Arsip Kategori: Legal & Regulasi

Informasi seputar hukum dan aspek legal dalam regulasi di sektor logistik.

3 Komoditas keberatan dengan aturan ODOL

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyatakan masih ada tiga pelaku usaha komoditas barang yang masih merasa keberatan terkait aturan pemberian sanksi terhadap truk kelebihan muatan dan dimensi.

JAKARTA (alfijak): “Ada tiga yang keberatan, yakni pelaku usaha komoditas gula, minyak goreng, dan pupuk, komoditas lain tidak ada masalah,” kata Wakil Ketua Aptrindo Kyatmaja Lookman di Jakarta, Senin, 13 Agustus 2018.

Kyatmaja mengatakan, hal itu dikarenakan muatan ketiga komoditas tersebut kelebihan 200 persen. “Muatan mereka selama ini kelebihan berat 200 persen,” katanya.

Padahal, lanjut Kyatmaja, biaya transportasi hanya tiga persen dibandingkan dengan kelebihan 200 persen yang sangat membahayakan keselamatan.

“Harusnya dampak kenaikan transportasi tidak separah itu, maksimal tiga persen saja. Silakan yang lain buka-buka ongkos transportasinya saja dibanding dengan harga barang,” katanya.

Untuk itu, Kyatmaja menyarankan agar pengusaha komoditas gula, minyak goreng, dan pupuk untuk menggunakan moda angkutan yang lebih besar karena lebih aman.

“Kita ini sukanya truk yang lebih kecil dimuat berlebih, seperti pengusaha beras pakai truk kecil dimuat dua kali lipat, jika pakai satu truk besar kan lebih aman,” katanya.

Terkait moda alternatif lain, seperti kereta api logistik, Kyatmaja menilai kelemahannya tidak bisa langsung dari pintu ke pintu (door to door) dan harus menggunakan truk lagi.

Namun, Kyatmaja pun tidak setuju apabila penerapan peraturan pemberian sanksi terhadap truk kelebihan muatan dan dimensi ditunda karena akan mengorbankan aspek keselamatan.

“Nanti ditunda masih minta ditunda lagi, kalau saya lihatnya lebih ke aspek keselamatannya. Ketika truk sudah melebihi spesifikasi teknisnya sudah enggak aman. 31 ribu orang meninggal setiap tahunnya,” katanya.

Kebijakan peraturan pemberian sanksi terhadap truk kelebihan muatan dan dimensi ini baru diterapkan di tiga jembatan timbang, yaitu Balonggandu Karawang, Losarang Indramayu, dan Widang Tuban mulai 1 Agustus 2018. (tempo.co/republika.co.id/ac)

ALFI: car terminal perlu akses truk sendiri

Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendesak penyediaan jalur tambahan untuk keluar masuk truk pengangkut kendaraan dan alat berat dari dan ke terminal khusus kendaraan yang dikelola IPC Car Terminal (IPCC) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

JAKARTA (alijak): Ketua ALFI DKI Jakarta Widijanto mengatakan truk pengangkut kendaraan yang hendak masuk ke car terminal dari Cakung Cilincing selama ini harus berputar di depan kantor Bogasari sehingga sering menyebabkan kemacetan, karena akses selanjutnya juga hanya satu lajur.

“Mestinya ada akses tambahan dan tersendiri untuk kegiatan di fasilitas car terminal agar tidak memperparah tingkat kemacetan Priok pada jam-jam sibuk layanan distribusi logistik,” ujarnya kepada Bisnis pada Senin (13/8/2018).

Dia mengemukakan IPC Car Terminal selaku pengelola dan operator terminal khusus mobil di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu semestinya sudah memikirkan untuk menyiapkan akses terminalnya yang lebih efisien dari saat ini, seperti yang sudah disiapkan oleh Jakarta International Container Terminal (JICT) dan TPK Koja.

“Joint gate JICT dan TPK Koja sudah terkoneksi langsung dengan akses tol pelabuhan yang terhubung dengan Jakarta Outer Ring Road (JORR). Idealnya, fasilitas car terminal yang juga mendominasi bongkar muat layanan internasional punya pula akses sendiri seperti itu agar tidak menambah krodit kemacetan Priok, tidak bercampur dengan jalan arteri seperti sekarang,” paparnya.

ALFI: car terminal perlu akses truk sendiri
ALFI: car terminal perlu akses truk sendiri

Widijanto menambahkan kemacetan di Priok pada jam sibuk sudah sering dikeluhkan pengguna jasa pelabuhan lantaran memicu biaya logistik pemilik barang dan menimbulkan ketidakefisienan.

“Kami harapkan IPC Car Terminal Priok juga melakukan pembenahan dengan menyiapkan akses khusus untuk efisiensin layanannya,” paparnya.

IPCC merupakan anak usaha PT Pelabuhan Indonesia II atau Indonesia Port Corporation (IPC). IPCC memberikan jasa pelayanan terminal kendaraan. Jasa pelayanan meliputi stevedoring, cargodoring, receiving, dan delivery.

Selain itu, IPCC melayani pelayanan jasa lainnya, yaitu vehicle processing center (VPC), equipment processing center (EPC), port stock, dan transhipment roro services.

IPCC tidak hanya menyediakan jasa terminal untuk mobil, tapi juga untuk alat berat, truk, bus, dan suku cadang.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, IPCC memiliki beberapa keunggulan, di antaranya satu-satunya perusahaan pengelola terminal komersial yang memberikan jasa pelayanan terminal kendaraan di negara terpadat keempat di dunia, memiliki 100% captive market untuk ekspor-impor kendaraan, dan margin bisnis menarik.

IPCC juga mengelola lahan seluas 31 hektare dengan kapasitas 700.000 unit kendaraan per tahun. IPCC menargetkan pada 2022 mengelola lahan seluas 89,5 hektare dengan kapasitas 2,1 juta kendaraan. Dengan demikian, IPCC diproyeksikan menjadi pengelola terminal mobil terbesar kelima di dunia.

Dari segi kinerja keuangan IPCC juga menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada 2017, misalnya, IPCC membukukan pendapatan Rp422,1 miliar, naik 34,3% dibandingkan dengan 2016 Rp314,3 miliar.

Pada periode yang sama, EBITDA IPCC bertambah 31,5% menjadi Rp175,4 miliar dari Rp133,4 miliar. Laba kotor naik 26,8% menjadi Rp208,6 miliar dari Rp164,5 miliar, dan laba bersih tumbuh 32,2% dari Rp98,4 miliar menjadi Rp130,1 miliar pada 2017.

Sementara total aset IPCC per Desember 2017 mencapai Rp. 336,3 miliar, naik 26,95% dibandingkan 2016 sebesar Rp264,9 miliar. Liabilitas IPCC naik 25% menjadi Rp. 99,2 miliar dari Rp. 79,3 miliar, dan ekuitas tumbuh 27,7% menjadi Rp237 miliar dari Rp. 185,6 miliar dan current ratio sebesar 3,3 kali, naik dari 2,4 kali.

Dalam 3 tahun terakhir rata-rata ROA IPCC mencapai 35,4%, margin EBITDA 40,4%, ROE 50,6%, dan ekuitas terhadap aset rata-rata 69,8%. (bisnis.com/ac)

Industri sesuaikan karoseri dengan aturan ODOL

Truk angkutan barang dengan muatan overload dan overdimensi menjadi bahasan yang mengemuka di seminar karoseri yang digelar oleh PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI) dan Kementerian Perhubungan di sela gelaran pameran otomotif GIIAS 2018 di ICE BSD City, Tangerang.

TANGERANG (alfijak): Seminar yang digelar di booth Hino hall 3H ini menjadi wahana sosialisasi untuk memberikan sosialisasi dan bertukar informasi kepada para karoseri terkait dengan peraturan pemerintah mengenai over dimensi dan over load (ODOL).

Seperti diketahui, Pemerintah RI mulai tanggal 1 Agustus 2018 menerapkan kebijakan penurunan muatan bagi kendaraan yang membawa beban lebih dari 100 persen.

Pengecualian diberikan untuk angkutan sembako dengan toleransi hingga 50 persen, tapi bila melebihi 75 persen akan dilakukan proses penurunan muatan.

Sementara angkutan semen dan pupuk diberikan pengecualian dengan denda tilang bila muatan melebihi 40 persen, dan diminta menurunkan muatan bila melebihi 65 persen dari standarnya.

“Seminar karoseri ini mengikuti arahan dari Presiden Joko Widodo di mana fokus pembangunan mulai bergeser ke pembangunan Sumber Daya Manusia atau SDM guna menciptakan kepatuhan dan budaya berlalu lintas yang berkeselamatan,“ ungkap Budi Setiyadi.

Seminar dihadiri Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi dan Direktur Sales dan Promosi HMSI, Santiko Wardoyo, diikuti 60 peserta dari kalangan pelaku industri karoseri dari Jabotabek, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Santiko mengatakan, seminar ini juga merupakan bagian dari kolaborasi Hino bersama karoseri untuk memberikan produk terbaik bagi pelanggan setia Hino dan juga memperat hubungan kerjasama Hino dengan karoseri.

Selain menggelar seminar mengenai ODOL, di acara ini Hino juga melakukan soft launching untuk website khusus bagi karoseri yaitu www.karoseri.hino.co.id yang berisi data petunjuk mengenai gambar sasis Hino, detail spesifikasi produk Hino, uji landasan sasis Hino dan informasi teknik lainnya mengenai petunjuk pemasangan bodi truk Hino.

Melalui web ini para karoseri dapat membuat bodi sesuai dengan standar dan keamanan produk Hino, sehingga bodi truk Hino dapat digunakan dengan sesuai peraturan pemerintah dan standar keamanan yang tinggi bagi keselamatan berkendara.

Sebagai bentuk apresiasi kepada karoseri yang sudah mengikuti standarisasi dari Hino, maka pada acara tersebut diberikan juga berupa sertifikasi dan awarding kepada 16 karoseri yang sudah mengikuti buku petunjuk pemasangan bodi Hino.

Produk karoseri ini dinyatakan lulus uji atau sudah tersertifikasi standar pemasangan bodi Hino yang sesuai, aman dan turut menjaga keselamatan di jalan.

“Kami senang dapat mewadahi antara karoseri dengan Kementerian Perhubungan sebagai regulator, sehingga karoseri dapat bertemu langsung dan mengetahui informasi mengenai odol tersebut dengan jelas langsung dari narasumbernya. Melalui acara ini, kami harapkan juga dapat semakin memerperat hubungan kerjasama yang selama ini sudah terbangun antara Hino dan karoseri,” ungkap Santiko Wardoyo. (tribunnews.com/ac)

 

500 Eksportir belum manfaatkan fasilitas fiskal

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai melakukan pertemuan dengan para eksportir Indonesia. Tujuan pertemuan tersebut untuk mensosialisasikan fasilitas kepabeanan untuk meningkatkan ekspor dan investasi.

JAKARTA (alfijak): Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kushari Suprianto mengatakan, berdasarkan catatan Bea Cukai masih ada sekitar 500 eksportir yang melakukan aktivitas ekspor rutin belum menggunakan fasilitas kepabeanan.

“Berdasarkan catatan kami bapak dan ibu bagian dari 500 eksportir yang menurut kepabeanan ekspor rutin namun belum menggunakan fasilitas pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor,” ujar Kushari di Kantornya, Jakarta, Selasa (7/8/2018).

Padahal, fasilitas ini diberikan oleh pemerintahan Jokowi-JK untuk meningkatkan nilai ekspor. Mengingat selama ini kegiatan perdagangan internasional banyak berperan memberikan nilai lebih terhadap transaksi perdagangan.

“Atas perintah Presiden bagaimana kita berikan sesuatu yang lebih kepada eksportir kita. Kita diminta juga mendata eksportir mana yang melakukan kegiatan ekspor impor dan memberikan devisa negara namun belum menggunakan fasilitas fiskal,” jelasnya.

Dalam kesempatan kali ini, pemerintah akan kembali menjelaskan fasilitas apa saja yang diperoleh pengusaha ketika melakukan ekspor.

Acara ini akan menghadirkan Direktur Perdagangan Luar Negeri Kementerian Keuangan Oke Nurwanto, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai pembicara kunci.

“Tentu acara pagi ini adalah suatu acara yang beliau beliau banyak beriskusi. Jadi paling banyak menerima masukan kenapa bapak ibu belum menggunakan fasilitas ini maupun kendala di lapangan. Kebetulan pimpinan kita akan kumpul disini dan nantinya Bu Menteri Keuangan akan segera merapat,” tandasnya. (liputan6.com/ac)

Kutipan liar atas breakbulk resahkan pengusaha

Kutipan biaya penggunaan alat bongkar muat terhadap layanan kargo umum nonpeti kemas atau breakbulk di dermaga 201-203 Pelabuhan Tanjung Priok meresahkan.

JAKARTA (alfijak): Ketua BPD Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta Subandi memprotes melambungnya pengenaan kutipan tersebut.

“Kami menerima keluhan pemilik barang breakbulk di Priok terkait dengan tingginya biaya itu yang dipungut oleh perusahaan bongkar muat (PBM) untuk penggunaan alat bongkar muat tersebut yang mencapai Rp22.500/metrik ton (MT),” tutur Subandi.

Sesuai dengan kesepakatan asosiasi penyedia dan pengguna jasa dengan manajemen Pelindo II Tanjung Priok, tarif yang disepakati untuk penggunaan alat bongkar muat termasuk untuk alat jenis gantry lufting crane (GLC) hanya Rp11.500/MT.

Dia menyayangkan lemahnya pengawasan dari manajemen Pelindo II [PT Pelabuhan Indonesia II] terhadap kegiatan di lapangan. Menurutnya, adanya pungutan di luar kesepakatan oleh PBM, itu namanya pungli dan perlu dievaluasi.

Kutipan sepihak tarif jasa alat bongkar muat di pelabuhan oleh PBM, dapat meningkatkan biaya logistik dan memengaruhi daya saing produk dalam negeri. “Ini harus ditertibkan, jangan dibiarkan berlarut-larut,” pinta Subandi.

Secara terpisah, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto, mengatakan tidak menoleransi pelanggaran terhadap tarif jasa kepelabuhanan di Tanjung Priok yang sudah disepakati, antara penyedia dan pengguna jasa bersama manajemen Pelindo II Tanjung Priok.

“Namanya tarif liar, harus dihentikan. ALFI siap berjuang terhadap kepentingan pemilik barang yang dirugikan kalau ada yang dikenakan tarif penggunaan alat di luar tarif kesepakatan,” katanya.

Widijanto mengingatkan, tarif kesepakatan pemakaian alat bongkar muat jenis GLC di Priok sudah diteken oleh General Manager Pelindo Tanjung Priok, GINSI, ALFI, Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), dan Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) pada September 2017.

Berdasarkan kesepakatan tarif, untuk penggunaan GLC meliputi jika kapal dilengkapi derek (ship’s gear) dan bisa beroperasi, maka penggunaan GLC hanya 25 persen dari volume barang dengan tarif hanya Rp11.500/MT.

Turun dari kapal, peti kemas impor wajib langsung behandle

Namun, jika kapal tidak ada alat dereknya, maka tarif pemakaian GLC Rp20.000/MT, dan kalau karena sesuatu hal crane/derek kapal rusak, dikenai tarif GLC Rp17.500/MT.

Direktur Operasi dan Sistem IT PT Pelindo II, Prasetyadi, berjanji mengecek kondisi di lapangan dan meminta agar pemilik barang dapat menyampaikan keluhannya secara langsung kepada manajemen Pelindo II Tanjung Priok agar bisa segera ditindaklanjuti. (poskotanews.com/ac)

CORE: postborder picu lonjakan impor

Implementasi kebijakan postborder selama 6 bulan terakhir terbukti berbanding lurus dengan pembengkakan impor produk lartas.

JAKARTA (alfijak): Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia M. Faisal mengatakan, sejak postborder diberlakukan pada 1 Februari 2018, dia memprediksi kebijakan tersebut akan lebih mengakselerasi arus impor alih-alih menopang ekspor.

“Saya cek beberapa produk larangan dan terbatas [lartas] yang masuk daftar postborder seperti daging sapi dan plastik, semua mengalami kenaikan impor yang signifikan sejak Feburari 2018,” ujarnya kepada Bisnis.com.

Dia menjabarkan, impor daging sapi dari Australia meroket setelah Februari 2018, bukan hanya secara month to month (mtm) tetapi juga secara year on year (yoy). Hal tersebut membuktikan lonjakan impor bukan sekadar dipicu oleh faktor musiman.

Selain itu, lanjutnya, kondisi serupa terjadi pada impor produk plastik. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor plastik sepanjang Januari—Mei 2018 mencapai US$3,73 miliar, naik 17,5% secara yoy.

“Pada dasarnya permintaan di dalam negeri memang sangat tinggi, tetapi tidak menutup kemungkinan ada kebocoran impor. Sebab sebelum ada kebijakan postborder saja sudah sering terjadi praktik seperti itu. Apalagi permintaan di dalam negeri memang tinggi.”

Dari kalangan pelaku industri, Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane mengatakan, kebijakan postborder yang diterapkan terhadap ban menciptakan banjir produk impor di dalam negeri.

Pasalnya, para importir akan memiliki celah untuk mengakali pengadaan luar negeri pada komoditas tersebut.

“Saat ini, perang dagang antara AS-China membuat produk ban China lari ke negara seperti Indonesia. Sudah harganya [ban China] lebih murah, importir jadi lebih mudah memasukkan barang dulu ke dalam negeri melalui postborder. Banyak yang pakai dokumen palsu juga.”

Pernyataannya tersebut dibuktikannya dengan data Kemendag periode Januari-Mei 2018, yang menunjukkan lonjakan impor karet dan barang dari karet sebesar 30,77% secara yoy menjadi US$1,00 miliar.

Kontainer impor antre behandle di Priok

Azis mengaku, produsen ban domestik sejatinya masih mampu memenuhi kebutuhan domestik lebih dari 70% sekaligus memenuhi pasar internasional. Namun, dengan masuknya produk impor, porsi permintaan domestik terhadap ban dalam negeri berkisar pada level 50%, dan berdampak penuruna pendapatan hingga 15% pada tahun ini.

Hal serupa diungkapkan oleh Koordinator Ekonomi Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Troy D. Soputro, yang berpendapat pemindahan pengawasan impor semen dari border ke postborder akan semakin mendukung kelebihan pasokan di dalam negeri.

Dia mengatakan pasokan semen dalam negeri pada tahun ini diperkirakan mencapai 110 juta ton dengan permintaan domestik 70 juta ton.

Dengan demikian, dia merasa bertanya-tanya ketika pemerintah menggeser pengawasan impor semen dari border ke postborder menggunakan Peraturan Menteri Perdagangan No.7/2018.

“Lalu untuk apa digeser dari border ke post border kalau di dalam negeri saja over supply,” katanya.

Permintaan tinggi

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (Inaplas) Budi Susanto Sadiman mengatakan, kenaikan impor plastik via postborder disebabkan oleh kuatnya konsumsi dalam negeri.

Terlebih, permintaan bahan baku plastik tahun ini diperkirakan naik 6%.

“Sebanyak 40% bahan baku plastik kita masih impor. Lalu ada kenaikan permintaan. Di satu sisi pada awal tahun ini ada satu perusahaan pemasok bahan baku plastik dalam negeri sedang perawatan alatnya. Jadi wajar jika impornya naik,” katanya.

Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, kenaikan impor sejumlah komoditas seperti baja dan produk baja lebih disebabkan oleh meningkatnya aktivitas infrastruktur dalam negeri.

BC: relokasi barang longstay tekan dwelling time Priok

Dia pun menilai, kebijakan postborder justru akan semakin mempermudah arus perdagangan dan daya saing Indonesia di tengah tren globalisasi.

“Zaman sekarang, pengusaha di mana pun akan mencari kebutuhan untuk usahanya dari berbagai tempat. Jika dinilai lebih murah dari impor maka mereka lebih baik impor, sehingga wajar jika ada impor yang naik,” katanya.

Menurut catatan Kemendag, total nilai impor komoditas lartas melalui skema postborder pada Januari—April 2018 mencapai US$13,02 miliar, atau 21,66% dari total nilai impor pada periode tersebut. Nilai tersebut naik 32,12% dari periode yang sama tahun lalu. (bisnis.com/ac)

Permendag 48 benturkan pihak industri dengan buyer luar negeri

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mempermasalahkan penggunaan asuransi nasional untuk menjamin risiko ekspor minyak sawit (CPO) sebagaimana diatur dalam Permendag No 48/2018 mengenai kewajiban penggunaan asuransi nasional untuk kegiatan ekspor dan impor barang tertentu, seperti batubara dan minyak kelapa sawit (CPO).

JAKARTA (alfijak): Sekretaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang menjelaskan, aturan ini terganjal karena proses ekspor CPO menggunakan sistem free on board (FOB).

Dengan ketentuan ini eksportir hanya perlu membayar transportasi barang ke pelabuhan pengiriman, ditambah biaya pemuatan.

Bisnis pengangkutan terimbas penundaan aturan asuransi nasional
Asoka Mas sayangkan penundaan aturan asuransi nasional
Aturan asuransi nasional tertunda, pertumbuhan premi asuransi bakal tertekan di 2019.

Sedangkan importir diwajibkan membayar biaya transportasi angkutan laut, asuransi, pembongkaran, dan transportasi dari pelabuhan kedatangan ke tujuan akhir.

Begitu muatan ada di kapal, importir wajib menanggung risiko, termasuk dalam penentuan perusahaan asuransi.

“Industri sawit itu hanya menjual CPO dengan FOB artinya hanya mengantar barang sampai ke kapal. Dan kami tidak mengurusi kapal dan lainnya, termasuk asuransi,” kata Togar kepada Kontan.co.id, Selasa (2/8).

Maka dengan aturan tersebut, importir atau pembeli cenderung menggunakan asuransi dari luar.

Dalam aturan FOB ini, eksportir dalam hal ini perusahaan sawit, tidak punya kewajiban menanggung pengangkutan dan asuransi.

“Menyerahkan semuanya ke pembeli itu sesuai dengan aturan FOB Incoterm. Kecuali Indonesia mengusulkan aturan lain menggantikan FOB,” kata dia.

Maka, dengan keberadaan (Permendag) Nomor 48 tahun 2018, sebenarnya dianggap menabrak aturan perdagangan internasional yang termuat dalam FOB.

Aturan FOB telah memberikan tanggung jawab penuh importir menanggung risiko lewat asuransi yang mereka pilih, tetapi Permendag mewajibkan importir memakai asuransi nasional.

“Yang membingungkan kami itu pemerintah tahu mengenai aturan FOB Intocerm, tapi ada aturan baru seperti ini,” keluhnya.

Akibatnya, pengusaha sawit merasa dibenturkan dengan importir untuk meminta mereka menggunakan asuransi dari dalam negeri.

Padahal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, dalam pasal 38 menyebutkan bahwa kebijakan pergadangan luar negeri harus ada harmonisasi standar dan prosedur kegiatan perdagangan dengan mitra dagang.

“Melalui aturan ini kami dibenturkan dengan pembeli. Jika kami menggunakan pasal UU Perdagangan maka pemerintah akan sulit menjawabnya,” jelas dia.

Catatan saja, Kementerian Perdagangan bersama industri asuransi sawit, asuransi dan batubara sepakat menunda realisasi Permendag Nomor 48 tahun 2018 selama enam bulan.

Artinya, peraturan tersebut baru bisa terealisasi di tahun depan. (kontan.co.id/ac)

Ditemukan pelanggaran, efektifitas postborder mulai disoal

Para pelaku bisnis dalam negeri, meminta agar evaluasi dilakukan oleh pemerintah dalam hal pelaksanaan aturan post border, yang telah berjalan selama 6 bulan terakhir.

JAKARTA (alfijak): Sekretaris Jenderal Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) Eko Wibowo Utomo mengakui, aturan yang dirilis 1 Februari 2018 tersebut membuat biaya operasional importir mainan tereduksi hingga 20%.

Pasalnya, pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan uang tambahan karena barang impor menginap terlalu lama di gudang bea cukai. Tidak heran jika impor mainan anak dan komponen mengalami kenaikan 116, 05% secara year on year (yoy) pada Januari-April 2018.

“Tetapi yang perlu dicermati adalah pengawasannya di Kementerian Perdagangan. Kami melihat aturan ini cepat dieksekusi, tetapi infrasruktur penunjangnya belum siap, seperti dalam hal pengawasan,” katanya, Rabu (1/8/2018).

Selain itu, di lapangan, dia mengaku menemukan beberapa importir yang menggunakan nomor pendaftaran barang (NPB) yang telah kadaluwarsa. Strategi tersebut, lanjutnya, dilakukan importir nakal untuk meloloskan produk wajib SNI.

Di sisi lain, dia juga menemukan cukup banyak produk mainan wajib SNI yang memiliki kode harmonized system (HS) sama dengan produk tidak wajib SNI. Hal itu, membuat cukup banyak produk yang dialihkan ke pos non-SNI.

“Ada pula, ketika barang sudah lewat di bea cukai karena post border, ketika masuk gudang dicari-cari kesalahannya oleh sejumlah pihak. Ujung-ujungnya pungli,” paparnya.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengaku, cukup banyak importir nakal yang memanfaatkan celah kebijakan post border.

Hal itu terbukti dari penurunan pendapatan ban domestik yang mencapai 15%, pascapergeseran pemeriksaaan produk ban dari border ke post border diterapkan melalui Permendag No. 06 Tahun 2018.

Kendati tidak masuk dalam lima besar produk impor dengan kenaikan terbesar dalam daftar post border .

Dia menilai kebijakan tersebut akan membuat pangsa pasar ban impor akan mencapai 50% di dalam negeri.

Keluhan serupa muncul dari Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat. Dia mengklaim, tidak diajak komunikasi oleh pemerintah terkait penerapan post border.

Kendati produk tekstil dan produk tekstil (TPT) masuk dalam daftar komoditas larangan terbatas (lartas) border, dia menemukan sejumlah produk barang jadi tekstil yang masuk melalui post border.

Dalam hal ini dia merujuk pada produk pakaian dalam wanita dari bahan tekstil yang impornya naik 192,41% secara yoy selama Januari-April 2018.

“Sejak awal saya minta post border ini diperketat untuk produk barang jadi, terutama tekstil. Bagaimana caranya melindung produk dalam negeri kalau impor barang jadi masih dipermudah,” katanya.

Temuan pelanggaran pengunaan HS code agar mendapat fasilitas post border juga dikemukakan oleh Direktur Eksekutif The Indonesian Iron And Steel Industry Association (IISIA) Hidayat Triseputro. Dia mengklaim cukup banyak importir baja mentah yang menggunakan kode HS besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya.

Seperti diketahui, produk tersebut mendapatkan kemudahan impor melalui Permendag No. 22 Tahun 2018, salah satunya pengalihan pemeriksaan dari border ke post border.

“Sudah kami sampaikan ke Kemenperin, dan regulasi untuk revisi aturan itu sedang disiapkan,” jelasnya.

Pelanggaran

Kementerian Perdagangan berjanji akan tetap mengawasi secara ketat seluruh proses impor barang, kendati telah muncul kebijakan baru berupa pemeriksaaan di luar kepabeanan atau post border.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan, sejak kebijakan post border diberlakukan pada Februari 2018, Kemendag telah menemukan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh importir.

Menurutnya, pelanggaran tersebut dilakukan dengan memanfaatkan celah pemeriksaan dalam kebijakan post border. Hanya saja Oke enggan menyebutkan dugaan pelanggaran tersebut, lantaran masih diperiksa secara lebih lanjut.

“Kami akan awasi terus. Meskipun barang boleh masuk dahulu sebelum izin impornya muncul, pengawasan akan selalu dilakukan. Dokumen harus lengkap,” ujar Oke, Selasa (31/7/2018).

Untuk itu dia menghimbau kepada para importir untuk memanfaatkan dengan baik kebijakan yang diberikan oleh pemerintah tersebut.

Dia menegaskan, kebijakan itu diharapkan dapat mempercepat arus pergerakan barang, karena memindahkan proses pemeriksaan dari kepabeanan.

Adapun, berdasarkan catatan yang dimilikinya, terdapat kenaikan aktivitas impor dengan menggunakan post border.

Salah satu kenaikan tersebut terjadi pada impor produk baja yang naik 700% pascadiberlakukannya aturan impor post border.

“[Impor melalui post border] Produk baja naik 700%. Tetapi catatan ini akan kami teliti lagi, apakah memang karena kebutuhan dalam negeri yang meningkat atau karena menyalah gunakan post border,”katanya. (bisnis.com/ac)

ALFI: anggota yang terkena notul agar ajukan banding

Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) merasa yakin akan memenangkan banding di pengadilan pajak menyoal Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 229/PMK.04/2017 yang hingga kini belum direvisi.

JAKARTA (alfijak): Padahal, sebelumnya ALFI telah melayangkan surat keberatan mengenai beleid tersebut kepada Presiden Joko Widodo ditambah laporan Nota Pembetulan (notul) sebanyak satu karung. Namun, sampai diajukannya keberatan, regulasi tersebut tetap tak direvisi.

“Banding yang dilakukan ke pengadilan pajak dimulai pada bulan Juni hingga Juli. Surat [keberatan] yang disampaikan ke Presiden juga masih belum ada kelanjutan perubahan PMK 229 yang kami usulkan,” ujar Sekretaris Umum ALFI DKI Jakarta Adil Karim, akhir pekan lalu.

Dia mengatakan pihaknya memang mendorong anggotanya yang terkena notul akibat keterlambatan menyerahkan Surat keterangan Asal (SKA)/COO (certificate of origin) untuk mengajukan banding. “Kami arahkan untuk banding jika keberatan mereka ditolak,” katanya.

Adapun PMK 229/2017 mengatur tentang tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Masalah yang dihadapi saat ini adalah waktu yang diberikan, yang mengatur batas waktu penyerahan SKA untuk barang yang masuk jalur merah atau kuning hanya diberikan waktu satu hari atau sampai pukul 12.00 WIB hari berikutnya sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan penetapan jalur.

Sementara itu, apabila melewati batas waktu tersebut maka SKA dianggap tidak berlaku lagi. Padahal, SKA berlaku satu tahun berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional.

Akibat penerarapan SKA yang terlalu singkat, Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dikenakan denda atau notul dan membayar bea masuk yang sangat tinggi hingga miliaran rupiah.

“Salah satu poin bandingnya jangan hanya jam dan waktu yang ditentukan di PMK 229 menggugurkan FTA (Free Trade Agreement) yang notabene FTA itu merupakan fasilitas yang diterima importir akibat ada perjanjian antarnegara di mana jika barang yang di impor merupakan bahan baku untuk industri kita,” papar Adil.

Selain itu, kata dia, apabila FTA gugur tentunya hal ini berbanding terbalik dengan semangat pemerintah yang menggalakan industri dalam negeri dan menurunkan biaya logistik.

Adil mengatakan pihaknya pun sudah siap mengantisipasi apabila kalah banding di pengadilan pajak untuk selanjutnya menempuh proses banding ke Mahkamah Agung (MA).

“Tapi kita mau lihat dulu kekuatan dan kelengkapan data kita dan saya yakin kita menang di pengadilan pajak,” ungkapnya.

Hal tersebut menurutnya dilakukan untuk kepentingan nasional agar industri nasional bisa bersaing di pasar internasional karena ada fasilitas FTA tersebut.

Sebelumnya, DPP ALFI memberikan sejumlah usul agar persoalan regulasi ini tidak berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.

Pertama, ALFI mengusulkan agar sanksi terhadap keterlambatan penyerahan SKA tidak berbentuk Nota Pembetulan (Notul), tetapi sanksi pemblokiran sementara dengan batas waktu lima hari kerja. Hal ini mengingat mendapatkan tarif preferensi adalah hak importir sesuai dengan kesepakatan internasional.

Kedua, revisi beleid itu diharapkan juga dapat mengatur mekanisme keberatan terhadap pengenaan Notul agar Indonesia tidak dikenakan oleh negara-negara mitra dagang terhadap komoditi ekspor.

Ketiga, diusulkan agar revisi juga dimaksudkan agar dalam penetapan Notul wajib disebutkan alasannya seperti dalam proses verifikasi keabsahan terbukti palsu, terlambat, atau alasan lainnya.

Keempat, submit Dokumen Impor serta SKA saat ini dilakukan melalui INSW tentunya tidak perlu lagi menyampaikan lembar SKA original beserta Dokumen Impor ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (untuk menghindari tatap muka antara pelaku usaha dan petugas).  (bisnis.com/ac)