Era motor listrik, kian dekat dengan masyarakat Indonesia. Hal itu ditandai dengan upaya pelbagai pihak, yakni pemerintah dan produsen motor dalam menciptakan, lalu menjual motor listrik.
JAKARTA (alfijak): Saat ini ada dua motor listrik yang siap meluncur di Indonesia yaitu Viar Q1 dan Gesits. Sementara tahun lalu, produsen motor terbesar di Indonesia, Honda, juga telah mulai menguji skutik listrik mereka.
Teranyar, jenama Yamaha juga tengah melakukan tes pasar untuk skuter listrik mereka yang bertipe e-Vino di Indonesia. Sebuah produk yang telah dijual di Jepang, Taiwan, dan Eropa.
Motor listrik juga menjadi sasaran perdagangan pihak importir umum yang mendatangkan produknya langsung dari luar negeri.
Garansindo misalnya, yang saat ini telah menyediakan beragam varian motor listrik berlabel Zero Motorcycles.
Saat ini belum ada anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI)–Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, dan TVS–yang telah menjual motor bermesin listrik di Indonesia. Namun, seperti telah disebutkan di atas, semua sudah bersiap menyongsong era motor listrik.
Apalagi pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong pengembangan kendaraan bertenaga listrik di dalam negeri.
Kementerian Perindustrian bahkan telah menyusun peta jalan (roadmap) bagi pengembangan industri otomotif nasional.
Targetnya, produksi mobil listrik sudah mencapai 20 persen dari total produksi kendaraan bermotor nasional pada 2025.
Ketua Umum AISI, Johannes Loman mengatakan, para pelaku industri sepeda motor siap mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Demikian disampaikannya dalam rilis pers yang diterima Beritagar.id (14/11/2017).
Namun, menurut Loman, AISI ingin agar pemerintah segera mengeluarkan kebijakan yang komprehensif agar kehadiran kendaraan listrik itu tidak malah merugikan konsumen kelak.
Peraturan tersebut mesti menjabarkan secara detail soal kualitas, suku cadang, hingga keamanan motor listrik sehingga bisa menjadi panduan yang memudahkan manufaktur saat merancang kendaraan tersebut.
“Jika tidak diatur dan diserahkan begitu saja kepada mekanisme pasar, dikhawatirkan konsumen akan menjadi korban jika suatu saat ada produk motor listrik yang berkualitas rendah beredar di pasar,” kata Loman, yang juga Wakil Presiden Direktur Eksekutif Astra Honda Motor (AHM).
Saat ini para anggota AISI, lanjutnya, tengah mengembangkan model motor listrik berjarak tempuh baik, sehingga para penggunanya tak perlu sering-sering mengisi baterai.
Untuk itu mereka akan mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan standar internasional dan menekankan pada unsur keamanan berkendara.
Kualitas produk yang baik, tentunya, akan berdampak kepada harga sepeda motor listrik yang dijual nanti. Loman mengakui bahwa saat ini harga motor listrik masih relatif mahal.
Namun pernyataan AISI soal harga tersebut menjadi dipertanyakan dengan hadirnya Viar Q1. Motor listrik yang sudah mulai dijual itu dibanderol Rp16,2 juta (OTR Jakarta), setara motor bensin kelas menengah.
Sementara Garansindo menyatakan harga Gesits, yang ditargetkan mulai dijual akhir tahun ini, akan di bawah Rp20 juta.
Regulasi baterai
Hal lain yang menjadi konsentrasi AISI adalah soal regulasi pemakaian baterai pada motor listrik.
Sebagai perkumpulan produsen motor, AISI tak ingin menimbulkan masalah baru bagi masyarakat karena pengelolaan baterai motor listrik yang terabaikan dan menjadi limbah.
“Kami tidak ingin niat baik untuk memberikan produk yang ramah lingkungan dan efisiensi bahan bakar malah menimbulkan masalah baru bagi masyarakat karena unsur safety yang terabaikan dan dampak lingkungan akibat limbah baterai yang tidak diantisipasi sejak dini,” tegas Loman.
Pada Oktober, Wakil Ketua Umum AISI Bidang Industri dan Teknologi, Hari Budianto, dikutip Bisnis.com, mengatakan pihaknya mengusulkan agar pemerintah mengadopsi standardisasi regulasi PBB (UN Regulation 136) sebagai acuan dalam pengembangan baterai listrik, terutama yang terkait dengan standardisasi, teknologi, dan keamanan.
Pada aturan itu berisi pasal-pasal yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan lingkungan untuk kendaraan, sistem, bagian, serta peralatannya.
Pasal-pasal tersebut termasuk persyaratan uji yang berorientasi kinerja, serta prosedur administratif.
Prosedur administratif menyinggung soal sertifikat kesesuaian, serta kepatuhan produksi oleh perusahaan manufaktur untuk membuktikan kemampuan memproduksi serangkaian barang dengan spesifikasi yang sama persis seperti tertera dalam sertifikat kesesuaian. (beritagar.id/ac)