RI galang kerjasama Bea Cukai di Samudera Hindia

Pemerintah menggelar pertemuan dengan negara-negara di wilayah Samudera Hindia bertajuk the 2nd Indian Ocean Rim Association (IORA) Blue Economy Ministerial yang berlangsung 8-10 Mei 2017. Acara ini merupakan tindak lanjut dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) IORA yang berlangsung Maret 2017.

Pada acara ini, Indonesia menjadi inisiator pertama di antara negara IORA terkait kerjasama perihal bea dan cukai. Kerjasama antar bea cukai dinilai penting sebagai langkah awal membangun perjanjian dagang.

“Khusus kerjasama bea cukai ini gagasan Indonesia, ini pertama kali, sama sekali belum pernah dibicarakan di IORA ini. Jadi inisiaitif murni Indonesia. Karena memang membuat suatu kawasan perdagangan, free trade area (FTA) di tingkat Samudera Hindia sulit. Kita start kerjasama bea cukai dulu,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno di Hotel Pullman Jakarta, Senin (8/5/2017).

Dia menuturkan, pada hari pertama digelar beberapa sesi kerja (working session). Pertama, terkait masalah perikanan termasuk pembiayaan bagi nelayan.”Kita diskusikan masalah pembiayaan bagi nelayan di bidang perikanan terutama nelayan kecil,” kata dia.

Kemudian, dibahas pula mengenai pengembangan wisata bahari. Antar negara bertukar pikiran terkait pengembangan wisata bahari.

“Juga Indonesia bisa kita buat suatu kaitan dengan lain dan ingin belajar berbagai negara bagaimana mengelola wisata bahari,” ujar dia.

Bea cukai turut menjadi salah satu pembahasan di mana Indonesia kemudian menjadi inisiator adanya kerjasama bea dan cukai antar negara IORA.

Para peserta juga membahas kerjasama antar pelabuhan. Hal ini salah satu bagian untuk meningkatkan konektivitas.

Terakhir ialah pembahasan mengenai penanganan sampah plastik. Sampah plastik di Samudera Hindia salah satu terbesar di dunia.

“Samudera Hindia adalah samudera nomor dua setelah Pasifik yang banyak sampah plastik di laut,” tandas dia.

Ekonomi maritim

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya mengadakan IORA kedua untuk membuat konsep ekonomi maritim di Indonesia. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengatakan bahwa konferensi IORA kali ini difokuskan untuk membahas tentang implementasi konsep ekonomi biru.

“Kita tidak ingin pertemuan ini hanya berakhir pada exchanging views on blue economy tapi sudah pada tahap apa yang bisa kita kerjakan bersama dengan menggunakan konsep ini,” ujar Havas pada sambutaannya membuka IORA ke 2 di Hotel Pullman, Senin (8/5).

Havas mengatakan ada lima isu yang akan didiskusikan pada pertemuan ini. Ia mengatakan, isu-isu tersebut merupakan implementasi dari rencana pembangunan kedaultan maritim Indonesia.

“Kita akan membicarakan tentang isu perikanan dan budidaya perikanan, kerja sama antar pelabuhan, kerjasama kepabeanan, pariwisata kelautan dan sampah plastik laut,” ujar Havas.

Havas menjelaskan bahwa pada pertemuan ini banyak peluang kerja sama yang bisa dilakukan Indonesia dengan negara lainnya. Ia juga mengatakan banyak potensi yang bisa digali di Indonesia seperti sektor perikanan, dan penanganan illegal fishing.

“Pada sesi itu kita akan mendiskusikan tentang peluang kerjasama penguatan kapasitas pada bidang perikanan dan budi daya perikanan, penanganan illegal fishing, kerjasama perlindungan terumbu karang di kawasan Samudera Hindia, dan penguatan kapasitas dalam penanganan counter terrorism serta beberapa lainnya,” kata Havas.

Selain itu, Ia juga menjelaskan, melalui forum ini Indonesia akan membuka peluang kerjasama pengembangan pelabuhan dengan negara negara lain. Ia mengatakan, pengembangan pelabuhan di Indonesia juga bisa mendongkrak perekonomian dunia mengingat posisi Indonesia yang strategis.

“Saya lakukan observasi dari sisi ekonomi, ternyata di negara-negara kawasan Samudera Hindia tidak ada komunikasi antar pelabuhan, yang ada hanya lewat Port of Rotterdam di Belanda karena prioritas kita adalah melayani pasar tradisional di Eropa, sementara kita melupakan pasar yang cukup besar di Afrika, misalnya,” kata Havas.

Lalu hal praktis lain yang akan dilakukan adalah kerjasama antar bea cukai di negara-negara Samudera Hindia.

“Lewat World Custom Organization, kita bisa tahu informasi mengenai kelebihan dan kekurangan kompetitor kita sehingga komoditas yang akan kita ekspor bisa bersaing,” tambahnya.

sumber: liputan6.com/republika.co.id

ALFI berharap pertumbuhan usaha logistik membaik tahun ini

Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia atau ALFI berharap sektor transportasi dan logistik tahun ini secara konstan mengalami pertumbuhan yang baik.

JAKARTA (alfijak): Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan kondisi ekonomi Indonesia pada semester pertama cukup menggembirakan. Hal ini dikarenakan pada tahun lalu 4,92 % dan tahun berjalan 2017 ini adalah 5,01%.

“Khususnya untuk bidang logistik dan transportasi kami rasakan pada bulan Januari dan Februari tetapi hal ini tidak diikuti pada pada bulan Maret yang mengalami penurunan kembali ini termasul jasa logistik yang melalui udara,” jelas Yukki kepada Bisnis, Minggu (7/5).

Dia mengatakan kenaikan ini tidak terlepas juga dari peningkatan yang terjadi pada negara Asean +3 yang terdiri dari Cina,Jepang dan Korea sekalipun berada ditengah maraknya ketidakpastian ekonomi global dan sebagai penggerak utamanya adalah Tiongkok dan Jepang.

Yukki menilai, selain kekuatan nasional yang besar di Asean dimana jumlah penduduk Indonesia 40% menjadi modal besar negara maka pelaku usaha pun harus aktif bergerak di negara Asean lain-nya.

“Termasuk tiga negara diatas untuk dapat melakukan investasi di Indonesia karena pertumbuhan ekonomi di negara Asean pun cukup baik bahkan ada yang diatas Indonesia,” terang Yukki.

Misalnya, Myanmar, Filippna dan Vietnam di tahun ini dapat mencapai 6%. Hal ini menandakan bahwa Indonesia memasuki persaingan ekonomi yang sangat tinggi. Oleh karena itu, Indonesia harus fokus dengan cara mendorong deregulasi. Misalnya, menghilangkan tarif-tarif yang tinggi.

Pasalnya, dibandingkan negara ASEAN lain pelabuhan udara maupun laut Indonesia dikelola oleh BUMN. Hal itu dan pernah disampaikan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Menteri Perhubungan untuk mengevaluasi ini.

“KIta dukung untuk terus dilakukan agar produk-produk dalam negeri yang akan melakukan ekspor semakin dapat berkompetisi,” jelasnya.

Ship follow the trade

Upaya pemerintah mendatangkan kapal-kapal kontainer raksasa untuk menggenjot industri logistik diapresiasi oleh pelaku usaha.

Yukki mengatakan, pemilik barang bakal lebih diuntungkan dengan dari sisi biaya dan waktu tempuh.

Meskipun secara volume belum sesuai harapan, tetapi upaya ini perlu didukung dan disosialisasikan karena dia yakin belum banyak pihak yang tahu.

“Arahnya sudah benar. Hanya tinggal bagaimana kita dorong karena ship follow the trade,” katanya kepada Bisnis, Minggu (7/5/2017).

Sebagaimana diketahui, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II menjalin kerja sama dengan perusahaan pelayaran asal Perancis Compagnie Maritime d’Affretement-Compagnie Generali Maritime (CMA-CGM).

Dengan adanya kerja sama ini, kapal kontainer raksasa CMA-CGM bisa melakukan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok dan melakukan pelayaran langsung (direct call) ke Los Angeles Amerika Serikat.

Selain itu, Indonesia dan Filipina juga baru saja membuka rute kapal roll on-roll off (Ro-ro) antara Bitung dan Davao, Filipina.

Rute ini membuat ongkos transportasi antar dua negara menjadi lebih murah dan waktu pelayaran jadi lebih singkat.

Pemerintah juga tengah menyiapkan rencana kedatangan pelayaran internasional perdana lainnya untuk melayari Pelabuhan Kuala Tanjung.

Hal tersebut dalam rangka mewujudkan Bitung dan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan hub internasional.

sumber: bisnis.com

ALFI: mogok buruh ancam aktivitas pelabuhan

Sekretaris Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim menyayangkan jika mogok benar-benar terjadi. Karenanya, imbuhnya, pemerintah mesti mampu menyelesaikan kemelut hubungan industril yang terjadi di TPK Koja maupun JICT.

Sebab, kata dia, jika JICT dan TPK Koja mogok berpotensi melumpuhkan aktivitas di pelabuhan Tanjung Priok. Pasalnya saat ini, JICT dan TPK Koja menangani sekitar 70% volume bongkar muat peti kemas ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok.

“Kami pelaku usaha logistik butuh kepastian dalam pelayanan di pelabuhan, kalau ancaman mogok terus terjadi bagaimana kami bisa usaha,” ujarnya.

Pekerja pelabuhan yang tergabung dalam serikat pekerja terminal peti kemas (SPTPK) Koja di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara ikut mengancam melakukan aksi mogok kerja.

Rencana aksi ini dilakukan setelah sebelumnya pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menyatakan akan melakukan aksi mogok pada 15-20 Mei 2017.

Ketua Umum Serikat Pekerja TPK Koja, Joko Suprayitno dan Sekretaris Umum M.Susrya Buana melalui suratnya Nomor:244/SP-TPKK/E/V/17 tanggal 5 Mei 2017, menyebutkan terdapat dua alasan krusial yang memicu aksi mogok pekerja pada salah satu terminal peti kemas ekspor impor di pelabuhan Priok itu.

Surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja itu ditujukan kepada General Manager TPK Koja dan ditembuskan kepada Direksi Pelindo II, Direktur Hutchison Port Indonesia (HPI), Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Polres Pelabuhan Tanjung Priok dan Sudinakertrans Jakarta Utara.

“Sejumlah pengguna jasa dan asosiasi pelaku usaha di pelabuhan Priok juga sudah menerima surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja yang akan di lakukan pada 15-20 Mei 2017 tersebut,” ujar Ketua TPK Koja Joko Suprayitno dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (5/5/2017).

SPTPK Koja menyatakan, mogok itu dilakukan karena dimasukkannya rental fee ke dalam perhitungan Jaspro/Bonus 2016 KSO TPK Koja sehingga hak para pekerja mengalami penurunan signifikan.

Ia juga menambahkan selain itu belum dilaksanakannya upaya peningkatan hubungan pelanggan sesuai dengan berita acara kesepakatan bersama No: UM.339/27/4/2/PI.II-17 dan No: 114/SKB-HPI/IV/17 tanggal 27 April 2017 antara Pelindo II dengan Direksi HPI.

Pemberitahuan mogok kerja pada 15-20 Mei 2017 juga sudah dilayangkan sebelumnya oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melalui suratnya No:SPJICT/PBT/11/IV/2017 tanggal 28 April 2017.

sumber: sindonews.com

 

Kanal CBL kurangi beban angkutan peti kemas roadways

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendukung pemanfaatan Kanal Cikarang Bekasi Laut (CBL) untuk dapat dilewati kapal pengangkut peti kemas dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju kawasan industri Cikarang dan sebaliknya.

“Apabila CBL rampung, peti kemas dapat diangkut menggunakan kapal sehingga mengurangi truk peti kemas yang melintas di jalan arteri dan jalan tol,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Kementerian PUPR telah menerima permohonan izin pemanfaatan CBL sebagai Inland Waterways dari PT Pelindo II (Persero). Terkait hal tersebut, Kementerian PUPR meminta Pelindo melakukan kajian antara lain mengenai pengaruh rencana pembangunan CBL Inland Waterways terhadap infrastruktur yang ada di CBL, intrusi laut, aspek lingkungan dan pengaruhnya terhadap fungsi utama CBL sebagai pengendali banjir.

Agar dapat dilewati kapal peti kemas, diperlukan pelebaran penampang basah kanal CBL dengan lebar bawah 55 meter dan kedalaman hingga -4,5 mLWS (mean low water springs).

CBL Inland Waterways nantinya akan dilengkapi dengan terminal peti kemas yang akan terkoneksi dengan jalan akses antara terminal CBL dengan Jalan Tol Cilincing-Cibitung (JTCC).

Disamping itu, Basuki juga telah mengeluarkan izin pemanfaatan CBL kepada PT Cikarang Listrindo untuk melakukan pengerukan kanal dan pembangunan dermaga yang akan digunakan kapal pengangkut batu bara.

Di dalam keputusan Menteri PUPR mengenai izin tersebut, antara lain mengatur pengerukan saluran dilakukan dengan lebar atas 55 meter dan lebar atas 128 meter.

“Konstruksi dermaga tidak boleh mempersempit palung dan alur saluran dan/atau menggangu aliran khususnya saat banjir, dan pembiayaan untuk pembangunan dan operasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab perusahaan,” pungkasnya.

sumber: sindonews.com

 

New Release: buku Aspek Komersial dan Hukum Transport Multimoda

Inilah buku yang ditunggu-tunggu oleh para pelaku usaha dan pemangku kepentingan angkutan barang, usaha logistik dan forwarder (rantai pasokan) atau supply chain di Tanah Air.

Buku  berjudul “Aspek Komersial dan Hukum Transport Multimedia” ini merupakan penjelasan rinci tentang aspek teknis dan bisnis angkutan barang baik dalam lingkup domestik, regional maupun internasional.

New Release: buku Aspek Komersial dan Hukum Transport Multimoda
New Release: buku Aspek Komersial dan Hukum Transport Multimoda

DAFTAR ISI

  • Sambutan Ketua Umum DPP ALFI
  • Kata Pengantar Penerjemah
  • Lampiran surat UN-ESCAP
  • Catatan Editor
  • BAB 1. KAITAN ANTARA PERDAGANGAN DAN ANGKUTAN BARANG
  • BAB 2. TRANSAKSI MENGGUNAKAN DOCUMENTARY CREDIT
  • BAB 3.  INCOTERMS
  • BAB 4.  PRAKTIK PERBANKAN
  • BAB 5.  PENGATURAN PENGANGKUTAN
  • BAB 6.  PERKEMBANGAN PERAN FREIGHT FORWARDERS
  • BAB 7. BILL OF LADING DAN DOKUMEN ANGKUTAN LAUT
  • BAB 8. LINGKUP TANGGUNG JAWAB DARI FREIGHT FORWARDERS
  • BAB 9. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP MUATAN
  • BAB 10. MANAJEMEN RISIKO DAN ASURANSI
  • BAB 11. PENANGANAN KLAIM DAN PROSES HUKUM
  • BAB 12. APLIKASI-APLIKASI PRAKTIS
  • DAFTAR PUSTAKA

 

  • Jumlah halaman: 170 halaman
  • Cover depan: Hardcover
  • Grafik: full color
  • Penerbit: DPP ALFI (ILFA) – Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (Indonesian Logistics & Forwarders Association)
  • Pengarang: Tim ALFI
  • situs: http://infologistic.id
  • Commercial partner: Suta Jaya Adv, Persbiro

Harga: Rp250.000,- (belum termasuk ongkos kirim)

Pemesanan: Ali Cestar (0821-55315751), call or WA only, no SMS, rek no. BCA 084 037 5811 a.n. Ali Cestar Drs.

 

23 Lartas eksim siap ditata ulang

Pemerintah menegaskan untuk menata ulang 23 larangan dan batasan  (lartas) ekspor impor, yang muncul akibat tumpang tindihnya regulasi antara kementerian dan lembaga. Penataan lartas ini nantinya bisa berupa penghapusan regulasi, revisi, atau sinkronisasi aturan antar kementerian dan lembaga.

Kelompok Kerja Percepatan dan Penuntasan Regulasi Kebijakan Ekonomi (Pokja 2) melaporkan telah mengidentifikasi Peraturan Menteri yang diterbitkan bukan dalam rangka Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) dan menimbulkan lartas. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, persoalan Lartas ini perlu dibahas dengan lebih cermat dan tepat. “Sehingga tidak menimbulkan kesan seolah-olah deregulasi yang kita buat, justru memunculkan regulasi baru,” Darmin di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (2/5).

Pokja 1 fokus pada kampanye dan diseminasi informasi memaparkan beberapa kampanye tematik PKE yang telah dan akan dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain itu, juga dijelaskan mengenai monitoring isu dan media.  Dalam paparannya, Pokja 1 sempat menyinggung adanya pemberitaan yang menyebut Paket Deregulasi yang tidak pro-rakyat, melainkan investor asing.

Darmin menilai, Paket Kebijakan Ekonomi bukanlah satu-satunya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Itulah sebabnya, kata Darmin, pemerintah juga menerbitkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi dan kebijakan-kebijakan lainnya.

Menurut Darmin, ekonomi rakyat atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidak cukup hanya dengan diberi ruang dan kesempatan yang sama, tapi juga harus diberikan bantuan. Selain paket kebijakan ekonomi, pemerintah sendiri memberikan program vokasi dan bantuan modal melalui kebijakan yang lain.

Sedangkan paket kebijakan ekonomi atau paket deregulasi untuk membuka ruang iklim investasi yang sehat sehingga mau tidak mau, investor menengah dan besar yang mendapat manfaat. “Ini perlu diluruskan. Kita ada Kebijakan Pemerataan Ekonomi. Rakyat tidak cukup hanya diberi equality, lebih dari itu mereka butuh modal atau ekuitas,” ujar Darmin seperti dikutip republika.co.id.

Koran-jakarta.com melaporkan bahwa pemerintah kembali mendiskusikan persoalan tata niaga yang memunculkan ketentuan larangan terbatas (lartas) impor dan ekspor. Kelompok Kerja Percepatan dan Penuntasan Regulasi Kebijakan Ekonomi (Pokja 2) telah mengidentifikasi Peraturan Menteri (Permen) yang diterbitkan bukan dalam rangka Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) dan menimbulkan lartas.

“Persoalan lartas ini perlu kita bahas dengan lebih cermat dan tepat, sehingga tidak menimbulkan kesan seolah-olah deregulasi yang kita buat, justru memunculkan regulasi baru,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memimpin Rapat Koordinasi Satuan Tugas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, di Jakarta, Selasa (2/5).

Hadir dalam rapat tersebut, Tim Ahli Wakil Presiden, Sofyan Wanandi, Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Teten Masduki, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, serta perwakilan Kementerian/ Lembaga terkait. Pokja 1, kata Darmin, fokus pada kampanye dan diseminasi informasi yang memaparkan beberapa kampanye tematik PKE yang telah dan akan dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Selain itu, juga dijelaskan mengenai monitoring isu dan media. Pokja 1 sempat menyinggung adanya pemberitaan yang menyebut Paket Deregulasi tidak pro rakyat, melainkan investor asing. Menanggapi hal tersebut, Menko Perekonomian mengatakan PKE bukanlah satu-satunya kebijakan untuk negara ini. Itulah sebabnya pemerintah juga menerbitkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi, serta kebijakan-kebijakan lainnya.

Karenanya, ekonomi rakyat atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidak cukup hanya dengan diberi ruang dan kesempatan yang sama , tapi juga harus diberikan bantuan. Ada program vokasi dan bantuan modal melalui kebijakan yang lain. Sedangkan paket kebijakan ekonomi atau paket deregulasi untuk membuka ruang iklim investasi yang sehat sehingga mau tidak mau, investor menengah dan besar yang mendapat manfaat.

“Ini perlu diluruskan. Kita ada Kebijakan Pemerataan Ekonomi. Rakyat tidak cukup hanya diberi equality, lebih dari itu mereka butuh modal/ equity,” kata Darmin.

Sementara itu, Pokja Evaluasi dan Analisa Dampak Kebijakan Ekonomi (Pokja 3) menjelaskan akan membentuk tim yang sifatnya tematik untuk mempercepat implementasi rekomendasi Pokja 3. Terkait penanganan dan penyelesaian kasus, Pokja 4 menyatakan telah membahas 132 kasus dari total 140 kasus yang masuk.

Darmin juga mengatakan perlunya mekanisme untuk membahas penerbitan paket deregulasi selanjutnya. “Kita tidak bisa menggantungkan inisiatif deregulasi ini sepenuhnya ke dalam satgas. Satgas ini sudah fokus dalam lingkup kerja pokjanya masing- masing, sehingga inisiatif deregulasi selanjutnya tidak muncul secara tajam,” katanya.

sumber: koran-jakarta.com/republika.co.id