BJ Habibie, Bapak Supply Chain Indonesia

JAKARTA- Alfijak: Presiden Republik Indonesia ke-3 Prof Dr. Ir. BJ Habibie sangat layak diangkat sebagai Bapak Supply Chain Indonesia mengingat berbagai visi, gagasan, dan tindakan riil yang dilakukannya dalam pengembangan sektor transportasi dan logistik di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum DPP ALFI (Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia) Yukki Nugrahawan Hanafi, dalam mengenang berbagai jasa Habibie dalam pembangunan Bangsa Indonesia, terutama di sektor logistik.

Visi, gagasan, inisiatif, serta tindakan riil Habibie, menurut Yukki, sangat sejalan dengan berbagai konsep supply chain yang sedang berkembang saat ini. “Inisiatif dan gagasan Beliau terhadap industri logistik dan transportasi terutama terkait konektivitas multi-moda tidak hanya ada saat beliau menjadi pejabat negara baik sebagai Menteri, Wakil Presiden, Presiden, dan jabatan strategis lainnya, tetapi jauh sebelum itu,” kata Yukki, pada Kamis (12/9/2019).

“Bangsa ini sangat kehilangan seorang yang telah berjasa besar. Habibie telah meletakkan fondasi yang kokoh dalam berbagai aspek, terutama demokrasi,  ekonomi, dan teknologi. Bagi kami pelaku bisnis logistik, gagasan Habibie merupakan cikal bakal dan fondasi dalam pengembangan supply chain nasional,” ucap Yukki.

Berbagai inisiatif dan program Habibie selama mengabdikan diri dalam pemerintah Indonesia seperti pengembangan industri dirgantara melalui pengembangan PT Nurtanio, industri kelautan melalui pengembangan galangan kapal nasional PT PAL, serta inisiatif Habibie dalam industri otomotif nasional merupakan bukti nyata dalam mendukung konektivitas moda transportasi.

“Konektivitas multi moda transportasi merupakan faktor kunci konsep supply chain dalam bisnis logistik,” tegas Yukki.

Kepedulian Habibie terhadap industri logistik nasional juga tercermin jelas dalam kesediaannya dalam membuka secara langsung Musyawarah Nasional (Munas 2) Gafeksi pada tahun 1998.

“Dalam kata sambutannya saat itu, Habibie secara implisit menjelaskan soal arah perkembangan industri logistik yang mengarah pada konsep supply chain di mana peran transportasi multi moda sangat penting,” kenang Yukki.

Sejak saat itu Habibie juga sudah mengingatkan soal kemajuan teknologi yang akan mempengaruhi jalannya bisnis logistik dan mengingatkan soal pentingnya pembangunan sumber daya manusia, termasuk dalam sektor logiatik, sehingga memiliki daya saing dalam bisnis logistik yang akan dipengaruhi oleh kemajuan teknologi.

“Automasi di dunia logistik saat ini tak bisa dilepaskan dari gagasan pengembangan Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang sangat gencar dilakukannya,” tegas Yukki.

Menurut Yukki, pengembangan INFA institut yang merupakan training center bagi sumber daya manusia industri logistik nasional juga tidak terlepas dari arahan Habibie terkait pengembangan sumber daya manusia saat Munas tersebut.

Menurut Yukki, ada begitu banyak pemikiran dan gagasan Habibie yang perlu ditindaklanjuti. “Bagi kami pelaku sektor transportasi dan logistik, jasa Beliau sangat besar.  Penerapan konsep supply chain saat ini tak terlepas dari jasa Beliau. #Selamat beristirahat Bapak Supply Chain Indonesia#

Ini Alasan IPC Sulit Kelola CFS Centre di Priok

Pemilik barang harus berani tolak kutipan jaminan kontainer

JAKARTA-Alfijak :PT Pelabuhan Indonesia II/IPC dinilai tidak akan mampu mengelola fasilitas Container Freight Station (CFS) di Pelabuhan Tanjung Priok.

“Hingga kini fasilitas CFS di dalam pelabuhan kosong, sehingga aset negara menjadi mubazir,” ujar Widijanto, Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI), Rabu (11/9/2019).

Menurut dia, sebaiknya IPC menyerahkan pengelolaan CFS kepada swasta yang punya pasar. “IPC dan anak perusahaannya tidak akan mampu merebut jaringan pasar barang impor berstatus less than container load (LCL) untuk dipindahkan ke CFS yang berlokasi di dalam pelabuhan,” tuturnya.

Selama ini, lanjut Widijanto, yang menguasai pasar LCL adalah perusahaan konsolidasi atau forwarding anggota ALFI.

Dia mengatakan, saat ini perusahaan tersebut lebih banyak menggunakan CFS di luar pelabuhan. Apalagi, kehadiran PLB (Pusat Logistik Berikat) bisa membuat CFS dan depo peti kemas di dalam pelabuhan gulung tikar.

Saat ini untuk menampung uverbrengen atau Pindah Lokasi Penimbunan (PLP) terhadap peti kemas impor, lebih cepat dan lebih mudah menggunakan fasilitas PLB yang lokasinya berdekatan dengan kawasan industri.

“Jadi proses pemindahan barang ke PLB lebih mudah dan cepat, ketimbang overbrengen atau PLP ke depo,” katanya.

Sementara itu, layanan kargo impor berstatus LCL pada fasilitas CFS Center Tanjung Priok hingga kini tidak berjalan optimal alias mangkrak lantaran tidak mendapat dukungan maksimal dari pelaku usaha forwarder dan logistik di pelabuhan itu.

Berdasarkan pantauan Translogtoday, fasilitas CFS Centre yang berlokasi di gate 9 Pelabuhan Tanjung Priok hingga kini tidak ada aktivitas pemasukan dan pengeluaran kargo.

Hanya terpampang loket layanan billing CFS Centre pada fasilitas yang sudah dinyatakan beroperasi sejak akhir 2017 itu.

Lokasi Keliru

Adil Karim, Sekretaris Umum ALFI DKI Jakarta, mengungkapkan sejak awal pihaknya sudah mengingatkan bahwa lokasi CFS Centre di Tanjung Priok keliru.

Seharusnya, menurut dia, apabila mau menyiapkan fasilitas semacam itu jangan di dalam pelabuhan karena akan menyebabkan kemacetan, tetapi siapkan di luar pelabuhan.

“Kalau di dalam pelabuhan tidak efisien karena sekarang saja kondisinya macet apalagi kalau ada CFS Centre. Jadi kami rasa para pelaku usaha logistik di Priok juga mempertimbangkan faktor efisiensi itu sehingga tidak menggunakan fasilitas tersebut,” ujarnya.

Adil mengatakan, layanan kargo impor bestatus LCL saat ini sudah dilayani di sejumlah fasilitas pergudangan di luar pelabuhan yang masih masuk wilayah pabean dan cukai Pelabuhan Tanjung Priok.

“Pada praktiknya, layanan kargo impor LCL yang ada di luar pelabuhan tidak ada masalah mengingat layanan ini kan sifatnya business to business antara forwarder, pemilik gudang dan pemilik barang. Jadi kalau mau dipusatkan hanya di satu tempat saja cukup sulit,” kata Adil.

Sejak November 2017, IPC membuka CFS Centre di Tanjung Priok yang merupakan bagian program penataan pelabuhan guna mempercepat arus barang impor berstatus LCL dari dan ke pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

CFS Center Tanjung Priok merupakan area pusat konsolidasi kargo untuk barang impor berstatus LCL yang dilayani melalui pelabuhan tersebut setelah kontainer dibongkar dari kapal di terminal peti kemas.(ri)

ALFI : Kontainer Limbah Impor di Priok, Ganggu Logistik & Picu Long Stay

JAKARTA- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyatakan, menumpuknya ratusan kontainer impor yang diduga berisi sampah atau limbah plastik di Pelabuhan Tanjung Priok, berpotensi mengganggu kelancaran arus barang di pelabuhan itu.

Sektretaris Wilayah DPW ALFI DKI Jakarta, Adil Karim mengatakan, berlarutnya penanganan masalah tersebut akan manambah semakin banyak kontainer long stay yang dibiarkan menumpuk di lini satu pelabuhan, sehingga kondisi pelabuhan atau yard occupancy ratio (YOR) lebih padat.

“Importitnya yang masukin limbah itu mesti di tinjau ulang oleh Pemerintah. Disisi lain Kementetian Linggkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) juga mesti turun tangan. Segera KLH bersikap tegas, lakukan inspeksi kontainer itu dan putuskan mau di rilis keluar pelabuhan atau di reekspor,”ujarnya, pada Rabu (11/9/2019).

Adil mengatakan, seharusnya nama importirnya sudah ada di data bc 1.1 yang dikeluarkan Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, selai itu bisa dilihat dari manifest importasinya.

Menumpuknya ratusan kontainer yang terlalu lama di pelabuhan, kata Adil, sangat berpotensi memengaruhi kelancaran arus barang dan logistik dari dan ke pelabuhan Priok akibat kepadatan pada yard occupancy ratio (YOR) di terminal peti kemas maupun di TPS.

Saat ini, di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima fasilitas terminal peti kemas yang layani ekspor impor yakni: Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas Koja, New Priok Container Terminal One (NPCT-1), Terminal Mustika Alam Lestari (MAL), dan Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok

“Masalah barang longstay termasuk ratusan importasi limbah melalui Priok ini memang harus ada penanganan segera.Jangan sampai pelabuhan stagnasi,”ucap Adil.

Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Riza Erivan mengatakan, pihaknya belum mengetahui berapa jumlah kontainer yang diduga berisi limbah impor itu lantaran pihaknya masih menunggu detail dari Bea dan Cukai Tanjung Priok.

“Karena secara teknis kami tidak tahu isi atau manifest dari kontener tersebut, apakah limbah atau bukan,”ucapnya.

Sementara itu, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, menyatakan ratusan kontainer impor diduga berisi sampah/limbah plastik yang sampai saat ini masih tertahan di pelabuhan Tanjung Priok, lantaran pengurusan perizinan importasi tersebut belum selesai.

“Itu barang belum di urus dan tujuan ke perusahaan di Tanggerang di bawah pengawasan kanwil Bea dan Cukai Provinsi Banten,” ujar Dwi Teguh Wibowo, Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, dikonfirmasi pada Selasa (10/9/2019).

Dia juga mengatakan, posisi kontainer impor tersebut bukan hanya berada di lapangan penumpukan kontainer di satu terminal peti kemas saja, tetapi juga telah menyebar di beberapa tempat penimbunan sementara atau TPS wilayah pabean Tanjung Priok.(ri)