Arsip Tag: ALFI DKI

Eks Terminal 2 JICT Bakal Diaktifkan Lagi, Ini Pandangan ALFI DKI

JAKARTA (Alfijak) : Pelaku bisnis yang tergabung dalam Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta menyambut baik rencana pengoperasian kembali eks Terminal 2 Jakarta International Container Terminal (JICT) yang telah lama idle.

Namun, pengaktifan kembali sebagai terminal transshipment kontainer domestik diharapkan tidak menimbulkan biaya tinggi.

Kendati begitu, Sekretaris Umum ALFI DKI Jakarta Adil Karim mengingatkan agar biaya-biaya yang muncul sebagai konsekuensi pergerakan peti kemas dari lokasi bongkar domestik ke pelabuhan tujuan ekspor, dihitung dengan cermat.

Apalagi, tutur dia, dermaga eks JITC 2 tidak menyambung dengan terminal internasional, baik JICT, Terminal Peti Kemas Koja, Pelabuhan Tanjung Priok, New Priok Container Terminal 1 (NPCT1), maupun Mustika Alam Lestari (MAL).

Di samping itu, langkah tersebut memunculkan konsekuensi pemenuhan terhadap aturan-aturan kepabeanan. Sebagai contoh, pergerakan truk kontainer dari terminal domestik membutuhkan dokumen pabean untuk masuk ke dalam pelabuhan internasional. Di dalamnya, ada biaya yang harus ditanggung pemilik barang.

“Bagi kami, yang pasti jangan ada penambahan cost jika pelabuhan tersebut diefektifkan kembali karena lay out-nya setahu saya [kontainer] keluar dulu dari Pelabuhan Eks JICT 2,” kata Adil.

Dalam catatan ALFI, eks Terminal 2 JICT dahulu digunakan untuk melayani kapal-kapal feeder berkapasitas 200 TEUs dengan draft sekitar 8 meter.

Sejak 2012, terminal internasional dengan kapasitas lapangan penumpukan 9 hektare itu tidak digunakan lagi untuk aktivitas komersial. Dermaga hanya dipakai untuk sandar kapal-kapal tamu TNI Angkatan Laut dan kapal angkut sapi.

Pelindo II berencana mengoperasikan kembali eks Terminal 2 JICT sebagai terminal transshipment peti kemas domestik selambat-lambatnya awal semester II/2019.

Terminal nantinya dapat digunakan untuk sandar kapal domestik dengan muatan ekspor. Muatan itu diturunkan, kemudian dipindahkan ke terminal internasional.

Sebaliknya, bisa pula dari terminal internasional, kargo impor dipindahkan ke JICT 2, lalu diangkut oleh kapal domestik ke pelabuhan lain di dalam negeri.(ri)

Platform Logistik ‘My Cargo’, Akomodir Pebisnis & Stakeholders

Adil Karim, Sekum DPW ALFI DKI JAKARTA

JAKARTA-Platform digital logistik bernama Smart Port atau sering disebut My Cargo, yang merupakan karya anak bangsa kini mencuri perhatian para pelaku bisnis di tanah air.

Berdasarkan kalkulasi dan survey Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), penggunaan platform itu dalam kegiatan logistik nasional saat ini dapat menurunkan biaya pengambilan dokumen delivery order (DO) untuk impor sebesar 75%, antrian diloket pelabuhan 50% dan post clearance 75%.

“Sehingga kita benar-benar dapat memangkas dwelling time. Artinya DO online harus terintegrasi dalam satu sistem karena selama ini masih mengambil ke pelayaran lantaran belum online secara terintegrasi,”ujar Adil Karim, Sekretaris Umum DPW ALFI DKI Jakarta,seperti dikutip dari betitakapal.com, Kamis (7/3)

Dengan menggunakan platform my cargo, sekaligus memfasilitasi pengguna jasa melakukan permohonan dokumen delivery order DO secara online tanpa harus datang ke perusahaan pelayaran (shipping line).

Olehkarenanya, ALFI mencatat penurunan biaya logistik setelah digitalisasi secara integrasi itu diterapkan.

Pasalnya, pola manual/konvensional untuk pengurusan delivery order (DO) payment di lingkup Pelabuhan Tanjung Priok saja harus merogoh kocek pebisnis hingga Rp187 miliar per tahun. Pengeluaran itu hanya untuk kurir, belum termasuk uang bensin dan uang makan.

“Kami prihatin, makanya butuh sistem digital logistik yang terintegrasi semua pihak bisa. Ekosistem logistik di Malaysia saja berencana akan implementasikan platform my cargo yg notabene karya anak bangsa kita itu, sementar kita masih berpolemik pada ego sektoral di dalam negeri kita sendiri,”ucapnya.

Adil mengungkapkan, pada platform itu juga sudah dikembangkan untuk kegiatan ekspor yang terhubung lebih dari 120 ribu pelabuhan, lebih dari 150 negara dan pelayaran ocean going serta koneksi manifest langsung ke 4 negara yakni USA, Canada, Jepang dan China.

“Saat ini kami sedang mengembangkan yang namanya pertukaran data elektronik (PDE) mandiri yang akan kami masukkan dalam platform tersebut,” tandasnya.

Dengan memasukkan PDE Mandiri dalam platform my cargo, imbuh Adil, nantinya dokumen ekspor dari negara asal yang sudah selesai customs menjadikan dokumen impor dan tidak perlu mengetik lagi karena ada engine data dalam sistem.

Dengan begitu, akan memangkas waktu bagi perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) maupun importir dalam hal pengeluaran barang impor.Begitupun sebaliknya terhadap dokumen ekspor yang sudah melalui proses bea cukai menjadikan dokumen impor negara tujuan.

“Untuk sementara kita ambil sample malaysia dan yang paling penting di dalam sistem PDE mandiri tersebut ada juga pengawasannya atau intelijennya sehingga pelaku usaha tidak bisa lagi merubah dokumen atau nilai transaksi atau juga merubah post tarif. Artinya kita mendukung pemerintah dalam hal pendapatan negara melalui bea masuk, ppn pph ataupun bea keluar,”paparnya.

Konkretnya, kata Adil, dalam platform my cargo itu juga telah mengakomodir kepentingan proses bisnis yang berkaitan dengan flow of dokumen, flow of barang dan flow of financing didalam nya, sehingga memudahkan untuk pengguna platform itu men-tracking and tracing.(ri)