Begini Imbas Covid-19 ke Bisnis Logistik 

Alfijak : Dampak pandemi virus Corona (Covid-19) terhadap kinerja logistik dan perekonomian Indonesia tidak bisa dihindari saat ini.

Menurut Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, jika berbicara terminologi logistik akan sangat luas cakupannya.

Oleh sebab itu, imbuhnya, dalam kaitan dengan masa pandemi covid -19 saat ini, maka dapat difokuskan bahwa klasifikasi logistik itu berkaitan dengan komoditi yang ditanganinya, jenis moda transport yang digunakan, dan tata kelola distribusinya seperti apa.

Yukki mengatakan, yang paling dirasakan dampaknya terhadap Covid-19 saat ini yakni terhadap komoditi ekspor, komoditi industri produsen otomotif, komoditi industri produsen elektronik dan sejenisnya.

“Sedangkan sebagian menjadi peluang bagi komoditi retail diantaranya industri lat kesehatan, obat-obatan, produsen masker, sanitizer dan sejenisnya,” ucapnya.

Dia meyebutkan, jika melihat kegiatan logistik dari jenis moda transport-nya maka hampir dipastikan seluruh moda transportasi yang berbasis angkutan truk barang produsen manufaktur, angkutan laut berbasis barang bulk dan kontainer mengalami kondisi yang berat dan semakin turun demandnya selama kurun waktu berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disejumlah wilayah Indonesia, serta adanya larangan mudik mulai 24 April 2020.

“Apalagi bagi jenis moda transport angkutan penumpang umum sepertinya akan sangat parah dampaknya,” tutur Yukki.

Kemudian, kata Yukki, bila melihat dari jenis tata kelola distribusinya, maka saat ini menjadi angin segar bagi transaksi logistik berbasis daring (online) karena menerapkan pola transaksi Consumer to Consumer (C to C) atau Business to Comsumer (B to C), sementara semua kegiatan distribusi kategori Business to Business (B to B) seperti logistik manufaktur, logistik ekspor telah menjadi kebalikannya yaitu terdampak sangat berat.

Yukki mengatakan, penurunan logistik terkait industri manufaktur dan ekspor yang tergerus sampai 70% akibat Covid-19 karena beberapa faktor.

Pertama, terhentinya kegiatan asset moda transport akibat sejumlah aturan pembatasan wilayah di sejumlah daerah.

Kedua,berkurangnya aktivitas tenaga kerja yang harus menyesuaikan dengan demand yang tersisa.

Ketiga, kondisi pergudangan yang mengalami kekosongan barang akibat tidak ada lagi supply bahan baku atau alokasi persediaan barang jadinya, sementara kegiatan antaran barang on line dan kurir mengalami kenaikan hingga 15-30% dari kondisi normal sebelumnya, dimana akibat perubahan pola belanja masyarakat akibat penerapan PSBB dan larangan mudik.

Trismawan Sanjaya, Vice Chairman DPP ALFI /ILFA Bidang Supply Chain, Multimoda and e-Commerce, mengatakan, bagi pelaku logistik yang terdampak berat terutama yang berbasis transaksi B to B di masa penanggulangan covid 19 akan sangat kesulitan menyikapi cash flow/ arus kas perusahaaan.

Kondisi ini lantaran dimana biaya harus terus berjalan sedangkan pemasukan semakin surut bahkan kesulitan menagih pembayaran atas jasa yang telah dilakukan.

“Sebagian pelaku usaha mencoba mengatasi cash flow dengan mengubah cara termin pembayaran bahkan sampai mengurangi jumlah tenaga kerjanya,” ujarnya.

Trismawan mengungkapkan, kendati angkutan barang masih dapat melakukan kegiatan selama masa PSBB 9namun tidak memberikan dampak positif bagi pelaku logistik.

“Hal ini karena demand nya terhenti yang disebabkan kehilangan pangsa pasar serta penerapan protokol PSBB yang harus tetap dijalankan,”paparnya.

Mengacu pada kondisi tersebut, Yukki maupun Trismawan mengatakan Pemerintah perlu membantu pelaku logistik yang terdampak Covid-19 melalui pemberian stimulus perpajakan , stimulus perbankan , keringanan beban iuran BPJS , relaksasi penghapusan biaya Pendapatan Negara Bulan Pajak dan sejenisnya.(rd)

ALFI Bentuk Tim Task Force Penanganan Covid-19

Alfijak– Pebisnis logistik yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) membentuk Tim Gugus Tugas (Task Force) guna Membantu Penanganan Penanggulangan Covid-19, dan sekaligus mendukung Tim Gugus Tugas Nasional dalam percepatan penanganan Pandemi itu di Indonesia.

Ketua Umum DPP ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi, mengemukakan, Tim Task Force ALFI Dukung Gugus Tugas Covid-19 itu, bertugas berkordinasi dengan ALFI seluruh Indonesia dalam upaya dukungan jasa logistik anggota ALFI untuk barang bantuan dalam rangka mendukung Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanggulangan Covi-19.

“Tim Task Force ALFI itu bertanggung jawab langsung kepada DPP ALFI dalam menjalankan tugasnya,” ujar Yukki.

Adapun ditunjuk sebagai Ketua Tim Pelaksana Task Force ALFI Dukung Gugus Tugas Covid-19, yakni Iman Gandhi (Wakil Ketua Umum DPP ALFI) sebagaimana SK DPP ALFI No: 019/SKEP/DPP-ALFI/IV/2020 tanggal 16 April 2020 yang ditandangani Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi dan Sekjen, M Akbar Djohan.

Pembentukan Task Force ALFI itu juga dengan memerhatikan Standard Operasional Prosedur (SOP) Drjen Bea dan Cukai No:03/2020 tentang Prosedur Impor Barang Keperluan Penanggulangan Covid-19.

Yukki mengungkapkan, salah satu point yang menjadi pertimbangan pembentukan Tim Task Force ALFI Dukung Gugus Tugas Covid-19 adalah, asosiasinya sebagai insan logistik sangat menyadari bahwa dengan adanya bencana Covid-19 secara nasional saat ini, telah mengakibatkan kesulitan pendistribusian bantuan alat-alat kesehatan dan pelindung diri (APD) ke wilayah seluruh Indonesia lantaran beberapa Provinsi di Indonesia sudah memberlakukan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) wilayah.

“Kondisi ini dirasakan dampaknya oleh sebagian besar anggota ALFI dengan terhentinya roda kegiatan usaha di darat, pelabuhan laut maupun udara,” ucapnya.

Yukki mengatakan, Tim Task Force ALFI Dukung Gugus Tugas Covid-19 itu, setidaknya kini sudah ada di empat Provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawaesi Selatan.

Adapun di DKI Jakarta, melibatkan delapan perusahaan anggota ALFI yakni PT.Prima Pro Logistik dan PT Green Air Pacifik (di Bandara Soekarno-Hatta), PT Halim Trans Cargo dan PT Transaka Cargo (Bandara Halim Perdanakusumah), PT Jasa Mandiri Utama, PT Dwi Nur Kargotaman, DFI Logistik dan PT Forway Logistik (di Pelabuhan Tanjung Priok).

Untuk di Provinsi Jawa Timur, melibatkan tiga perusahaan yakni; PT Freight Internasional dan PT Monang Sianipar Abadi (di Bandara Juanda), serta PT Puma Logistics Indonesia (di Pelabuhan Tanjung Perak).

Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat lima perusahaan yakni PT Arindo Jaya Mandiri, PT Mendoet Kintas Contena, PT Mitra Cargo Indonesia, PT Danatrans Service Logistics, dan PT Jasco Logistic (di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang).

Adapun di Provinsi Sulawesi Selatan Barat (Sulselbar) ada tiga perusahaan yaitu, PT Phinisi Utami Mandiri dan PT Sinta Cargo Service (di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar), serta PT MSA Cargo di Bandara Sultan Hasanuddin.(rd)

IMLOW Minta Transpraransi Relaksasi Perizinan Bidang Kepelabuhanan

Alfijak – Pegiat dan pengamat kemaritiman dari Indonesian Maritime Logistic and Transportation Watch (IMLOW) mengingatkan agar relaksasi berupa dispensasi perizinan/persetujuan bidang kepelabuhanan, tidak tebang pilih.

Sekjen IMLOW, Achmad Ridwan Tentowi , mengatakan dalam implementasinya, dispensasi pengurusan perizinan tersebut juga mesti dapat diakses oleh pebisnis bidang kepelabuhanan secara daring/online.

“Relaksasi seperti itu bagus, namun dalam implementasinya harus bisa dipastikan bahwa penilaian/assessment-nya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu prosesnya mesti transparan melalui pelayanan digitalisasi terhadap perizinan-perizinan itu,” ujar Ridwan, dikutip dari beritakapal.com, pada Minggu (19/4/2020).

Dia mengatakan, setiap pemberian dispensasi maupun kemudahan dalam proses perizinan, harus berdasarkan teori berkeadilan bukan atas dasar like and dislike.

“Sebagai contoh, kami menerima laporan untuk proses penerbitan rekomendasi perizinan TPS (tempat penimbunan sementara) oleh Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, karena belum berbasis digital atau online sehingga assessmentnya tidak mencerminkan rasa keadilan bagi pelaku usaha,” ungkap Ridwan.

Oleh karena itu, dia berharap, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dapat mengawasi intensif seluruh bentuk layanan perizinan yang dilakukan di unit pelaksana tehnis dibawahnya termasuk di pelabuhan-pelabuhan.

Ridwan mengatakan, relaksasi perizinan kepelabuhanan juga seharusnya tidak hanya menyentuh soal perizinan Tersus dan TUKS saja, tetapi juga pendukung kegiatan pelabuhan lainnya seperti fasilitas TPS yang walaupun izinnya diberikan oleh instansi lain (Bea dan Cukai), namun rekomendasi awal pengurusan perizinan TPS di pelabuhan berada pada Otoritas Pelabuhan.

Sebagaimana diberitakan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan memberikan relaksasi terhadap perizinan/persetujuan bidang kepelabuhanan.

Relaksasi berupa dispensasi masa berlaku perizinan itu diberikan antara lain untuk pekerjaan pengerukan, reklamasi, terminal khusus (TERSUS), terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) dan pengoperasian pemanfaatan garis pantai serta evaluasi sarana bantu dan prasarana pemanduan kapal.

Direktur Kepelabuhanan Ditjen Hubla Kemenhub, Subagiyo mengungkapkan, langkah itu ditempuh menyusul ditetapkannya Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona (Covid-19) di Indonesia oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Subagiyo mengatakan, kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor SE 18 Tahun 2020 dan pelaksanaan ketentuan dispensasi diberikan selama tiga bulan sejak Surat Edaran ini ditetapkan tanggal 17 April 2020.(rd)

IPC, BKPM & ALFI Bersinergi Cegah Penyebaran Covid-19 di Pelabuhan

ALFIJAK : Pelabuhan Indonesia II (Persero)/IPC bersinergi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia (ALFI) kembali membagikan ribuan masker non medis berikut makanan di area pelabuhan.

Kegiatan ini merupakan aksi lanjutan dari program ‘Masker Untuk Kebaikan’ yang telah dimulai sejak tiga hari sebelumnya. Kali ini, sebanyak 3.000 masker kain dan 1.500 paket makanan dibagikan kepada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), supir truk serta para pekerja lainnya yang beraktivitas di area Pelabuhan Tanjung Priok.

“Dampak pandemi Covid-19 sudah memukul perekonomian global, dan efeknya sudah dirasakan langsung oleh semua kalangan. IPC bersama BKPM, ALFI dan OP tergerak untuk bersama-sama membantu pemerintah dalam mengatasi pandemi ini dengan mendistribusikan ribuan masker dan paket makanan ini,” kata Direktur Utama IPC, Arif Suhartono, Kamis (16/4).

Pendistribusian masker dan paket makanan itu dilakukan di beberapa titik di area pelabuhan. Beberapa relawan IPC yang tergabung dalam Employee Social Responsibility (ESR-IPC), dari Kantor Pusat dan anak perusahaannya yaitu PPI, PII, ILCS, EPI dan MTI membagikan langsung bantuan tersebut di lapangan.

Selain Dirut IPC, dalam kesempatan tersebut juga hadir Ketua Umum DPP ALFI selaku Komite Investasi BKPM, Yukki Nugrahawan Hanafi dan Jece Julita Piris, Kepala Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok.

IPC berkepentingan untuk memastikan bahwa aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah diterapkan di Jabodetabek serta beberapa daerah lainnya khususnya di area pelabuhan berjalan dengan baik. “Kami ingin memastikan bahwa semua orang di area pelabuhan mengenakan masker,” ujarnya.(*)

ALFI Gelar Aksi Peduli di Kawasan Pelabuhan Priok

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) melaksanakan program aksi peduli terhadap pencegahan dan penyebaran virus Corona (Covid-19) di Indonesia yang telah dinyatakan sebagai pandemi oleh word health organization (WHO).

Aksi peduli ALFI itu digelar di gate 9 kawasan pelabuhan Tanjung Priok, pada Senin (13/4/2020) dengan menyalurkan sebanyak 2 ribu masker, 650 botol hand sanitazer dan 380 bok nasi kotak kepada para Sopir truk logistik, buruh bongkar muat, maupun masyarakat pengguna jasa yang beraktivitas di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

“Kegiatan ini sebagai bagian dari program kepedulian ALFI untuk berpartisipasi membantu pemerintah provinsi DKI Jakarta maupun Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi dan mencegah penyebaran pandemi Covid-19,” ujar Ketua Umum DPP ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi.

Turut hadir pada kesempatan itu, Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Jece Julita Piris, Direktur Komersial IPC/Pelindo II Rima Novianti, Ketua DPW ALFI DKI Jakarta Adil Karim, serta pengurus lainnya, maupun sejumlah perwakilan instansi terkait di pelabuhan Priok.

Yukki mengatakan, pelabuhan Tanjung Priok merupakan pintu gerbang perekonomian nasional lantaran lebih dari 65% kegiatan perdagangan ekspor impor maupun antarpulau (domestik) dilakukan melalui pelabuhan tersebut.

Oleh karena itu, aktivitas logistik dan bongkar muat barang melalui pelabuhan Priok harus tetap berjalan lancar, aman serta memerhatikan aspek keselamatan maupun protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah ditengah kondisi pandemi Covid-19.

“Alhamdulillah aktivitas pelabuhan Priok masih berjalan normal, layanan logistik juga berjalan seperti biasanya meskipun saat ini Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan status PSBB di Ibukota,” papar Yukki.

Sebagaimana diketahui, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta mulai diberlakukan sejak Jumat (10 April 2020) hingga Kamis (23 April 2020).

Hal itu berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Bawsedan Nomor 380 Tahun 2020 tentang Pemberlakukan Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 ( Covid-19) di Provinsi DKI Jakarta.

Ketua DPW ALFI DKI Jakarta, Adil Karim mengatakan, program aksi peduli ALFI dilaksanakan atas dukungan perusahaan anggota guna upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

“Dengan bersama-sama kita optimistis bisa terbebas dari Pandemi Covid-19, mudah-mudahan kita semua dapat melalui semua cobaan ini agar seluruh elemen masyarakat bisa segera kembali beraktivitas seperti biasanya,” ucap Adil.

Dia mengatakan, kepedulian ALFI dalam menangani Covid-19 di Indonesia juga sudah dilakukan oleh sejumlah perusahaan anggota asosiasi itu dengan cara membebaskan biaya jasa handling import terhadap barang-barang yang berkaitan dengan Covid 19 untuk pengiriman atas nama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Langkah ini dilakukan di Bandara Soekarno Hatta (oleh dua perusahaan) yakni PT PrimaPro Logistics dan PT Green Air Pacific, serta PT Halim Trans Cargo dan PT Transaka di Bandara Halim Perdanakusumah.

Adapula di Pelabuhan Tanjung Priok yakni oleh PT Jasa Mandiri Utama, serta di Depo kontainer Marunda Cilincing Jakarta Utara oleh PT Fourway Logistik.

Selain itu, juga oleh PT DFI Logistik dan PT DNK untuk pengiriman logistik moda laut dan udara.

Kendati membebaskan biaya handling, namun untuk biaya sewa gudang/penumpukan di pelabuhan atau bandara dan biaya lainnya yang ditagih oleh pihak ketiga tetap berbayar.

“Untuk itu semua kelengkapan dokumen dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Disarankan agar di dokumen impornya pengiriman mencantumkaan BNPB sebagai penerima, supaya juga ada pembebasan pajak dan bea masuk impornya,” ujar Adil Karim.

Selama ini, imbuhnya, ALFI telah aktif membantu BNPB dalam penanggulangan bencana termasuk saat kondisi pandemi Covid-19 dengan membantu BNPB membuka posko di Bandara Halim Perdanakusumah untuk penyimpanan dan penyaluran bantuan.(#)

Sejumlah Anggota ALFI, Bebaskan Biaya Handling Impor Untuk Bantu Tangani Covid 19

ALFIJAK – Enam perusahaan forwarder dan logistik anggota Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) turut berpartisipasi membebaskan biaya jasa handling import terhadap barang-barang yang berkaitan dengan Covid 19 untuk pengiriman atas nama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pembebasan biaya handling itu, sebagai komitmen dari sejumlah perusahaan anggota ALFI yang berada di DKI Jakarta khususnya maupun di Jabodetabek pada umumnya.

Ketua ALFI DKI Jakarta, Adil Karim mengatakan, kendati membebaskan biaya handling, namun untuk biaya sewa gudang/penumpukan di pelabuhan/bandara dan biaya lainnya yang ditagih oleh pihak ketiga tetap berbayar.

“Untuk itu semua kelengkapan dokumen dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu disarankan di dokumen impornya pengiriman menyebutkan BNPB sebagai penerima, supaya juga ada pembebasan pajak dan bea masuk impornya,” ujar Adil Karim.

Sebagaimana diketahui, bahwa untuk penanganan barang impor Covid 19 yang menyebutkan penerimanya BNPB maka dibebaskan dari bea masuk dan cukainya, tidak dipungut PPN dan PPnBM, dikecualikan PPh pasal 22 impor, dan menerima pengecualian tata niaga impor.

Adil mengatakan, beberapa perusahaan anggota ALFI yang membebaskan biaya handling impor untuk penanganan Covid-19 itu yakni terdapat di Bandara Soekarno Hatta (dua perusahaan) yakni PT PrimaPro Logistics (cp: Didi 0812-9327-7780) dan PT Green Air Pacific (cp:Maritha 0816-726-350).

Kemudian, di Bandara Halim Perdanakusumah, yakni PT Halim Trans Cargo (cp:Kris 0816-1331-723) dan PT Transaka (cp:Susan 0811-898-257), sedangkan di Pelabuhan Tanjung Priok yakni oleh PT Jasa Mandiri Utama (cp: Muhyan 0815-9564-546).

Dilokasi lainnya di Jabodetabek juga ada yang ditangani PT Fourway Logistik (cp:Adit 0838-1328-8111) berada di Depo container di Marunda.

“Di Bandara Halim Perdanakusumah, kita juga siapkan Posko bersama ALFI dengan BNPB untuk penanganan Covid 19,” kata Adil.

Sebagaimana diketahui, organisasi kesehatan dunia/word health organization (WHO) telah menyatakan pandemi virus Corona (Covid-19) di Indonesia.

Pemerintah RI hingga kini terus berupaya maksimal dalam penanganan maupun mencegah meluasnya penyebaran Covid-19 sesuai protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Hingga Selasa (7/4/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui secara total ada 2.738 kasus Covid-19 di Indonesia.(rd)

IMLOW : Stimulus Usaha Logistik Akibat Covid 19, Diperlukan

ALFIJAK – Pemberian keringanan pajak-pajak maupun stimulus oleh negara terhadap usaha angkutan barang dan logistik akibat imbas Corona Virus (Covid 19) di Indonesia yang telah dinyatakan pandemi oleh WHO saat ini, dinilai cukup tepat.

Sekjen Indonesian Maritime, Transportation and Logistics Watch (IMLOW), Achmad Ridwan Tentowi mengatakan, kendati begitu usaha pergudangan atau lapangan penumpukan sebagai supporting kegiatan logitik juga perlu mendapat perhatian.

“Dampak Covid 19, usaha angkutan barang maupun logistik termasuk usaha pendukungnya seperti lahan yg digunakan sebagai lapangan/gudang yang terkait dalam kegiatan logistik serta untuk pool kendaraan angkutan barang juga agar diberikan keringanan atau relaksasi hingga 75% terhadap kewajiban pembayaran pajak bumi bangunan (PBB)-nya,” ujarnya melalui keterangan pers IMLOW pada, Senin (6/4/2020).

Dia mengemukakan, pemberian stimulus untuk kegiatan angkutan barang dan logistik mesti mencakup semua aspek aktivitas lainnya lantaran kegiatan tersebut saling terhubung satu sama lain.

Apalagi, imbuhnya, dengan kondisi seperti saat ini ditengah persoalan menghadapi Covid 19, banyak tagihan usaha logistik yang mundur pembayarannya dan bukan tidak mungkin juga menjadi tagihan macet.

“Oleh karena itu dengan semakin turunnya kegiatan di sektor logistik secara keseluruhan, maka sudah sewajarnya dan sudah tepat stimulus tersebut diperlukan oleh pelaku usaha di sektor angkutan barang, logistik maupun pergudangan, lapangan penumpukan serta pool kendaraan truk,” ucapnya.

Achmad Ridwan menjelaskan kinerja sektor logistik saat ini terganggu lantaran terjadi disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok akibat pandemi Covid 19 di Indonesia.

“Oleh sebab itu dibutuhkan keberpihakan pemerintah guna memberikan stimulus usaha tersebut supaya tetap bisa berjalan,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengatakan pasca adanya kasus pandemi virus corona (Covid-19) sejak dua bulan terakhir, dampaknya terhadap sektor jasa angkutan barang maupun jasa logistik tidak dapat dielakkan.

Disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang saat ini telah mempengaruhi kinerja sektor manufaktur dan turunannya telah berdampak langsung kepada para pelaku usaha jasa angkutan barang maupun jasa logistik menggunakan truk di Indonesia.

“Dalam dua bulan terakhir omset rata-rata usaha angkutan barang turun drastis hingga 60% dan diperkirakan dapat menurun lagi mencapai 90% selama periode mengatasi penyebaran Covid-19 kedepan,” ujar Gemilang.

Menurutnya, kondisi ini akan melemahkan para pelaku usaha angkutan barang dalam menjaga kestabilan usaha, serta apabila terdampaknya berlangsung selama enam bulan, maka waktu yang dibutuhkan untuk recovery perusahaan angkutan barang dan jasa logistik untuk dapat menjadi normal kembali memerlukan waktu sekitar 1-2 tahun.

“Oleh karenanya, pemerintah harus mengeluarkan stimulus ekonomi berupa insentif pajak untuk usaha jasa angkutan barang yang terdampak wabah virus Covid-19 supaya aktivitas sektor ini tetap berlangsung,” ucapnya.

Angkutan Barang & Logistik Butuh Stimulus

ALFIJAK – Pengusaha truk logistik yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyampaikan perlunya insentif perpajakan terhadap usaha jasa angkutan barang dan logistik di Indonesia yang terdampak wabah pandemi virus Corona (Covid-19).

Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengatakan pasca adanya kasus pandemi virus corona (Covid-19) sejak dua bulan terakhir, dampaknya terhadap sektor jasa angkutan barang maupun jasa logistik tidak dapat dielakkan.

Disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang saat ini telah mempengaruhi kinerja sektor manufaktur dan turunannya telah berdampak langsung kepada para pelaku usaha jasa angkutan barang maupun jasa logistik menggunakan truk di Indonesia.

“Dalam dua bulan terakhir omset rata-rata usaha angkutan barang turun drastis hingga 60% dan diperkirakan dapat menurun lagi mencapai 90% selama periode mengatasi penyebaran Covid-19 kedepan,” ujar Gemilang.

Menurutnya, kondisi ini akan melemahkan para pelaku usaha angkutan barang dalam menjaga kestabilan usaha, serta apabila terdampaknya berlangsung selama enam bulan, maka waktu yang dibutuhkan untuk recovery perusahaan angkutan barang dan jasa logistik untuk dapat menjadi normal kembali memerlukan waktu sekitar 1-2 tahun.

Oleh karenanya, kata Gemilang, dalam rangka menjaga agar jasa angkutan perniagaan (jasa logistik) tetap bergerak maka pemerintah harus mengeluarkan stimulus ekonomi berupa insentif pajak untuk usaha jasa angkutan barang yang terdampak wabah virus Covid-19.

“Terhadap hal ini, kami telah melakukan kajian bersama para pelaku usaha angkutan barang se-Indonesia dalam upaya mencermati dampak Covid-19 terhadap jasa angkutan barang itu” ucapnya.

Gemilang menyatakan, untuk itu Aptrindo menyampaikan tujuh point masukan sebagai bahan pertimbangan pemerintah cq Kementerian Bidang Perekonomian RI dalam mengambil kebijakan guna melakukan pemberian insentif pajak usaha jasa angkutan barang yang terdampak wabah virus COVID-19.

Pertama, relaksasi pengembalian pinjaman pokok bagi perusahaan jasa angkutan barang selama 12 bulan baik kredit investasi melalui bank atau non-bank (leasing). Relaksasi ini diperlukan oleh lebih dari 1.900 perusahaan angkutan barang di Indonesia yang telah melakukan realisasi investasi selama tahun 2019 mencapai Rp 139 triliun.

Apabila tidak ada relaksasi pinjaman pokok minimal 12 bulan, maka berpotensi banyaknya perusahaan angkutan barang yang akan gagal bayar, misalnya tahun 2019 ada 93.594 unit kendaraan hasil kredit investasi yang kemunginan tidak bisa beroperasi karena ada potensi tidak semua perusahaan angkutan barang mampu bayar pokok pinjaman dalam 12 bulan kedepan lantaran masa recovery perusahaan angkutan barang bisa lebih dari 12 bulan.

Kedua, penurunan suku bunga pinjaman sebesar 50%. Relaksasi ini diperlukan oleh lebih dari 1.900 Perusahaan angkutan barang di Indonesia yang sepanjang tahun 2019 telah berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai Rp 380,8 triliun (51,43% dari total kontribusi angkutan barang semua moda).

Saat ini perusahaan sedang mengalami masa sulit keuangan akibat minimnya order karena dampak Covid-19, serta ada komitmen dari perusahaan yang tetap mempertahankan lebih dari 73.635 karyawan dan sopir untuk tetap dipekerjakan (tidak melakukan PHK). Adanya relaksasi penurunan bunga pinjaman akan membantu perusahaan untuk tetap mempertahankan karyawan dari PHK.

Ketiga, pajak penghasilan pasal 21 (PPh pasal 21) ditiadakan selama 12 Bulan. Relaksasi ini diperlukan oleh lebih dari 1.900 Perusahaan angkutan barang di Indonesia yang telah berkontribusi terhadap pajak bagi negara selama tahun 2019 mencapai Rp. 50,3 triliun.

Bentuk relaksasi melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100% minimal selama 12 bulan, terhitung mulai bulan April hingga Maret 2021. Diharapkan para pekerja/sopir di sektor jasa angkutan barang tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli dalam 12 bulan kedepan.

Keempat, relaksasi pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23). Relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh pasal 22 kepada perusahaan angkutan barang selama minimal 12 bulan terhitung mulai April hingga Maret 2021.

Kebijakan ini diharapkan akan memberikan ruang cashflow bagi perusahaan sebagai kompensasi komitmen perusahaan yang akan tetap membayar THR secara full tahun ini.

Kelima, relaksasi pajak penghasilan pasal 25 (PPh pasal 25) tahun 2019. Relaksasi diberikan melalui skema menghilangkan PPh Pasal 25 kepada sektor angkutan barang, karena melalui kebijakan ini diharapkan perusahaan jasa angkutan barang memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost.

Keenam, memberikan bantuan langsung tunai atau BLT bagi Sopir angkutan Barang. Saat ini perusahaan sedang berusaha untuk tetap mempertahankan/mempekerjakan 64.972 Sopir agar tidak ada PHK dan tetap mendapatkan penghasilan pokok, tetapi ada beberapa insentif operasional yang selama ini mereka terima, tidak dapat menerimanya karena kendaraan tidak beroperasi, maka harus ada BLT kepada 64.972 Sopir angkutan barang selama kendaraan tidak beroperasi.

Ketujuh, memberikan kepastian berusaha dan beroperasi kendaran di lapangan. Caranya, dengan menghilangkan kebijakan-kebijakan yang dapat menimbulkan perbedaaan persepsi penindakan dilapangan dan tidak sejalan dengan upaya pemberian stimulus di atas, diantaranya surat edaran BPJT No. SE. 5 BPJT tahun 2020 poin (3f) tentang pelarangan dan pembatasan kendaraan logistik.

“Pasalnya, kebijakan tersebut selama ini sering salah persepsi dalam definisi penindakan dilapangan dan berpotensi adanya pungli baru sehingga tambah memberatkan para pelaku usaha jasa angkutan barang,” tandas Gemilang.

Dia mengatakan, Aptrindo sangat mengharapkan kebijakan dan dukungan penuh dari Pemerintah sebagai regulator agar senantiasa mendorong supaya sektor usaha jasa angkutan barang tetap bisa bertahan dan tidak melakukan PHK karyawan dan sopir di tengah kondisi Covid-19 yang saat ini telah berdampak pada lesunya usaha jasa angkutan barang di Indonesia.

Harapannya, insentif perpajakan itu dapat di realisasikan oleh pemerintah dalam waktu dekat sehingga perusahaan para pengusaha angkutan barang bisa berkomitmen akan tetap mempertahankan sekitar 73.635 karyawan dan sopir yang bekerja di sektor usaha jasa angkutan barang tetap dipekerjakan (tidak dilakukan PHK).

“Selain itu agar dapat membayarkan THR bagi mereka secara penuh pada hari raya Lebaran tahun 2020 ,” ucap Gemilang.(bk/ri)

COVID-19 Mewabah, Ekspor Hasil Perikanan Meningkat

ALFIJAK – Di tengah meningkatnya wabah Covid-19 di Indonesia, namun kegiatan ekspor ikan tetap berjalan bahkan mengalami peningkatan volume. Hal itu dipastikan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Edhy Prabowo saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak), pada Rabu (1/4/2020), di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Selain ingin mengetahui perkembangan ekspor hasil perikanan di tengah pandemi Covid-19, Menteri Edhy juga sekaligus melepas ekspor hasil perikanan ke beberapa negara. Tidak hanya itu, Menteri Edhy pun ingin mengetahui langsung kendala yang dihadapi eksportir sejak Covid-19 mewabah.

“Di tengah situasi merebaknya kasus Covid-19 saat ini, KKP terus berupaya untuk menggeliatkan ekonomi melalui kinerja ekspor hasil perikanan. Diantara banyaknya pintu ekspor seperti  Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Panjang Lampung, serta Pelabuhan Belawan Medan, Alhamdulillah, kita masih dapat melakukan ekspor hasil perikanan dari 1 titik pemberangkatan di Tanjung Priok ini,” terang Edhy.

Menteri Edhy yang didampingi Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta II-Tanjung Priok menerangkan, jumlah produk perikanan yang diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Priok pada periode yang sama (Januari-Maret) pada tahun 2019 dan 2020 mengalami kenaikan volume sebesar 40,42%.

“Kinerja ekspor dapat berjalan dengan sangat baik apabila semua instansi bersama Kementerian/Lembaga saling koordinasi dan bersinergi. Saya akan jamin bahwa perijinan di sektor kelautan dan perikanan mudah dan kondusif,” ujar Edhy.

Menteri Edhy menyampaikan, KKP akan terus melakukan terobosan dan menyederhanakan prosedur ekspor, sesuai kebijakan fiskal, dengan menyederhanakan prosedur dan persyaratan ekspor.

“Bila persyaratan tidak diperlukan oleh negara tujuan, untuk apa kita persyaratkan. Saya minta kepada jajaran saya untuk memangkas prosedur yang panjang serta mengubah proses perijinan terkait ekspor menjadi online sehingga lebih murah dan cepat,” himbau Edhy.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Edhy juga menyerahkan Surat Kesehatan Ikan/ Health Certificate (HC) kepada eksportir hasil perikanan serta menyaksikan pemuatan (loading) komoditas ekspor ke atas kapal.

Sementara itu, Kepala BKIPM Jakarta II-Tanjung Priok Nandang Koswara mengatakan, volume hasil perikanan yang diekspor sebesar 3.200 ton atau senilai Rp 194,6 miliar yang dikemas di dalam 115 unit kontainer.

“Hasil perikanan dari 36 perusahaan Indonesia tersebut dikirim ke 13 negara tujuan yakni Perancis, Jerman, Italy, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Mauritus, Reunion, Taiwan, Thailand, USA, Vietnam dan Lithuania,” ungkap Nandang.

Dijelaskannya, komoditi yang diekspor terdiri dari 28 jenis yaitu Udang, Cumi, Paha Kodok, Sotong, Cunang, Cakalang, Yellow fins Tuna, Kakap Merah, Kerupuk Ikan, Bawal Putih, Kepiting Kaleng, Udang Asin, Tepung Ikan, Minyak Ikan, Keong Kaleng, Tempura Udang, Loin Tuna, Ikan Kakak Tua, Ikan Layaran, Ikan Kerapu, Marlin, Kepiting Salju, Ikan Gulama, Ikan Barakuda, Ikan Cobia, Ikan Sebelah dan Tepung Udang.

Usai sidak di pelabuhan, selanjutnya Menteri Edhy berkunjung ke Kantor BKIPM Jakarta II untuk meninjau Pelayanan Perizinan Perkarantinaan terkait ekspor hasil perikanan. Menteri Edhy berharap agar ke depan makin banyak hasil perikanan yang diekspor ditengah situasi wabah Covid-19 ini.

“Pesan saya untuk anda semua, tetap jaga kesehatan agar kita dapat berjuang untuk menjalankan roda perekonomian kita melalui ekspor hasil perikanan,” tutup Edhy.(ri)