerja di PT Wearsmart Textiles Batam itu berperan dalam proses impor tekstil tersebut.

“Jadi istilahnya dia melakukan usaha sampingan dengan mendatangkan sendiri barang bekas masuk ke Batam dengan dokumen PT Wearsmart Textiles Batam,” ujar Sam.

Untuk mengelabuhi petugas Bea dan Cukai, pelaku memindahkan tekstil tersebut ke dalam kontainer lain sebelum dikirim ke Jakarta.

Untuk porses pengiriman ke Jalarta, Ali akan menggunakan nama perusahaan lain.

Kepada polisi, kata Sam, Ali mengaku sudah melakukan hal serupa. Ali juga mengaku mengambil untung 0,5 dolar Amerika dari setiap kilogram tekstil.

“Dia beli di Cina 1 dolar AS, sampai di Jakarta dijual 1,5 dolar AS,” katanya.

Sam menambahkan, selanjutnya penyelidikan terkait pengiriman tekstil ini akan dilakukan di Mapolda Kepri dengan melibatkan jajaran Polsek Batamkota dan Polresta Barelang.

“Kita akan dalami. Nantinya, tekstil ini akan kami masukkan ke gudang dan kami bongkar. Siapa tahu, ada narkotika atau bagaimana di dalamnya,” tuturnya.

Atas perbuatannya, Ali diancam dengan pasal 114 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan diancam hukuman penjara selama lima tahun.

Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Bea dan Cukai Batam Andi Gunawan menambahkan, tersangka menggunakan jalur hijau dalam memasukkan tekstil dari Tiongkok itu.

Proses importase itu dianggap legal karena tersangka mengatasnamakan perusahaan tempat ia bekerja yang merupakan perusahaan garmen.

“Proses pengirimannya tidak ada yang salah. Ini ada oknum pegawai perusahaan yang bermain,” katanya.

Sumber: batampos.co.id

Patimban segera dibangun bantu urai kepadatan Priok

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menargetkan pembangunan Pelabuhan Patimban di utara Jawa Barat dapat dilakukan pada Januari 2018. Dengan begitu. pelabuhan ini bisa selesai dibangun dan mulai beroperasi secara bertahap pada 2019.

“Kami berharap 2019 bisa beroperasi, paling tidak untuk car terminal-nya (terminal kendaraan),” kata Budi usai acara diskusi di Jakarta, Kamis (27/7).

Budi mengatakan saat ini pihaknya masih menyelesaikan beberapa hal untuk memulai proses pembangunan pelabuhan tersebut. Langkah awal yang dimaksud adalah finalisasi desain rekayasa terperinci atau Detail Engineering Design (DED), pinjaman, hingga siapa yang akan jadi operator.

Pelabuhan Patimban akan memiliki terminal kontainer berkapasitas 7,5 juta TEUs dan terminal kendaraan sebesar 600 ribu unit. Dengan kapasitas ini, Pelabuhan Patimban akan banyak membantu mengurai kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok.

“Selain itu diharapkan pelabuhan ini akan berkolaborasi dengan bandara Kertajati yang selesai Mei tahun depan,” ujarnya. (Baca: Topping Off, Budi Karya Targetkan Bandara Kertajati Beroperasi 2018)

Mengenai skema pengusahaan pelabuhan ini, Budi mengatakan pihaknya akan segera merumuskan hal ini. Dia menjanjikan bahwa pelabuhan ini akan memiliki standar internasional dengan proses pembangunan yang cepat dan mengurangi birokrasi.

Pemerintah dan pihak Jepang juga telah sepakat mengenai porsi kepemilikan saham pada Pelabuhan Patimban. Indonesia akan menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 511 persen. Sedangkan sisanya dipegang Jepang sebesar 49 persen.

Proyek Pelabuhan Patimban ini sempat dibahas dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Presiden JICA Shinichi Kitaoka. Selain proyek ini, infrastruktur lain seperti Mass Rapid Transit(MRT) hingga kereta cepat Jawa bagian Utara juga dibahas.

“Lalu penting juga untuk mempercepat proyek yang saat ini (untuk direalisasikan),” kata Kitaoka.

Sumber: katadata.co.id

Rencana mogok pekerja JICT ancam investasi sektor logistik

Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai rencana para karyawan Jakarta International Container Terminal mogok kerja pada 3-10 Agustus 2017 dapat mengganggu iklim investasi Indonesia. Hal ini tak sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi di Tanah Air.

JAKARTA (alfijakarta): “Mogok di pelabuhan dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Mogok memang hak pekerja tetapi sebaiknya pelayanan tetap jalan,” ujar Ketua ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi di Jakarta, Rabu (26/7).

Menurutnya, apabila pelayanan tetap jalan shippingline dapat tetap masuk dan bongkar muat di JICT. Hal tersebut akan membuat para pelaku industri menjadi lebih tenang dan yakin terhadap kondisi di Indonesia.

Pekerja pelabuhan yang mogok tidak hanya berdampak pada operator semata. Tetapi, juga diperlukan koordinasi dari berbagai shipping line untuk mengalihkan pelayanan selama masa mogok.

Hal tersebut yang berpotensi menimbulkan nuansa ketidakpastian bagi shippingline dan pelaku logistik tidak hanya dari eskportir tetapi juga importir. Ujungnya mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.

“Apabila mogok terjadi, sebenarnya JICT dan pekerja sendiri akan mengalami kerugian karena tidak melayani shippingline. Ada beberapa pelabuhan lain yang masih terus beroperasi di Priok sehingga tetap ada alternatif lain,” katanya.

Yukki juga menjelaskan masalah yang menjadi penyebab mogok bukanlah permasalahan lama dan sudah dipahami oleh banyak orang.

Bahkan, menurutnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Otoritas Pelabuhan juga sudah memberikan perhatian serius terhadap permasalahan mogok pekerja.

“Sebaiknya permasalahan ini dijauhkan dari kepentingan politik,” tegasnya.

Salah satu faktor penyebab mogok tersebut karena bonus yang diterima karyawan pada 2016 menurun sebesar 42,5 persen dibandingkan bonus pada 2015.

Penurunan tersebut terjadi karena PBT (Profit Before Tax) JICT menurun dari USD 66,3 juta pada 2015 menjadi USD 44,19 juta pada 2016.

Aksi mogok kerja karyawan JICT rencananya akan dilakukan pada 3-10 Agustus 2017.

Sebelumnya, aksi serupa juga pernah direncanakan tapi dibatalkan setelah ada kesepakatan antara Direksi dan Serikat Pekerja JICT.

INSA responsif

Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP INSA, mengatakan ada dampak yang diakibatkan bagi industri pelayaran dan logistik. Hal ini terutama karena aksi terjadi di salah satu terminal yang cukup besar melayani ekspor dan impor.

“Tentu saja, mogok kerja SP JICT akan membuat aktivitas arus barang sangat terganggu, dan mungkin saja akan memberikan dampak keterlambatan barang kebutuhan masyarakat,” jelas Carmelita kepada Bisnis di Jakarta pada Rabu (26/7/2017).

Dampak lainnya adalah kerugian materi yang dialami para pelaku usaha terkait di JICT, seperti pelaku usaha pelayaran, angkutan truk, dan para importir.

carmelita-hartoto-jibiphoto

Selain itu, jika mogok kerja di JICT benar terjadi tentunya akan memberikan penilaian buruk bagi dunia maritim Indonesia di mata dunia.

“Terlebih saat ini kita sedang menuju untuk menjadi poros maritim dunia,” jelasnya.

Untuk itu, rencana mogok kerja SP JICT, kata Carmelita, harus diantisipasi oleh para stakeholder di pelabuhan.

Antisipasi yang dilakukan misalnya dengan mengalihkan bongkar muat yang sebelumnya di terminal JICT dapat dialihkan sementara pada terminal lain hingga aktivitas berjalan normal.

“Namun tentunya kami mengharapkan mogok kerja dapat dihindari, mengingat pelabuhan yang merupakan objek vital nasional dan roda penggerak ekonomi nasional,” paparnya.

Sebaiknya, kata Carmelita, para pekerja besama manajemen perusahaan dapat duduk bersama dan mencari win-win solution.

Operasional tak terganggu

Direktur Komersial & Pengembangan Bisnis IPC, Saptono R. Irianto mengatakan rencana mogok yang dilakukan Serikat Pekerja JICT diharapkan tidak akan mengangggu operasional terminal.

Dia menyiratkan, IPC masih memiliki sejumlah termnal yang bisa difungsikan bila operasional terminal JICT mandek. “Istilahnya terserah apa, intinya masih banyak terminal yang bisa menghandle,” ujarnya.

Impor merosot karena daya beli domestik rendah?

Berdasarkan Laporan Tahunan IPC 2016, terminal JICT mampu melayani arus peti kemas hingga 3 juta TEUs per tahun.

Kapasitas itu didukung oleh lapangan penumpukan seluas 57,5 hektare dan panjang dermaga hingga 2.150 m.

JICT juga dilengkapi quay cranes sebanyak 19 unit dan tubber tyred gantry cranes sebanyak 74 unit.

Operasional terminal JICT juga disokong oleh prime movers and trailers sebanyak 142 unit dan 25 unit peralatan derek lainnya.

Di luar terminal JICT, IPC juga memiliki Terminal Petikemas Koja. Kapasita terminal tersebut telah mencapai 1 juta TEUs dengan dukungan perlatan tujuh unit container crane, 48 unit truk dengan 60 chassis, 25 unit RTG, tiga unit reacstacker.

IPC juga masih memiliki tiga terminal yang dikelola PT Pelabuhan Tanjung Priok dan Terminal Perikemas Kalibaru yang diresmikan pada September 2016. (merdeka.com/viva.co.id/bisnis.com/ac)

 

 

Direct call dari Priok terus meningkat, transhipment via Singapura anjlok 15%

Tren perdagangan ekspor Indonesia via transit di Singapura (transhipment) terus mengalami penurunan dan hal tersebut diakui Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri sebagai hal baik.

JAKARTA (alfijakarta): “Karena ketergantungan ekspor kita transit melalui Singapura turun,” ujar Kasan kepada wartawan saat ditemui di gedung Kementerian Perdagangan, Rabu (26/7).

Ia mengatakan, penurunan ekspor yang terjadi ke Singapura hampir 15 persen pada semester satu tahun 2017 ini. Hal tersebut dikarenakan membaiknya infrastruktur pelabuhan di tanah air.

Upaya pemerintah memperluas pelabuhan di tanah air seperti di Sumatera, Tanjung Priok di Jakarta dan pelabuhan lainnya diakui Kasan akan membuat Indonesia mampu melakukan ekspor langsung ke negara tujuan, tanpa menjadikan Singapura sebagai negara transit.

Hal tersebut tentunya akan membuat Indonesia memperoleh nilai ekspor yang lebih berkualitas. “Maka infrastruktur punya dampak lebih baik kepada ekspor,” katanya.

Ia menambahkan, pada 2005 ekspor non migas Indonesia ke Singapura sebesar 11 persen dengan nilai 7,1 miliar dolar AS. Sementara ekspor non migas pada semester satu 2017 ini sebesar 4,2 persen.

Diperkirakan, tren ini akan terus menurun dan bahkan menggeser posisi Singapura yang saat ini masuk di jajaran lima besar tujuan ekspor.

“Singapura turun sekali, tapi justru kita tidak risau. Dari tahun 2005 sampai tahun 2017 ketergantungan ekspor non migas kita ke Singapura terus berkurang,” kata Kasan.

Menurut Kasan, Singapura memegang porsi sekitar 15% pada 2005 dari total ekspor non migas Indonesia. Namun pada 2016 dan semester I-2017, persentasenya melorot hanya sekitar 6% dari total ekspor non migas Indonesia.

Lebih jauh kata Kasan, penurunan ekspor ke Singapura tersebut sebenarnya justru kabar baik bagi Indonesia. Turunnya ekspor ke negara tetangga tersebut terjadi karena ekspor langsung Indonesia (direct call) tanpa lewat Singapura (transit) semakin bertambah.

“Ini bagus, kaitannya dengan fungsi infrastruktur pelabuhan kita yang semakin diperbaharui,” ujarnya.

Seperti Tanjung Priok diperluas sehingga kapal-kapal besar bisa masuk, mengurangi transit feeder Jakarta-Singapura, atau direct export jauh lebih besar, ini sesuatu yang positif.

Dia menuturkan, ekspor Indonesia pada tahun 2005 ke Singapura memegang porsi 15% dari seluruh ekspor Indonesia dengan nilai US$ 7,1 miliar.

Rata-rata barang yang diekspor ke Singapura dikirimkan kembali ke negara tujuan akhir. Seperti Tanjung Priok diperluas sehingga kapal-kapal besar bisa masuk, mengurangi transit feeder Jakarta-Singapura, atau direct export jauh lebih besar, ini sesuatu yang positif.

Sementara untuk ekspor Indonesia ke Singapura tahun 2016 yakni sebesar US$ 9,34 miliar dengan porsi 7% dari keseluruhan ekspor non migas Indonesia.

Kemudian di periode Januari-Mei 2017 nilai ekspor Indonesia ke negara itu sebesar US$ 3,72 miliar dengan porsi 6% dari keseluruhan ekspor non migas.

Diungkapkannya, ekspor ke Singapura akan semakin turun jika pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia sudah terbangun, sehingga bisa langsung melakukan ekspor tanpa melewati negara tersebut.

“Kalau di ujung Sumatera sudah ada pelabuhan baru yang dibesarkan, kita bisa melupakan Singapura. Maksudnya kita bisa semakin banyak direct export,” ujar Kasan.

Pada tahun 2016 lalu, negara tujuan eskpor non migas Indonesia terbesar yakni China sebesar US$ 15,11 miliar, diikuti Amerika Serikat US$ 15,3 miliar, Jepang US$ 13,2 miliar, India US$ 9,93 miliar, dan Singapura US$ 9,34 miliar.

sumber: republika.co.id/beritamoneter.com

 

ALFI targetkan biaya logistik di bawah 20% dari PDB pada 2019

Perbaikan dan proyek-proyek pengembangan infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia mulai melihatkan hasil, terbukti ekonomi bisa tumbuh stabil di atas lima persen dan diharapkan usaha logistik bisa tumbuh hingga 11 persen pada 2018.

JAKARTA (alfijakarta): Ketua Umum DPP ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan secara teoretis jika ekonomi tumbuh 5,5% maka pertumbuhan usaha logistik bisa mencapai dua kali lipat, atau hingga 11% pada tahun depan.

Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugarahawan Hanafi berbincang-bincang dengan sejumlah pengurus DPW usai acara HUT ALFI ke-28 di Hotel Borobudur, Jakarta (25/7)
Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugarahawan Hanafi berbincang-bincang dengan sejumlah pengurus DPW usai acara HUT ALFI ke-28 di Hotel Borobudur, Jakarta (25/7)

“Karena itu kami berani pasang target Indeks Kinerja Logistik atau LPI (Logistics Performance Index dari Bank Dunia, red) Indonesia yang saat ini berada di urutan ke-63 bisa membaik hingga dibawah 50 pada 2018 dan menjadi dibawah urutan ke-40 pada 2019,” kata Yukki usai acara HUT ALFI ke-28 di Hotel Borobudur, Selasa (25/7) seperti dikutip Infologistic.id.

Ia memperkirakan, pada 2018 biaya logistik bisa ditekan hingga 23,3% dan optimis pada 2019 biaya logistik RI mencapai 19% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan 27% pada 2016.

Dalam acara yang sama, Menhub Budi Karya Sumadi menyampaikan pemerintah sangat mengharapkan dukungan positif dari dunia usaha dan terbuka menerima setiap kritikan dan masukan para pengusaha terutama di daerah-daerah yang disparitas harga konsumen masih tinggi dibanding di Pulau Jawa.

Sejumlah pengurus DPW ALFI asyik membahas langkah-langkah organisasi ke depan usai acara HUT ALFI ke-28 di Hotel Borobudur, Jakarta (25/7)
Sejumlah pengurus DPW ALFI asyik membahas langkah-langkah organisasi ke depan usai acara HUT ALFI ke-28 di Hotel Borobudur, Jakarta (25/7)

Menhub meminta pelaku usaha khususnya anggota ALFI bisa menerapkan smart logistics system yang memanfaatkan teknologi informasi (TI) agar sektor logistik berkontribusi bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional.

“Dengan terwujudnya sistem logistik pintar, tentunya akan lebih efisien, praktis, efektif dan produktif sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional,” kata Menhub.

Menhub menjelaskan, pemerintah saat ini mempunyai banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dibenahi terhadap apa yang terjadi di masyarakat dan meminta ALFI dapat melaporkan kepada Kemhub hal-hal yang menghambat selama ini.

“Menhub pertama di awal dengan gamblang menyatakan sangat terbuka dan menampung setiap masalah dan semua kendala yang terjadi daerah terutama di bagian Tengah dan Timur Indonesia dan DPW-DPW juga tanpa kendala bisa langsung menyampaikan segala keluhan dan masalah yang ada,” kata Yukki.

Yukki mengakui ada beberapa komoditas yang hingga kini disparitas harganya masih tinggi antara Indonesia bagian Barat dibanding Tengah dan Timur.

“Saya sebagai Ketua Umum hanya bisa menyoroti secara chopper view (pandangan dari helikopter). Kalau masalah yang lebih teknis, tentu kawan-kawan DPW di daerah yang lebih paham,” lanjutnya.

Dia menambahkan, iklim usaha logistik di Tanah Air juga sudah mulai kondusif bagi investor asing untuk menekuni bidang tersebut, meski yang besar-besar telah lebih dulu masuk. “Usaha logistik tumbuh hingga 11% tahun depan itu sangat masuk akal.”

Ketu Umum DPP ALFI/ILFA Yukki Nugarahawan Hanafi (kiri), Sekretaris Umum ALFI Jakarta Adil Karim dan Sekretaris Eksekutif ALFI Budi Wiyono usai acara HUT ALFI ke-28 di Hotel Borobudur, Jakarta (25/7)
Ketu Umum DPP ALFI/ILFA Yukki Nugarahawan Hanafi (kiri), Sekretaris Umum ALFI Jakarta Adil Karim dan Sekretaris Eksekutif ALFI Budi Wiyono usai acara HUT ALFI ke-28 di Hotel Borobudur, Jakarta (25/7)

“Sekarang asing sudah bebas masuk ke bidang logistik. Kita sendiri harus segera berbenah diri terutama empat hal yakni harmonisasi regulasi, infrstruktur, fiskal moneter dan SDM. Masalah SDM ini juga sangat krusial,” paparnya.

Saat ini, lanjutnya, ALFI tengah melakukan persiapan untuk membenahi kesiapan SDM logistik terutama untuk pasar ASEAN, dan selanjutnya menyusul ke Cina, Korea, India, Jepang dan Eropa. (ac)

Foto-foto: infologistic.id/ac

Kapal perang Cina sandar di terminal kontainer JICT, audit disoal

Kapal perang Angkatan Laut China Deng Jiaxian-874 tiba di Jakarta dan bersandar di Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) II Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (23/7).

Kedatangan kapal perang jenis kapal survei dengan Komandan Kapal Commander Bao Yang dalam rangka technical port calling. Begitu tertulis dalam keterangan resmi yang diautentifikasi Kadispen Lantamal III Ign. M. Pundjung T.

Asops Danlantamal III Jakarta Kolonel Laut (P) Teddie Bernard Hernawan beserta perwira pendamping Lantamal III, Athan China dan pasukan jajaran kehormatan Lantamal III menyabut kapal sandar.

Penyambutan dimeriahkan dengan tari-tarian daerah Jawa Barat dan pengalungan rangkaian bunga melati kepada Komandan Kapal Deng Jiaxian.

Kemudian dilakukan penyerahan plakat dari Komandan Kapal kepada Asops Danlantamal III dan diakhiri dengan kunjungan ke atas kapal survei Deng Jiaxian-874 yang memiliki karakteristik panjang 129,35 meter, lebar 17 meter, draf 8,1 meter, berat 6.025 ton dan jumlah ABK 149 orang.

Kapal perang China itu sandar di Dermaga JICT II Pelabuhan Tanjung Priok hingga tanggal 26 Juli 2017 mendatang.

Ditinju ulang

Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) pada 13 Juni 2017 lalu telah menyerahkan ke DPR hasil audit investigasi perpanjangan kontrak kerjasama pengelolaan PT Pelindo II dengan Hutchinson Port Holding pada PT Jakarta International Container Terminal (JICT) yang ditandatangani 5/8/2014 lalu.

Hasilnya, ditemukan indikasi kerugian keuangan negara minimal sebesar 306 juta dollar AS atau ekuivalen Rp 4,08 triliun (kurs Rp 13.337 per dollar AS 2017).

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyimpulkan adanya indikasi berbagai penyimpangan dalam proses perpanjangan perjanjian kerja sama pengoperasian tersebut.

Cara-cara untuk memperpanjang kontrak kerja sama tersebut terindikasi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil audit tersebut menuai tanggapan dari Koordinator Transparency Port of Indonesia (TPI) Dr. Mappa PB.

“Berdasarkan informasi yang luas beredar, kami menilai temuan BPK lebih banyak pada sisi fraud administratif atau ketaatan prosedural saja. Ini lebih pada memangkas proses birokrasi agar lebih ringkas,” kata Dr Mappa kepada wartawan, Senin (24/7/2017).

Mappa juga mengungkapkan adanya kelemahan dalam audit yang dikeluarkan BPK tersebut.

“Jika terkait angka dugaan 4,8 triliun rupiah, kami juga punya pandangan berbeda. Kami menilai ada dua kelemahan mendasar dari hasil audit tersebut. Pertama, BPK menggunakan Net Present Value (NPV) untuk menghitung indikasi kerugian negara sedangkan kita tahu bahwa NPV digunakan untuk analisa investasi dengan menggunakan asumsi-asumsi masa depan yang bersifat subyektif bukan berdasarkan fakta.

Kami tidak tahu berapa asumsi yg digunakan dalam menghitung pertumbuhan JICT itu. Apakah asumsi itu sudah memperhitungkan persaingan dengan pelabuhan lain seperti New Port Container Terminal (NPCT) 1 dan 2 dan pelabuhan Patimban yang akan dibangun dalam waktu dekat ini,” jelasnya.

Faktanya kata dia, sejak 2013 sampai sekarang keuntungan JICT bukannya tumbuh, malah semakin melorot. Dengan begitu, secara otomatis deviden yang dibayarkan juga semakin turun.

“Apakah itu sudah diperhitungkan oleh BPK. Lalu berapa asumsi bunga diskonto yang dipakai, apakah BPK bisa meramalkan bunga diskonto untuk 25 tahun ke depan, untuk meramalkan satu tahun ke depan saja sering meleset karena banyak faktor yang mempengaruhi,” ujarnya.

“Kedua, membandingkan hasil pengelolaan sendiri dengan kerjasama dengan investor itu tidak apple to apple. Seharusnya BPK membandingkan apabila JICT dikelola oleh Hutchison dengan operator lain seperti PSA atau Dubai Port. Atau bisa juga membandingkan hasil penerimaan Pelindo II dari perjanjian lama dengan perjanjian yang baru.”

Ia mengaku, menurut data yang ia peroleh, perjanjian baru ini membuat penerimaan Pelindo II menjadi 7 kali lipat jauh lebih besar dari sebelumnya yang hanya 2 kali lipat terutama karena adanya pembayaran tetap rental sebesar USD 85 juta setahun ke Pelindo II.

“Sedangkan pembayaran technical know how ke Hutchison malah dihapuskan. Jadi kami bingung dimana letak kerugian negaranya. Jadi hasil audit BPK ini perlu ditinjau ulang,” tutupnya.

Sebagai informasi, Hutchison adalah pengelola pelabuhan asal Hongkong, Cina, yang mengantongi ijin konsesi sejak 1999 bersama dengan PT Koja. Kontrak perpanjangan JICT kini tengah menjadi sorotan luas di dalam dan luar negeri.

sumber: eramuslim/sindonews.com

ALFI, EDII & GeTS Asia gelar seminar tentang XBS, Trade2gov & Hive di Jakarta

DPP ALFI bekerjasama dengan PT EDII siap menggelar seminar dengan tema “Menjadi Penyedia Jasa Layanan Kepabeanan Terdepan dengan Peningkatan Nilai Tambah Layanan Forwarder Indonesia” pada 10 Agustus 2017 di Hotel Mercure, Jakarta.

JAKARTA (alfijakarta): Menurut rilis yang dibagikan ALFI yang diterima AlfiJakarta kemarin, topik yang akan dibahas adalah khusus mengenai Cross Border System (XBS), yakni satu solusi otomatisasi untuk memenuhi pelaporan deklarasi kepabeanan guna mempercepat proses pengeluaran barang, yang disampaikan oleh pihak GeTS Asia.

Selain itu, juga akan dibahas tentang Trade2Gov, satu layanan aplikasi yang mempermudah dan mempercepat penyampaikan dokumen kepabeanan dan perijinan, disampaikan oleh pihak PT EDII.

Dari pihak ALFI sendiri akan disampaikan topik mengenai Hive, satu medium untuk membangun kerjasama baru di antara sesama freight forwarder se-ASEAN.

Sebagai informasi, PT EDII adalah pelopor penyedia jasa pertukaran data elektronik satu-satunya di Indonesia.

Sementara GeTS Asia adalah penyedia jasa layanan global trade yang berbasis di Singapura.

Untuk informasi dan pendaftaran, silakan hubungi:

Sekretariat DPP ALFI/ILFA (Ibu Titie)
E-mail: titie@infa.or.id, nuryawatie@gmail.com
Telpon: 0818-9744-06

Relokasi barang longstay pangkas tarif overbrengen hingga 25%

Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) memastikan tarif relokasi barang impor yang melewati masa timbun 3 hari (long stay) dan sudah mengantongi surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) bisa dipangkas hingga 25% dari tarif overbrengen yang berlaku saat ini di Pelabuhan Priok, Jakarta.

JAKARTA (alfijakarta): Ketua Umum Fordeki Syamsul Hadi mengatakan tarif relokasi barang impor yang belum mengantongi SPBB atau overbrengen dari terminal peti kemas ke TPS tujuan untuk peti kemas ukuran 20 feet yang berlaku saat ini di Pelabuhan Priok mencapai Rp1.275.000/bok yang terdiri dari angsur peti kemas (moving) Rp.900.000 dan lift on-lift off (lo-lo) Rp375.000. Tarif itu belum termasuk storage Rp82.500/boks/hari.

Adapun ukuran peti kemas 40 feet dikenakan Rp1.675.000/boks yang berasal dari moving Rp1.100.000 dan lo-lo sebesar Rp575.000, belum termasuk storage Rp142.500/boks/hari. Untuk kegiatan overbrengen peti kemas impor itu juga dibebankan biaya administrasi Rp100.000 per peti kemas.

Syamsul mengatakan Fordeki sudah membuat formulasi tarif kegiatan relokasi barang impor yang dilakukan setelah memperoleh SPPB atau sudah clerance kepabeanan yang berasal dari terminal peti kemas ke fasilitas non-TPS atau buffer Pelabuhan Priok.

Untuk peti kemas impor ukuran 20 feet akan dikenakan Rp1 juta/boks dengan rincian moving Rp750.000, dan lo-lo Rp250.000, belum termasuk storage Rp67.500/boks/hari.

Adapun untuk ukuran 40 feet akan dikenakan Rp1,4 juta/boks dengan perincian moving Rp950.000 dan lo-lo Rp450.000, belum termasuk storage Rp127.500/boks/hari. Untuk kedua layanan itu juga dikenai biaya administrasi Rp100.000/peti kemas.

“Dengan begitu, nantinya tarif relokasi barang impor SPPB atau long stay di depo anggota Fordeki, kami pangkas 25% lebih rendah dibandingkan dengan tarif overbrengen yang berlaku selama ini di tempat penimbunan sementara,” ujarnya kepada Bisnis.com di Jakarta pada Kamis (20/7/2017).

Syamsul mengutarakan buffer area peti kemas impor yang sudah clearance kepabenan di Pelabuhan Priok itu idealnya berada di Marunda dan Cakung Cilincing karena berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Priok.

Pasalnya, menurut dia, pergerakan volume ekspor impor Priok saat ini didominasi hinterland wilayah timur seperti Bandung, Karawang, Cikarang, Bekasi yang mencapai 60%, sedangkan dari wilayah barat dan selatan seperti Bogor dan Tangerang 40%.

“Yang paling dekat Marunda atau Cilincing sebagai buffer area peti kemas SPPB, sebab 60% impor-ekspor Priok itu berasak dari timur dan 40%-nya dari barat dan selatan. Apalagi saat ini sudah tersambung akses tol Priok,” papar Syamsul.

Dihubungi terpisah, Ketua Forum Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) Pelabuhan Tanjung Priok M. Qadar Jafar mengatakan mesti ada jaminan dari sisi keamanan dan pengawasan saat barang impor long stay direlokasi ke luar pelabuhan atau depo.

Soalnya, kata dia, barang impor yang sudah SPPB tidak ada lagi kewajiban Bea Cukai untuk mengawasi barang tersebut, karena sudah selesai kewajiban kepabeanannya.

“Selama ini importir hanya diimbau agar segera mengeluarkan barangnya jika sudah SPPB atau clearance kepabenan,” ujarnya.

Guna menekan dwelling time di Pelabuhan Priok, terhadap barang impor yang sudah mengantongi SPPB atau cleraance pabean dan menumpuk lebih 3 hari wajib dipindahkan ke buffer area atau lini 2 pelabuhan.

Hal itu diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan No:25/2017 tentang Perubahan atas Permenhub No:116/2016 tentang Pemindahan Barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, dan Makassar.

Beleid itu juga diperkuat dengan adanya peraturan Ka OP Tanjung Priok No: UM.008/31/7/OP.TPK-16 tentang Tata Cara atau Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemindahan Barang longstay di Pelabuhan Tanjung Priok. (bisnis.com/ac)