Semua artikel oleh admin

Tanjung Perak Disiapkan Jadi Transhipment Port

Kegiatan Bongkar Muat di Prlabuhan Tanjung Perak Surabaya

SURABAYA (Alfijak): BUMN kepelabuhanan Pelindo III, berencana memberlakukan tarif khusus untuk biaya handling(penanganan) transhipment peti kemas domestik di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur.

Hal itu dilakukan Pelindo III sebagai upaya untuk menurunkan biaya logistik dari sisi biaya kepelabuhanan. Pelabuhan Tanjung Perak memiliki letak strategis sebagai penghubung wilayah barat dan timur Indonesia.

Oleh karenanya, pemberlakuan tarif khusus ini diharapkan mampu menurunkan biaya pengiriman barang dan daya saing logistik di wilayah timur Indonesia.

Direktur Utama Pelindo III Doso Agung mengatakan besaran tarif khusus tersebut saat ini masih dalam proses finalisasi dan akan segera diumumkan kepada para pengguna jasa.

“Besarannya masih dirumuskan oleh tim internal kami, yang pasti akan diumumkan dalam waktu dekat ini dan berlaku untuk penanganan antar terminal di Pelabuhan Tanjung Perak. Sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh para pengguna jasa,” ujar Doso melalui keterangan persnya, kemarin.

Doso Agung menambahkan saat ini Pelabuhan Tanjung Perak menangani 72 jalur pelayaran peti kemas domestik. Itu menunjukkan bahwa Pelabuhan Tanjung Perak memiliki peran yang sangat penting dalam distribusi logistik ke berbagai wilayah Indonesia.

Pelindo III merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang jasa kepelabuhanan.

Tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pelindo III mengelola 43 pelabuhan yang tersebar di 7 provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, serta memiliki 23 anak perusahaan dan afiliasi.

Pelindo III menjalankan bisnis inti sebagai penyedia fasilitas jasa kepelabuhanan yang memiliki peran kunci guna menjamin kelangsungan dan kelancaran angkutan laut. Dengan tersedianya prasarana transportasi laut yang memadai, Pelindo III mampu menggerakkan serta mendorong kegiatan ekonomi negara dan masyarakat.

“Sekitar 75 persen menuju ke wilayah timur Indonesia, artinya biaya penanganan muatan di Pelabuhan Tanjung Perak sedikit banyak akan berpengaruh pada biaya logistik,” ucap Doso.

Pakar maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Saut Gurning, mengemukakan pada kesempatan berbeda. Ia juga melihat pemberlakukan tarif khusustersebut merupakan usaha positif.

“Bagaikan udara segar bagi para pemilik barang serta operator pelayaran di tengah berbagai kesulitan pasar, serta tingginya beban usaha jasa angkutan peti kemas nasional selama ini,” katanya.

Menurutnya, usaha ini dapat memberikan optimisme baru bagi pelaku usaha peti kemas untuk tetap eksis mendukung geliat logistik maritim nasional.

“Secara khusus, rencana efisiensi biaya penanganan kontainer tersebut jelas akan memberikan dampak menguatnya preferensi pemilik barang dan pelayaran terhadap sejumlah terminal kontainer di Tanjung Perak, sebagai opsi menarik untuk lokasi alih muat (transhipment) kontainer domestik Indonesia,” pungkasnya.(ri)

 

Kirim Barang Dalam Hitungan Menit, Ini Solusinya

JAKARTA (Alfijak): Perusahaan MrSpeedy kini hadir dalam industri jasa logistik nasional. Perusahaan itu menawarkan solusi pengiriman barang di hari yang sama (same day delivery), bahkan dalam hitungan menit.

Hal ini sejalan dengan kebutuhan pelaku bisnis yang membutuhkan kecepatan barang sampai ke pembeli. Semakin banyak pelaku bisnis yang menggunakan metode pengiriman barang hingga sampai di hari yang sama.

“Same day delivery bukanlah hal baru untuk banyak pelanggan di Indonesia. Kebanyakan pembeli online rela membayar lebih untuk mendapatkan produk pembeliannya dengan lebih cepat. Itulah mengapa bisnis perlu mempertimbangkan jasa pengiriman last-mile untuk meningkatkan layanan mereka,” kata Suriafur Ken, Country Manager MrSpeedy dalam keterangannya,baru-baru ini, yang dikutip kompas.com.

Salah satu tantangan terbesar bisnis saat menggunakan layanan pengiriman last-mile adalah biaya dan kebutuhan operasional. Bisnis yang besar, contohnya, membutuhkan layanan pengemasan yang lebih cepat.

“Selain operasional, tipe pembayaran COD (cash-on-delivery) masih diminati banyak konsumen. Sistem pembayaran COD pun akan membutuhkan biaya operasional yang lebih besar untuk kedua belah pihak, baik pelaku bisnis maupun penyedia layanan pengiriman,” jelas Suriafur.

MrSpeedy hadir memberikan pelayanan terbaiknya di Indonesia sejak 2017 lalu. MrSpeedy menawarkan jasa pengiriman barang cepat dan same day service dengan harga kompetitif dan bantuan 24 jam.

Saat ini layanan MrSpeedy sudah tersedia di Jabodetabek. Pelaku bisnis dapat segera menggunakan layanan MrSpeedy lewat website, aplikasi, atau langsung menghubungi customer service.

Hadirnya MrSpeedy diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan bisnis dengan memberikan kontribusi pengantaran produk yang cepat dan dapat diandalkan”, ujar Suriafur.

Dengan armada yang sudah mencapai 35.000 kurir dalam moda transportasi motor dan mobil, pelaku bisnis akan secara mudah mendapatkan kurir pengantaran dalam waktu singkat. Pengantaran dari tangan pelaku bisnis ke tangan konsumen pun bisa diselesaikan dalam waktu 90 menit saja.(ri)

 

Perbaikan Logistik Butuh Standarisasi Produk

ALFI desak pengalihan bongkar muat peti kemas Priok diperpanjang

JAKARTA (Alfijak): Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan langkah lanjutan yang bisa dilakukan pemerintah setelah membangun infrastruktur adalah perbaikan di sisi logistik.

Darmin mengatakan salah satu yang belum disentuh pemerintah adalah dari sisi standarisasi produk.

“Standar produk kita belum berkembang, kita tak tahu melon grade A, kita tak tahu pisang grade A seperti apa,” kata Darmin di Hotel Ritz Carlton, Jakarta (8/1/2019).

Oleh karena itu, ia mendorong ke depan perlu ada pengkajian soal grading dengan melibatkan pemangku kepentingan, misalnya pelaku pasar swalayan.

Standardisasi itu harapannya bisa dikombinasikan dengan moda angkutan yang semakin jelas dan tarif yang kompetitif sehingga menjadi transformasi dan dorongan di sisi suplai perekonomian. Kendati, dari sisi infrastruktur menurut Darmin masih perlu peningkatan di tingkat kabupaten dan desa. “Jadi ini perlu dikombinasikan dengan inisiatif dari pemerintah daerah,” kata Darmin.

Dikutip Tempo.co, Darmin menyatakan pihaknya akan merumuskan persoalan infrastruktur di daerah itu dalam rangka Dana Alokasi Khusus dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Adapun infrastruktur di daerah yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja logistik antara lain jalan kabupaten dan desa, pasar pengumpul di level kecamatan, serta pasar induk di kota besar.

“Kami juga mencoba mendorong perubahan moda logistik, misalnya di darat itu kereta dan truk, lalu angkutan laut, dan udara,” tutur Darmin. “Saya melihat dalam waktu sekarang, ke depan sebagai kelanjutan pembangunan infrastruktur kita harus masuk selangkah ke depan, logistik, itu penyelesaian baik untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.”

Sebelumnya, Darmin menyebut sejak terjadinya krisis Asia pada tahun 1998-1999, Indonesia tidak lagi membangun infrastruktur secara berarti. Sehingga, kondisi itu menjadi kendala untuk mendorong investasi masuk ke Indonesia, termasuk kendala dalam mengembangkan produksi dan logistik.

“Kita tahu mengangkut barang dari Tanjung Priok ke Sulawesi, apalagi Papua, lebih mahal daripada ke Eropa.”

Setelah infrastruktur itu mulai terbangun, Darmin mengatakan kondisi perekonomian mulai bergerak ke arah positif. Misalnya saja angka pengangguran dan kemiskinan yang turun. Belum lagi rasio gini yang semakin kecil.

“Meski, impor masih tetap ada, tapi harga bisa kami kendalikan,” ujarnya.(ri)

 

ALFI Apresiasi Implementasi Manifest Generasi Ketiga oleh Ditjen Bea Cukai

Widijanto, Ketua DPW ALFI DKI JAKARTA

JAKARTA (Alfijak): Dalam rangka mempercepat kelancaran arus barang, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengimplementasikan manifest generasi ke III.

Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu mengatakan bahwa menifest generasi ke III merupakan versi paling mutakhir yang mengedepankan prinsip otomasi dan simplifikasi sejalan dengan program reformasi Bea dan Cukai.

Adapun beberapa prinsip yang diusung dalam sistem ini di antaranya advance manifest system 24 jam sebelum kedatangan untuk sarana pengangkut laut sehingga customs clearance bisa dilalukan lebih cepat.

Selain itu, melalui sistem ini otoritas juga menambah non-vessel operating common carrier dan penyelenggara pos agar pengajuan manifest dapat lebih cepat oleh masing-masing penerbit dokumen.

“Bea cukai juga menerapkan prinsip manajemen risiko perubahan manifest di mana perubahan dapat dilakukan secara online dan tidak semua perubahan wajib persetujuan kepala kantor, pencantuman NPWP, dan penutupan pos manifest,” ujarnya, kemarin.

Penerapan Manifest Generasi III telah dilakukan secara bertahap yang dimulai pada tanggal 28 Desember 2017 di Kantor Pabean di Jakarta.

Menurutnya, hingga Agustus 2018, sistem ini telah diterapkan secara bertahap pada 12 Kantor Pabean utama di seluruh Indonesia yang meliputi 6 pelabuhan dan 7 bandara utama di mana secara statistik mewakili lebih dari 80% volume impor dan ekspor nasional.

Pada 26 September 2018, sistem Manifest Generasi III diberlakukan di seluruh pelabuhan dan bandara internasional yang diawasi oleh 104 Kantor Pabean di seluruh Indonesia.

Pengimplementasian Manifest Generasi III telah memberikan dampak positif dan menciptakan berbagai kemudahan di antaranya penurunan dwelling timekhususnya pre-clearance di mana berdasarkan data di pelabuhan Tanjung Priok, terjadi penurunan pre-clearancesebesar 0,81 hari atau 19,69% setelah mandatory sistem Manifest Generasi III.

Widijanto, Ketua Umum DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, mengapresiasi langkah Ditjen Bea dan Cukai tersebut karena manfaat sistem itu sangat dirasakan pelaku bisnis terutama dalam percepatan proses clearance.

“Sangat membantu pelaku usaha mengingat sistem manifest generasi ke tiga ini dapat menghilangkan persyaratan pos manifest lainnya yang berlaku selama ini,”kata Widijanto.

Ditjen Bea dan Cukai menyatakan, manifest Generasi III telah menghilangkan proses perincian pos manifest yang selama ini mencapai 11.500 proses per bulan. Hal ini mengakibatkan proses clearance berkurang sebesar 2 hingga 8 jam atau sebesar 20% – 80% dari sebelumnya, serta mengurangi biaya, dan beban administrasi.

Implementasian Manifest Generasi III juga telah mengurangi proses redress manifest. Pada awal masa pemberlakuan sistem self-correction redress manifest pada sistem Manifest Generasi III, proses redress berkurang sebesar 22,75% dari yang selama ini rata-rata mencapai 550 permohonan per bulan.(adm)

 

 

 

Sambangi Gedung Dewan, Pekerja JICT Ajukan Lima Tuntutan

Serikat Pekerja JICT, Saat Aksi di depan gedung DPR-RI (7/1)

JAKARTA (Alfijak): Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) dan segenap pekerja pelabuhan Indonesia adakan aksi lanjutan gerakan pengembalian aset bangsa JICT dan Keadilan Bagi Pekerja.

Aksi ini dilakukan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin 7 Januari 2019. Dalam aksi tersebut, pekerja membawa payung hitam dan simbol hitung mundur sebagai tanda matinya keadilan bagi pekerja dan berlarutnya proses hukum kasus perpanjangan kontrak JICT-Koja serta kasus Pelindo II lainnya.

Sekjen SP JICT, M. Firmansyah mengatakan, total kerugian negara kasus Pelindo II mencapai Rp 14,86 triliun. Di antaranya, perpanjangan JICT-Koja, Global Bond dan proyek pembangunan Kalibaru yang dinyatakan gagal kontruksi.

Untuk itu SPJICT bersama pekerja pelabuhan menyampaikan beberapa hal:

Pertama, DPR RI harus segera menindaklanjuti kepada aparat penegak hukum dan melakukan supervisi ketat agar kasus-kasus Pelindo II dengan kerugian negara Rp 14,86 triliun tidak di-peti es-kan. Baik pelanggaran Undang-Undang dan kerugian negara sudah sangat terang benderang. Jangan sampai rakyat Indonesia menanggung beban besar akibat salah kelola pelabuhan nasional.

Kedua, dalam kasus JICT-Koja, kontrak perusahaan asal Hong Kong, Hutchison, di pelabuhan petikemas terbesar se-Indonesia, JICT, habis 27 Maret 2019 dan di TPK Koja telah habis pada Oktober 2018.

Ketiga, audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pelanggaran Undang-Undang dalam kasus JICT-Koja seperti tidak ada izin konsesi pemerintah, tanpa tender, tanpa RJPP-RKAP dan tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sehingga indikasi kerugian negara mencapai minimal hampir Rp 6 triliun.

“Baik DPR, Pemerintah dan KPK yang sedang menyelidiki kasus ini harus memastikan gerbang ekonomi nasional JICT-Koja bisa kembali ke NKRI pada akhir Maret 2019,”ujar Firmansyah.

Ketiga, Hutchison selama ini menikmati pendapatan rerata 4-5 triliun per tahun dari JICT-Koja. Jika dikelola mandiri, tentu lebih untung.

“Kenapa lagi harus diperpanjang dengan asing? Kecuali ada pemburu rente yang ingin jadi komprador,” kata dia.

Menurutnya, SDM, peralatan dan teknologi sudah sangat mumpuni.Pasar pun tidak bergantung Hutchison karena ekspor impor Indonesia berdasarkan pola perdagangan antar negara.

“Oleh DPR tidak boleh membiarkan manuver hukum Hutchison yang bermain di area abu-abu. Sampai saat ini, Hutchison masih menjalankan perpanjangan kontrak JICT-Koja tanpa alas hukum,” kata Firman.

Keempat, selain itu ada masalah ketenagakerjaan serius di JICT dan Pelindo II.

Di antaranya, pemecatan non prosedural lewat email tengah malam, PHK massal 400 pekerja outsourcing (SPC) JICT, kriminalisasi puluhan aktivis serikat, dan yang paling kontroversial yakni 3 kali penembakan mobil anggota serikat.

“Di Pelindo II sendiri ada 42 pelaut yang dipecat di anak usaha, Jasa Armada Indonesia (JAI) karena berserikat,” ucapnya.

Pekerja pelabuhan juga mendesak, 400 pekerja outsourcing JICT (SPC) dan 42 pelaut PT JAI harus segera dipekerjakan kembali. Selain memiliki pengalaman dan keahlian cukup, para pekerja yang dipecat telah mengabdi bertahun-tahun. Namun malah di-PHK.

“Mereka layak diangkat sebagai pekerja tetap sesuai hasil investigasi alur produksi oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara,” tuturnya.

Kelima, Pekerja JICT tegaskan tidak anti investasi asing. Tapi silahkan Hutchison menggarap pelabuhan lain. Bukan aset negara yang untung seperti JICT-Koja dan siap kembali ke negara tahun ini.

Dengan adanya kepastian hukum kasus kontrak JICT-Koja, justru membawa dampak positif terhadap iklim investasi asing. Agar tidak ada lagi yang bermain di area abu-abu hukum dalam kasus penjualan aset negara.

“Karena itu, aset bangsa JICT-Koja harus kembali ke NKRI saat berakhirnya kontrak Hutchison pada 27 Maret 2019,” tegas Sekretaris Jenderal SP JICT,” Firmansyah. (ari)

 

ALFI Tegaskan Layanan CFS Bersifat B to B

Adil Karim, Sekum ALFI DKI Jakarta

JAKARTA: Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menegaskan, kehadiran container freight station (CFS) di pelabuhan Tanjung Priok, tidak ada kaitannya dengan penurunan biaya logistik nasional karena layanan jenis itu bersifat business to business.

Adil Karim, Sekum DPW ALFI DKI Jakarta mengatakan, fungsi CFS centre di Priok itu saat ini sama halnya dengan fasilitas pergudangan lainnya di wilayah pabean pelabuhan Priok yang juga menghandle kargo impor berstatus less than container load (LCL).

“Gak ada bedanya, justru kalau di CFS centre itu kan pembayaran receiving divery mekanik (RDM) dilakukan di depan,” ujarnya.

Adil juga mempertanyakan dari mana perhitungannya jika layanan CFS centre itu bisa menekan biaya logistik nasional.

“Hitungannya dari mana jika ada pihak yang mengaitkan dengan biaya logistik nasional. Kami nilai justru sebaliknya dengan adanya CFS centre di dalam pelabuhan berpotensi menambah kemacetan di dalam pelabuhan Priok dan kondisi ini malah berimbas pada perekonomian nasional akibat arus barang terhambat,” tegasnya.

Adil mengungkapkan sejak awal asosiasinya sudah mengingatkan bahwa lokasi fasilitas CFS centre di Priok itu keliru, dan seharusnya kalau mau siapkan fasilitas semacam itu jangan di dalam pelabuhan karena akan menyebabkan kemacetan trafic, tetapi disiapkan di luar pelabuhan.

“Kalau didalam pelabuhan gak efisien karena sekarang saja kondisinya macet apalagi kalau ada CFS centre. Jadi kami rasa para pelaku usaha logistik di Priok juga mempertimbangkan faktor efisiensi itu sehingga masih enggan menggunakan fasilitas CFS centre itu,” ujar Adil.

Menurutnya, layanan kargo impor bestatus LCL saat ini sudah dilayani di sejumlah fasilitas pergudangan di luar pelabuhan yang masih masuk wilayah pabean dan cukai pelabuhan Tanjung Priok.

Pada praktiknya, ujarnya, layanan kargo impor LCL yang ada di luar pelabuhan saat ini tidak ada masalah mengingat layanan ini kan sifatnya business to business  antara forwarder,  pemilik gudang dan pemilik barang.

Sejak Nopember 2017, PT.Pelabuhan Indonesia II/IPC meluncurkan fasilitas CFS centre di pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan bagian program penataan pelabuhan guna mempercepat arus barang impor berstatus less than container load (LCL) dari dan ke pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

BERALIH KE FCL

Sementara itu, pemilik barang impor berstatus less than container load (LCL) mulai beralih dengan menyiasati importasi kargonya menggunakan full container load (FCL) melalui pelabuhan Tanjung Priok.

Amalia, Ketua Umum Ikatan Importir Eksportir Indonesia (IEI) mengatakan, untuk menyiasati biaya penanganan kargo impor LCL yang masih tinggi saat ini umumnya para importir melakukan kalkulasi secara matang.

“Kita hitung terlebih dahulu mana yang efisien. JIka kargo impor diatas 10 meter kubik (cbm) bahkan ada yang hanya 5-7 cbm, saat ini dikirim dengan status FCL saja untuk mengindari biaya LCL yang tinggi di pelabuhan,”ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, efektifitas keberadaan fasilitas pusat konsolidasi kargo atau container freight station /CFS centre di Pelabuhan Tanjung Priok sangat bergantung keinginan bersama.

Amalia menyarankan PT.Pelindo II Tanjung Priok selaku pengelola fasilitas tersebut mesti mempunyai agent consolidator di luar negeri.

Dia mengungkapkan, dari sisi pengguna jasa pelabuhan atau perusahan importir eksportir tidak punya pilihan layanan karena selama ini cargo LCL nya diserahkan kepada pihak forwarder, sehingga pemilik kargo tidak bisa memilih gudang LCL apakah di strippingnya di gudang dalam pelabuhan atau di CFS Center ataupun gudang luar pelabuhan.

“Soalnya para pengguna jasa beranggpan biaya gudang adalah biaya pelabuhan” ucapnya.

Oleh sebab itu, imbuhnya, idealnya fasilitas CFS Center dapat dimanfaatkan oleh forwarder-forwarder atau CFS Center mempunyai mitra forwarder/konsolidator yang memanfaatkan fasilitas tersebut selain digunakan oleh importir atau eksportir langsung.

Dengan begitu diharapkan para importir punya daftar forwarder yang sudah memanfaatkan CFS center, sama halnya dengan terminal kontainer kapal yang sandar diterminal tersebut kapal apa saja, sehingga pada saat pengiriman cargo bisa merekomendasikan nama forwarder ke pihak.

Berdasarkan data layanan CFS centre Priok, saat ini fasilitas tersebut mampu melayani 6000 s/ 7000 dokumen kargo impor LCL perbulan yang berasal dari muatan kargo 1.300 twenty foot equivalent units (TEUs) setiap bulannya.

PT.Pelindo II mengatakan kendali pengelolaan fasitas CFS Centre kini berada di manajemen cabang Pelindo II Tanjung Priok. (ari)