ALFI Usulkan Agar PLB Pacu Daya Saing Logistik

JAKARTA- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai fasilitas pusat logistik berikat (PLB) dapat dioptimalkan sebagai salah satu jurus ampuh yang diberikan Pemerintah RI guna mendukung daya saing industri nasional khususnya dibidang logistik.

Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi, menyebutkan dalam pengamatannya sebagai pelaku industri khususnya supply chain, PLB yang merupakan fasilitas yang diberikan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu itu menjadi stimulus tersendiri bagi pelaku logistik.

Fasilitas tersebut juga untuk mendukung industri manufaktur dan industri kecil menengah (IKM) terkait kegiatan transaksi impor dan ekspor dalam meningkatkan daya saing produk di pasar global maupun domestik.

“Sudah sangat efektif konsep dan tata laksana PLB ini bagi pelaku logistik nasional maupun industri produsen untuk dapat memindahkan pusat penimbunan yang berada di luar negeri ke dalam negeri,” ujar Yukki, melalui keterangan pers-nya, pekan lalu.

Dia mengatakan, proses perolehan ijin PLB yang berbeda dengan jenis fasilitas TPB (Tempat Penimbunan Berikat) lainnya yaitu dimana pengajuan PLB atas dasar business plan yang diusulkan oleh pelaku logistik atau industri komoditas/produsen kepada Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang kemudian disetujui oleh Pemerintah jika memberikan manfaat nyata bagi negara dan pelaku industri nasional.

Sedangkan untuk fasilitas TPB lainnya adalah kebijakannya yang business plan dibuat Pemerintah kemudian dilaksanakan bagi penerima fasilitas berikat tersebut.

ALFI, imbuhnya, mengapresiasi peran siginifikan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu dalam memberikan peluang bagi industri nasional agar berdaya saing global melalui regulasi PLB tersebut.

“Meskipun disisi lain masih banyak penyelarasan dan perbaikan yang diperlukan dalam mengotimalkan fungsi serta peran fasilitaa PLB itu dimasa mendatang,”ucap Yukki.(ri)

60% Kapal Asing  Setop Jaminan Kontainer, Ini Kata ALFI

Widijanto Ketua DPW ALFI DKI Jakarta

JAKARTA- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta mengungkapkan, sebanyak 15 pelayaran asing atau 60% dari sekitar 25 pelayaran asing yang melayani pengangkutan ekspor impor di Prlabuhan Tanjung Priok, kini sudah tidak lagi mengutip uang jaminan kontainer impor.

“Sedangkan sisanya atau 40%-nya masih mengutip jaminan kontainer. Berdasarkan data yang kami peroleh di Priok ada sekitar 25 perusahaan pelayaran asing yang secara reguler layani ekspor impor,”ujar Ketua DPW ALFI DKI Jakarta, Widijanto, dikutip pada Senin (2/9/2019).

ALFI, imbuhnya, mengapresiasi pelayaran asing yang sudah tidak mengutip jaminan kontainer tersebut. Kendati begitu, dia berharap kedepan semua pelayaran asing (100%) tidak mengutip uang jaminan tersebut.

Widijanto mengungkapkan, 15 pelayaran asing yang menyetop pungutan uang jaminan kontainer impor tersebut antara lain; Ocean Network Express (ONE) gabungan 3 shipping line Jepang (NYK, Mitsui dan KLine).

Selain itu, Orient Overseas Container Line (OOCL), Mediterranean Shipping Company (MSC), Maersk Line, Safe Marine, Happag Lloyd, STIC, APL, CMA, MCC, CNC, Arpeni, Sinokor, KMTC Line, dan Yang Ming.

Widijanto mengatakan saat Surat Edaran (SE) Dirjen Hubla No: Um 003/40 /II /DJPL -17 tanggal 19/5/2017 tentang penghapusan uang jaminan kontainer dikeluarkan dan dimasukkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi Penerintah tahap XV, 15 Juni 2017 , tercatat baru enam dari 25 pelayaran asing yang menghentikan pungutan uang jaminan kontainer impor.

Namun, ujar Widijanto selain informasi menggembirakan soal pelayaran asing yang menghentikan pungutan uang jaminan kontainer bertambah, ada info yang mengkhawatirkan para pebisnis, yakni ada kutipan baru dengan istilah lain.

Sebelumnya, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta, merilis sejumlah pungutan tak jelas atau kategori liar yang masih terjadi dilakukan oleh perusahaan agen pelayaran asing pengangkut ekspor impor pada aktivitas importasi di pelabuhan Priok.

Pungutan liar itu antara lain; biaya EHS (equipment handling surcharges) , biaya EHC (equipment handling cost), uang jaminan kontainer impor, biaya surveyor, administrasi impor, dokumen fee, dan lain sebagainya.(ri)

Jakarta Tetap Pegang Peran Ekonomi

Jakarta-Alfijak : Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Muhammad Diheim Biru menyebut Jakarta tetap memegang peranan penting sebagai pusat ekonomi nusantara, meski nantinya tidak lagi menjadi ibu kota negara. Karenanya, ia melihat pembenahan Jakarta tetap diperlukan.

Seperti diketahui, pemerintah berniat memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Jika tidak ada aral melintang, proses perpindahan akan dimulai pada 2024 nanti.

“Saatnya jejak-jejak ekologis yang dipijak di daerah ini diringankan dengan membenahi fasilitas dan infrastruktur yang kelak ditinggal lembaga pemerintah pusat di kemudian hari,” ujarnya, seperti dilansir Antara, Minggu (1/9).

Beberapa hal yang dapat dijadikan perhatian, yakni pembenahan aspek keramahan lingkungan, seperti peredaman kebisingan, ruang terbuka hijau (RTH) dan penataan infrastruktur jalan.

Hal itu perlu dilakukan menimbang Jakarta bisa saja diberikan otonomi daerah dan kemungkinan tidak berbenturan banyak kepentingan. Sehingga, menurut Diheim, pengelolaannya menjadi lebih leluasa.

Sebab, Jakarta yang berpotensi menjadi destinasi wisata, sambung dia, rentan terkena bencana alam, seperti banjir dan gempa. Ia juga menyoroti pengelolaan air di Jakarta yang banyak menyerap air tanah, sehingga memicu kenaikan permukaan air.

Kemudian, pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan biopori yang memadai dapat menjadi opsi untuk memitigasi, sekaligus membenahi infrastruktur sistem trotoar yang lebih ramah untuk pejalan kaki.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simajorang meyakini bahwa pemindahan ibu kota nantinya tidak akan berdampak besar terhadap kegiatan bisnis, ekonomi, serta perputaran uang di Jakarta.

Ia yakin Jakarta akan tetap menjadi pusat bisnis di Indonesia. Pasalnya, Jakarta masih menyandang status sebagai ibu kota negara ASEAN. Posisi tersebut menjadikan Jakarta jendela bagi para pengusaha dari luar Indonesia.

Di sisi lain, Sarman juga memperkirakan perpindahan ibu kota justru akan berdampak pada peningkatan produktivitas usaha di Jakarta. Pasalnya, pemindahan tersebut akan berdampak pada penurunan tingkat kemacetan.

“Misalnya, kelancaran logistik, kelancaran transportasi dan pengiriman barang akan lebih cepat. Jadi, sebenarnya itu tidak signifikan mengurangi perputaran uang dan juga bisnis di Jakarta,” terang dia.(ri)