Alfijak : Dampak pandemi virus Corona (Covid-19) terhadap kinerja logistik dan perekonomian Indonesia tidak bisa dihindari saat ini.
Menurut Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, jika berbicara terminologi logistik akan sangat luas cakupannya.
Oleh sebab itu, imbuhnya, dalam kaitan dengan masa pandemi covid -19 saat ini, maka dapat difokuskan bahwa klasifikasi logistik itu berkaitan dengan komoditi yang ditanganinya, jenis moda transport yang digunakan, dan tata kelola distribusinya seperti apa.
Yukki mengatakan, yang paling dirasakan dampaknya terhadap Covid-19 saat ini yakni terhadap komoditi ekspor, komoditi industri produsen otomotif, komoditi industri produsen elektronik dan sejenisnya.
“Sedangkan sebagian menjadi peluang bagi komoditi retail diantaranya industri lat kesehatan, obat-obatan, produsen masker, sanitizer dan sejenisnya,” ucapnya.
Dia meyebutkan, jika melihat kegiatan logistik dari jenis moda transport-nya maka hampir dipastikan seluruh moda transportasi yang berbasis angkutan truk barang produsen manufaktur, angkutan laut berbasis barang bulk dan kontainer mengalami kondisi yang berat dan semakin turun demandnya selama kurun waktu berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disejumlah wilayah Indonesia, serta adanya larangan mudik mulai 24 April 2020.
“Apalagi bagi jenis moda transport angkutan penumpang umum sepertinya akan sangat parah dampaknya,” tutur Yukki.
Kemudian, kata Yukki, bila melihat dari jenis tata kelola distribusinya, maka saat ini menjadi angin segar bagi transaksi logistik berbasis daring (online) karena menerapkan pola transaksi Consumer to Consumer (C to C) atau Business to Comsumer (B to C), sementara semua kegiatan distribusi kategori Business to Business (B to B) seperti logistik manufaktur, logistik ekspor telah menjadi kebalikannya yaitu terdampak sangat berat.
Yukki mengatakan, penurunan logistik terkait industri manufaktur dan ekspor yang tergerus sampai 70% akibat Covid-19 karena beberapa faktor.
Pertama, terhentinya kegiatan asset moda transport akibat sejumlah aturan pembatasan wilayah di sejumlah daerah.
Kedua,berkurangnya aktivitas tenaga kerja yang harus menyesuaikan dengan demand yang tersisa.
Ketiga, kondisi pergudangan yang mengalami kekosongan barang akibat tidak ada lagi supply bahan baku atau alokasi persediaan barang jadinya, sementara kegiatan antaran barang on line dan kurir mengalami kenaikan hingga 15-30% dari kondisi normal sebelumnya, dimana akibat perubahan pola belanja masyarakat akibat penerapan PSBB dan larangan mudik.
Trismawan Sanjaya, Vice Chairman DPP ALFI /ILFA Bidang Supply Chain, Multimoda and e-Commerce, mengatakan, bagi pelaku logistik yang terdampak berat terutama yang berbasis transaksi B to B di masa penanggulangan covid 19 akan sangat kesulitan menyikapi cash flow/ arus kas perusahaaan.
Kondisi ini lantaran dimana biaya harus terus berjalan sedangkan pemasukan semakin surut bahkan kesulitan menagih pembayaran atas jasa yang telah dilakukan.
“Sebagian pelaku usaha mencoba mengatasi cash flow dengan mengubah cara termin pembayaran bahkan sampai mengurangi jumlah tenaga kerjanya,” ujarnya.
Trismawan mengungkapkan, kendati angkutan barang masih dapat melakukan kegiatan selama masa PSBB 9namun tidak memberikan dampak positif bagi pelaku logistik.
“Hal ini karena demand nya terhenti yang disebabkan kehilangan pangsa pasar serta penerapan protokol PSBB yang harus tetap dijalankan,”paparnya.
Mengacu pada kondisi tersebut, Yukki maupun Trismawan mengatakan Pemerintah perlu membantu pelaku logistik yang terdampak Covid-19 melalui pemberian stimulus perpajakan , stimulus perbankan , keringanan beban iuran BPJS , relaksasi penghapusan biaya Pendapatan Negara Bulan Pajak dan sejenisnya.(rd)