Arsip Tag: Ditjen Bea dan Cukai

Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2022, Berlaku Efektif 1 April

ALFIJAK – Buku Tarif Kepabeanan Indonesia yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dan akan mulai berlaku efektif pada 1 April 2022.

Buku Tarif Kepabeanan Indonesia atau biasa disingkat BTKI ini merupakan suatu dokumen yang berisi struktur klasifikasi barang lengkap dan tarif bea masuk pajak impor.

Seperti dituturkan oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto, “Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) merupakan suatu dokumen yang berisi struktur klasifikasi barang lengkap dengan pembebanan tarif bea masuk dan pajak impor yang digunakan secara luas baik oleh pemerintah, swasta dan organisasi internasional.”

“BTKI memuat sistem klasifikasi barang yang berlaku di Indonesia,” kata Nirwala dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman resmi Kemenkeu pada Senin, 4 April 2022.

Klasifikasi tersebut meliputi ketentuan untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUMHS), catatan, dan struktur Klasifikasi Barang yang disusun berdasarkan  Harmonized System (HS) dan ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN).

Dalam BTKI 2022 terdapat beberapa perubahan yang cukup mendasar dibandingkan pada BTKI 2017, yaitu pada bab 1 hingga 97 BTKI 2022 terdapat 11.414 pos tarif dari yang sebelumnya hanya 10.813 pos tarif.

“Sementara, pada bab 98 dan 99 bertambah menjadi 138 pos tarif dari yang sebelumnya 28 pos tarif,” ujar Nirwala.

Penambahan subpos-subpos dalam AHTN 2022 menampung kepentingan strategis industri dan perdagangan Indonesia, antara lain produk batik, tekstil, CPO, pertanian, serta ikan dan produk perikanan. Yang sebelumnya tidak ada di AHTN 2017.

Kemudian juga alat bantu pernapasan atau ventilator, hospital bed, dan beberapa alat kesehatan, produk terkait pengembangan industri kendaraan listrik yaitu motor listrik dan baterainya, serta kendaraan bermotor, sepeda listrik, dan produk sejenis.

Setiap lima tahun sekali, secara berkala, BTKI selalu diperbaharui untuk menyesuaikan dengan perubahan pola perdagangan dan situasi dunia terkini.

Selain itu, perubahan BTKI 2022 ini dirancang untuk mengakomodasi kelancaran arus barang sebagai bagian dari penataan ekosistem logistik nasional. Terkait kebijakan fiskalnya, diharapkan pengenaan tarif yang telah disusun dapat tepat sasaran.

Begitu juga dengan kebijakan non fiskal seperti lartas, untuk melindungi industri dalam negeri dan kepentingan nasional.

Dalam BTKI 2022, pemerintah juga memasukan skema khusus untuk memberikan insentif dalam rangka pengembangan industri galangan kapal, yakni bea masuk 0 persen untuk 111 pos tarif komponen industri galangan kapal yang sebelumnya dikenakan tarif antara 5 persen hingga 15 persen.

“Hal ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi untuk pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional,” kata Nirwala.

Secara garis besar, implementasi BTKI merupakan wujud dari tugas dan fungsi Bea Cukai dalam aspek revenue collection yang digunakan untuk keperluan pemungutan bea masuk, bea keluar, maupun pajak dalam rangka impor.

Dari aspek industrial assistance, BTKI berfungsi untuk memudahkan dalam pemberian asistensi industri, misalnya penentuan komoditas yang dibebaskan bea masuknya dan bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP).

“Dengan diimplementasikannya BTKI 2022, diharapkan dapat memfasilitasi perdagangan internasional dengan mempermudah proses impor dan ekspor serta proses pertukaran data,” ujar Nirwala.(*)

Pacu Ekspor, DJBC Kembali Berikan Izin Fasilitas KITE

ALFIJAK – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, kembali memberikan izin fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) di tengah pandemi virus Corona. Izin fasilitas KITE itu diberikan Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I kepada PT Prima Dinamika Sentosa.

Kepala Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I, Muhamad Purwantoro mengatakan izin fasilitas KITE itu diberikan untuk mendorong kinerja ekspor yang sedang lesu akibat pandemi virus Corona.

“KITE merupakan salah satu fasilitas yang diberikan pemerintah melalui Bea Cukai untuk meningkatkan ekspor nasional,” katanya.

Muhamad mengatakan PT Prima Dinamika Sentosa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi sepatu. Dengan pemberian izin fasilitas KITE, dia berharap kapasitas produksi perusahaan itu bisa bertambah, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan ekspor.

Dia menjelaskan pemberian fasilitas KITE kepada perusahaan yang berorientasi ekspor menjadi salah satu pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai. Dalam hal ini, Bea Cukai berperan sebagai trade facilitator sekaligus industrial assistance agar kinerja ekspor dan impor terus meningkat.

Muhamad mengklaim Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I tetap memberikan pelayanan terbaik walaupun dalam situasi pandemi. Dia menyebut sejak 1 Januari 2020 hingga hari ini, Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I sudah memberikan izin fasilitas KITE kepada tiga perusahaan.

Ketiga perusahaan itu adalah PT Gloster indonesia, PT Golden Step Indonesia, dan PT Prima Dinamika Sentosa. Ketiga perusahaan tersebut adalah industri berorientasi ekspor dan telah memiliki Nomor Induk Perusahaan. “Kami harap fasilitas ini dapat berguna dan tidak disalahgunakan,” ujarnya.

Fasilitas yang dapat dinikmati perusahaan penerima fasilitas KITE yakni pembebasan bea masuk dan PPN impor tidak dipungut atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor.

Selain itu, perusahaan juga mendapat fasilitas pengembalian bea masuk atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor.

Penerima fasilitas KITE, termasuk KITE industri kecil dan menengah (IKM), juga termasuk dalam kelompok yang bisa menikmati sejumlah insentif pajak. Insentif yang bisa dimanfaatkan yakni pembebasan PPh Pasal 22 impor dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%. (sumber: DDTCnews)

Bea Cukai & LPI Siapkan Solusi Pembiayaan Ekspor

Fajar Doni, saat memberikan pemaparan

JAKARTA- Alfijak : Direktorat Jenderal Bea & Cukai Kementerian Keuangan, menyatakan agar para eksportir di Indonesia dapat menyampaikan segala permasalahan ekspornyq di lapangan kepada instansi Bea dan Cukai.

“Kalau ada permasalahan dengan layanan ekspor jangan segan-segan sampaikan ke kami,” ujar Direktur Tehnis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai, Fajar Doni saat menjadi nara sumber pada Seminar Nasional bertema Outlook Kinerja Ekspor Indonesia 2020, yang dilaksanakan dalam rangkaian Munas ke VIII Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), di Jakarta pada Kamis (6/11/2019).

Dia mengatakan, selain telah menyiapkan klinik layanan permasalahan ekspor di kantor-kantor Bea dan Cukai di setiap daerah, saat ini juga sedang di siapkan kerjasama Ditjen Bea & Cukai dengan Lembaga Pembiayaan Indonesia (LPI) guna membuat virtual office ekspor.

“Virtual office itu juga sebagai salah satu solusi apabila terdapat eksportir yang membutuhkan dana untuk kegiatan ekspornya nantinya bisa di biayai oleh LPI,” tuturnya.

Fajar Doni mengungkapkan, Ditjen Bea & Cukai telah menginventarisir tujuh permasalahan umum dalam eksportasi, yakni; kualitas infratruktur dan fasilitas perdagangan yang belum sesuai, ongkos logistik yang masih tinggi, penetrasi dan akses pasar rendah, serta kurangnya fasilitas pendukung.

Disamping itu,rendahnya kualitas produk dan inovasi ekspor, perizinan yang rumit dan lambat, serta tenaga kerja yang kurang akomodatif dalam kebutuhan investasi.

Dia juga mengatakan, dari sisi kebijakan yang telah ditempuh oleh Ditjen Bea & Cukai Kemenkeu dalam penanganan perizinan ekspor dikelompokkan pada barang yang terkena larangan pembatasan atau lartas.

Untuk yang termasuk kategori non lartas, kata Fajar, sebanyak 5.597 harmonize system/HS (52%). Sedangkan lartas tanpa laporan surveyor (LS) sebanyak 2.505 HS (23%), serta lartas LS mencapai 2.724 HS (25%).

Sementara yang terkena lartas berdasarkan jenis barangnya, untuk barang modal sebanyak 3% atau senilai US$ 0,7 milliar, barang industri 14% (US$ 1,6 milliar) dan barang konsumsi 8,3% atau setara US$ 21,7 milliar.(ri)

Pelaku Logistik Dukung Penertiban Hand Carry

Ketua Umum DPP ALFI Yukki N.Hanafi

JAKARTA- Alfijak: Pelaku bisnis logistik menyatakan, mendukung langkah Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan untuk memperbaiki tata kelola kebijakan hand carry terutama untuk menghilangkan modus splitting.

Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, praktik splitting, under invoice dan penyalahgunaan lainnya dalam modus hand carry banyak terjadi sejalan berkembangnya transaksi on line atau e-commerce.

“Kalau tidak segera dilakukan perbaikan dan kebijakan yang tepat maka kondisi ini akan semakin memperbesar kerugian negara serta juga menurunkan daya saing produk nasional,”ujar Yukki, pada Rabu (2/10/2019)

ALFI juga menyoroti modus hand carry untuk barang produk jadi yang langsung di konsumsi pasar akan lebih berdampak besar kerugiannya bagi negara yaitu selain kehilangan pemasukan dari bea masuk dan pajak dalam rangka impor serta melemahkan bahkan mematikan produk/ produsen dalam negeri.

“Praktik seperti ini juga menjadikan satu di antara beberapa faktor yang menyebabkan defisit neraca perdagangan,”ucap Yukki.

Trismawan Sanjaya, Wakil Ketua Umum DPP ALFI bidang Supply Chain, e-commerce dan multimodal, menambahkan perlu dikaji kembali untuk penerapan dan pengawasan kebijakan nilai deminimus sebaiknya hanya berlaku untuk barang hand carry saja.

“Hal itu supaya fokus pengawasan Bea Cukai pada barang yang menjadi bawaan penumpang saja dan ini akan memperkecil resiko kerugian negara,”ujarnya.(ri)

ALFI Dukung Bea & Cukai, Perketat Pengawasan Reekspor Limbah

Reekspor Kontainer Limbah Impor

JAKARTA- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendukung langkah Pemerintah melalui Ditjen Bea dan Cukai serta instansi terkait lainnya untuk memperketat pengawasan kegiatan reekspor kontainer limbah impor B3.

Asosiasi Logistik itu juga mendorong pemberian sanksi tegas bagi perusahaan importir bersangkutan yang tidak mematuhi kewajiban reekspor kontianer limbah impor bermasalah tersebut.

“Kalau importirnya tidak melakukan re ekspor atau pembiaran (abandon) terhadap kontainer impor limbah bermasalah itu, harus ditindak tegas dan Ditjen Bea dan Cukai bisa mengejarnya dengan instrument adanya joint analisis antara Ditjen Bea Cukai dengan Ditjen Pajak,” ujar Sekretaris Umum DPW ALFI DKI Jakarta, Adil Karim melalui siaran pers-nya, pada Sabtu (21/9/2019).

Ditjen Bea dan Cukai telah menegaskan, bahwa seluruh kontainer impor limbah plastik bermasalah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3) yang masuk wilayah RI, akan dilakukan reekspor ke negara asal barang tersebut.

Langkah tersebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo, yakni kalau ada pelanggaran pada importasi mesti di lakukan tindakan tegas yakni reekspor.

Adil Karim mengatakan, ALFI juga mengapresiasi langkah pemerintah yang secara tegas memutuskan untuk me-reekspor kontainer linbah impor mengandung B3 yang masuk melalui sejumlah pelabuhan Indonesia itu.

Meskipun begitu, imbuhnya, tahapan kegiatan reekspor tersebut harus dikawal semua pihak supaya seluruh kontainer impor limbah bermasalah itu benar-benar dikembalikan ke negara asalnya.

“Selain mengapresiasi yang dilakukan pemerintah, kegiatan reekspor juga harus benar-benar dikawal agar tidak ada kontainer limbah yang tersisa,” ucapnya.

Adil mengatakan, ALFI berkomitmen menjaga kelancaran dan efisiensi arus keluar masuk barang di pelabuhan. Olehkarenanya, penanganan kontainer impor limbah bermasalah harus dituntaskan agar tidak menimbulkan masalah baru yakni banyaknya barang long stay yang berpotensi mengganggu aktivitas logistik di pelabuhan.

“Pelabuhan mesti clear dari barang long stay dan bermasalah untuk tetap menjaga tingkat yard occupancy ratio (YOR) di lini satu pelabuhan,”tandasnya.

Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu, total impor sampah plastik yang masuk ke RI mencapai 2.041 kontainer yang tersebar di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Batam, Tanjung Priok dan Tanggerang. Adapun khusus di pelabuhan Tanjung Priok terdapat 1.024 kontainer.

Di Pelabuhan Tanjung Priok, dari 1.024 kontainer impor limbah plastik itu, sebanyak 14 kontainer memenuhi syarat, 2 kontainer telah di reekspor oleh PT PDPM, sementara 1.008 kontainer belum diajukan pemberitahuan pabeannya.

Kontainer-kontainer limbah plastik itu masuk dari berbagai negara antara lain; Australia, Belgia, Perancis, Jerman, Yunani, Belanda, Slovenia, Amerika Serikat, Selandia Baru, HongKong, dan United Kingdom.(#)