Perlu standarisasi pelayanan kargo impor LCL

Perlu standarisasi pelayanan kargo impor LCL

Pelayanan kargo impor berstatus less than container load atau LCL di pelabuhan Tanjung Priok memerlukan standardisasi untuk menciptakan layanan yang efisien, efektif dan transparan.

JAKARTA (alfijak): Ircham Habib, Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok mengatakan sampai saat ini belum ada standardisasi untuk layanan barang impor LCL di depo atau tempat penimbunan sementara (TPS).

“Sampai saat ini belum ada standar layanan tersebut,” ujarnya saat berbicara dalam Focus Group Discussion ‘Membedah Peran CFS Center Dalam Menurunkan Biaya Logistik di Pelabuhan’ yang digelar Forum Wartawan Maritim Indonesia (Forwami) bekerja sama dengan PT. Pelabuhan Indonesia II/IPC di Jakarta, Rabu (11/4/2018).

Acara tersebut dibuka oleh Direktur SDM dan Umum PT. Pelindo II/IPC Rizal Ariansyah dan diikuti pelaku usaha terkait di pelabuha Priok. Sejak akhir 2017, PT. Pelindo II sudah menyiapkan fasilitas pusat konsolidasi kargo atau Container Freight Station (CFS) Center, di area pos 9 atau gate utama pelabuhan Priok.

Habib mengemukakan dalam terminologi kepabeanan tidak ada istilah CFS Center namun hanya mengenal istilah Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang memiliki izin Kemenkeu. “Pengelola CFS Centre merupakan pengusaha TPS yang bertanggung jawab atas seluruh barang yang ditimbun,” paparnya.

Dia mengatakan fasilitas CFS center mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan TPS sehingga berlaku semua ketentuan tentang pemasukan,penimbunan dan pengeluaran barang dari dan ke TPS.

“Jadi secara regulasi dan aturan kami tegaskan tidak pernah mengistimewakan fasilitas dari CFS Centre ini.Tidak ada perlakuan khusus untuk itu,” paparnya.

Direktur SDM dan Umum Pelindo II/IPC Rizal Ariansyah berharap CFS Center di Pelabuhan Priok bisa menjadi pilihan pelaku usaha dalam layanan kargo impor berstatus LCL.

“Kita ingin fokus pada kelancaran arus barang dan efisiensi di pelabuhan Tqnjung Priok,salah satunya melalui penyediaan fasilitas CFS centre di Priok,” ujarnya.

Testimoni

Kantor Bea Cukai Tanjung Priok menegaskan bahwa importir mitra utama (MITA) kepabeanan dan importir jalur hijau tidak mengalami kendala terkait dwell time di International Container Terminal, Tanjung Priok Jakarta.

Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Priok Dwi Teguh Wibowo kepada Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dan perwakilan instansi kepelabuhanan dalam rapat terbatas di International Container Terminal, Tanjung Priok Jakarta, belum lama ini.

Namun, Dwi mengakui, masih terdapat kendala pada importir jalur kuning dan jalur merah.

“Hampir 50% importir jalur kuning dan jalur merah mulai melakukan kegiatan pre-customs clearance pada hari ketiga setelah kedatangan sarana pengangkut,” ujar Dwi melalui siaran pers, Rabu (11/4/2018).

Begitu juga dalam kegiatan post customs clearance, lanjut dia, sebanyak 45% mengeluarkan barang dari tempat penimbunan sementara pada hari ketiga setelah mendapatkan Surat Perintah Pengeluaran Barang.

Masalah-masalah tersebut menurutnya akan dikaji untuk mengetahui faktor terbesar apa yang memengaruhinya.

Setelah mendengarkan pemaparan dari Kantor Bea Cukai Tanjung Priok,

Menhub meminta beberapa pengguna jasa yang hadir untuk memberikan testimoni, kritik, maupun masukan terkait pelayanan dan pelaksanaan kegiatan kepabeanan di pelabuhan.  (sindonews.com/bisnis.com)