Spekulan China pakai Vietnam serbu RI dengan kelebihan pasokan baja

Pemerintah menduga masih banyak importir baja spekulan di dalam negeri. Spekulan itu memanfaatkan kelebihan pasokan baja di China untuk terus meningkatkan volume impor baja.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan menyatakan, spekulan pemegang izin impor menimbun baja murah asal China untuk kemudian dilepas kembali ke pasar domestik.

Pemerintah menggandeng asosiasi baja dan surveyor independen untuk memperketat pengawasan terhadap baja impor.

“Kalau pengendalian tidak segera diperketat, Indonesia terlalu mudah dijadikan tempat spekulasi penimbunan baja murah terus menerus,” ujar Putu di Jakarta, Jumat (28/5/2017).

Asosiasi Baja Dunia (World Steel Association) menempatkan China sebagai pemasok baja terbesar di dunia dengan volume produksi sebesar 808,4 juta ton pada 2016.

Hanya saja, permintaan baja di negara itu diperkirakan hanya sebesar 681 juta ton pada 2017. Permintaan baja di Tiongkok diproyeksikan kembali turun 2% pada 2018 menjadi sebanyak 667,4 juta ton di 2018.

China mengekspor sebanyak 106,7 juta ton baja pada 2016. Negar- negara di Asean dijadikan sebagai pasar strategis penampung kelebihan pasokan baja domestik China.

Jenis baja yang paling banyak diekspor China ke Asean pada tahun lalu merupakan baja batangan dengan kenaikan volume sebesar 11,5% yoy menjadi sebanyak 13,3 juta ton.
Indonesia menjadi pasar ekspor utama produk baja batangan China dengan volume sebanyak 3,6 juta ton pada 2016. Realisasi impor baja batangan dari China pada Januari 2017mencapai 133,8 ribu ton.

Putu menduga spekulan baja pada kuartal pertama tahun ini mencoba modus baru untuk menghindari pengenaan bea masuk baja impor.

”Modusnya, baja impor itu tidak langsung masuk Indonesia dulu, tapi masuk ke Vietnam dulu, baru diteruskan ke Indonesia.”

Seperti diketahui, pemerintah sudah mengenakan bea masuk terhadap baja asal China sebesar 5-15% untuk menahan laju kenaikan impor baja. Tapi, pengenaan bea masuk belum juga efektif menahan baja China. Sebab, baja yang dikirimkan ke Indonesia terlebih dulu dicampurkan dengan material boron.

Akibatnya, baja impor yang masuk teridentifikasi sebagai baja paduan (alloy steel) yang malah terbebas pengenaan bea masuk.

China memberi insentif fiskal berupa tax rebate sebesar 9-13% kepada produsen baja untuk membuang kelebihan pasokan bajanya di pasar ekspor. Dengan menghindari pengenaan bea masuk sebesar 15%, selisih harga baja lokal dengan baja China mencapai 28%.

Sebagai gambaran, harga baja long product di pasar internasional di atas US$ 500 per ton. Hanya saja, harga jual baja paduan asal China bisa hanya dijual sekitar US$350 per ton.

“Kalau bedanya segitu sulit untuk bisa compete,” kta Putu.

Menurutnya, spekulan telah menunggangi berbagai free trade agreement di ASEAN sebagai alat untuk melanggengkan praktek dumping baja.

“Masih banyak celah regulasi yang justru dipakai untuk melakukan unfair trade. Pengendalian baja impor perlu semakin diperketat, supaya industri baja domestik tidak collapse.”

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia Hidayat Triseputro menyatakan hasil pertemuan asosiasi baja Asean di Singapura awal pekan lalu mengumpulkan fakta seluruh negara mengalami lonjakan impor baja dari Vietnam.

Hidayat menyatakan, sekarang Vietnam menjadi nett exporter baja kedua terbesar Indonesia setelah China . Menurutnya, kenaikan volume impor dari Vietnam tersebut merupakan suatu tren yang patut diwaspadai.

“Saya juga kaget, impor dari Vietnam ke negara negara anggota Asean lainnya itu jadi kuat sekali. Kapasitas produksi mereka kan tidak terlalu besar juga sebenarnya, pertanyaannya ya baja itu dari mana?”

Belum publish

“Saat ini belum bisa di-publish untuk volume impor Vietnam secara pastinya karena mau mencocokan dulu dengan data dari BPS,” ujarnya saat konferensi pers pada Jumat (26/5/2017).

Saat ini impor baja paling tinggi ke Indonesia berasal dari China, Vietnam, dan Jepang. Khusus untuk Vietnam, angka produksinya mencapai dua kali lipat dari kebutuhan nasionalnya.

Saat ini volume baja Vietnam sampai pada 2,5 juta ton per tahun sedangkan nilai produksinya mencapai 5 juta ton per tahun.

“Over supply ini yang mesti diwaspadai oleh Indonesia, karena Vietnam termasuk dalam anggota Asean, sehingga bisa lebih leluasa untuk sampai ke pasar domestik,” katanya.

Dijelaskan, saat ini akan dipersiapkan khusus regulasi anti-dumping dan safeguard demi mencegah berbagai impor baja. Namun, jangka waktu yang dibutuhkan terlalu lama yakni dua tahun untuk merampungkan regulasi ini.

“Jika harus menunggu dua tahun industri baja keburu masuk ke ICU. Dengan begitu harus ada monitoring impor secara ketat mulai dari saat ini,” sebutnya.

Pertumbuhan kelompok industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) pada 2016 hanya sebesar 3,8%.

“Untuk pertumbuhan Ilmate tahun ini targetnya 4%-an,” imbuhnya.

Pertumbuhan logam dan baja mesti digenjot, jangan sampai turun dikarenakan akan berpengaruh terhadap sektor lain pada Ilmate lainnya.

Putu menyebut, impor baja memang boleh, hanya saja jumlahnya tidak boleh terlalu banyak dan ikut dalam regulasi pajak yang sudah diterapkan.

Pada 2016, Indonesia masih mengimpor 6 juta ton baja dari kebutuhan sebesar 14 juta ton baja mentah.

Salah satu cara untuk menahan gempuran dari Vietnam dan China adalah melakukan pembangunan klater baja 10 juta ton di Cilegon yang akan tercapai pada 2025.

sumber: bisnis.com