Arsip Kategori: Rilis Media

Rilis dari DPW ALFI DKI Jakarta untuk konsumsi media massa.

Pelindo yakin trefik peti kemas Priok tahun ini naik

PT. Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) menargetkan trafik peti kemas tahun ini naik 11,8%.

Perusahaan membidik trafik peti kemas sekitar 6,8 juta unit ekuivalen dua puluh kaki (TEUs).

Seperti diketahui, tahun 2016 Pelindo II menangani 6,08 juta TEUs peti kemas.

Tahun ini, perusahaan akan menambah fasilitas terminal peti kemas dan melanjutkan pengembangan pelabuhan seperti terminal Kalibaru/New Priok untuk container terminal I dan container terminal III.

Sebelumnya, container terminal I telah melaksanakan trial operation pada Januari dan Mei 2016, serta mulai beroperasi secara komersial penuh pada tahun lalu.

Terminal I dan III tersebut dibangun untuk produk-produk liquid seperti gas maupun minyak.

Selain itu, sejumlah proyek juga akan digarap perusahaan antara lain pelabuhan internasional di Kijing, Kalimantan Barat dan di Sorong, Papua.

Kedua pelabuhan itu akan dilengkapi dengan kawasan industri.

Nantinya, Pelindo II akan menggandeng mitra untuk pengembang kawasan industri.

Sedangkan Pelindo II akan menjadi pengelola kawasan tersebut.

Perusahaan juga akan membangun lnland Waterways atau kanal dari Tanjung Priok ke Bekasi.

Upaya ini dilakukan agar distribusi barang dari pelabuhan ke pabrik menjadi lebih cepat.

Dengan demikian akan menekan biaya logistik dan meningkatkan daya saing.

Tahun 2017, Pelindo II menargetkan pendapatan bisa naik menjadi Rp 10,5 triliun dibandingkan akhir 2016 yang sekitar Rp 9 triliun.

“Total aset tahun ini ditargetkan bisa berkisar Rp 52 triliun, dan belanja modal tanpa equity participation berkisar Rp 4,6 triliun,” ujar Elvyn G. Masassya, Direktur Utama Pelindo II, akhir pekan.

Elvyn mengklaim, perusahaan telah menetapkan corporate roadmap yang sejalan dengan visi baru untuk menjadi pengelola pelabuhan berkelas dunia.

Tahun ini, Pelindo II akan melanjutkan transformasi untuk memperkuat dan mengembangkan bisnis.

Sumber: kontan.co.id

 

 

 

APJP & PPLBI luncurkan iCargo

PT Integrasi Logistik Cipta Solusi (ILCS) Tbk dan Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP) serta Perhimpunan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPLBI) menjalin sinergi implementasi layanan iCargo.

Hal ini dibuktikan dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dalam acara sosialisasi dengan tema “iCargo: Value Creation to Digitize Indonesian Seaport” yang dihadiri oleh perwakilan anggota APJP dan PPLBI.

Kerjasama ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan visi IPC menjadi pengelola pelabuhan kelas dunia yang unggul dalam operasional dan pelayanan melaui layanan digital.

iCargo merupakan solusi logistik untuk memudahkan pengguna jasa (Cargo Owner atau Consignee dan Freight Forwarder) dalam melakukan permohonan dokumen DO secara online tanpa harus datang ke Shipping Line.

Aplikasi ini, memiliki benefit antara lain proses permohonan dokumen DO dilakukan secara online, dengan manfaat terutama dalam efisiensi waktu dan efisiensi biaya, mengurangi antrian loket, terhindar dari kemacetan trafik dan juga keamanan bertransaksi.

Cara ini juga dapat memangkas waktu post clearance dalam pengurusan pengeluaran barang dari pelabuhan. Transaksi pun dilakukan secara elektronis dengan metode cashless transaction.

Direktur Utama ILCS, Yusron Hariyadi, mengungkapkan, layanan ini didedikasikan untuk digitalisasi Pelabuhan Indonesia sehingga memudahkan pelaku logistik terutama shipping line.

“Kami berterima kasih kepada para pihak yang telah memberikan kepercayaan dalam implementasi iCargo ini. Kami melakukan pengembangan secara terus menerus sehingga layanan ini bermanfaat dan menjadi one stop solution terutama bagi komunitas Pelabuhan Indonesia.

” Kami harap, aplikasi ini membantu proses pengeluaran arus barang menjadi lebih lancar dan termonitor,” kata Yusron, di Jakarta, Rabu (8/2).

KPU Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, diwakili oleh Hermiyana menyatakan, dukungan dan apresiasi terhadap inisiasi digitalisasi yang dilakukan oleh ILCS dengan menelurkan layanan iCargo ini, sehingga dapat mempercepat proses post clearance bahkan mungkin akan membantu menurunkan angka Dwelling Time dan biaya logistik Indonesia.

“iCargo atau DO Online merupakan salah satu impian dan terobosan untuk pelaku ekspor impor terutama di Pelabuhan Tanjung Priok, inisiasi ini sudah dilakukan sejak lama,” paparnya.

Sementara itu, Ketua PPLBI yang diwakili oleh Widiyanto menuturkan, seiring dengan semakin berkembangnya industri di Indonesia, bisnis pusat logistik berikat akan terus berkembang dan peran teknologi akan sangat vital.

“Oleh karena itu, dengan adanya iCargo dapat memberikan salah satu jawaban implementasi teknologi di kawasan Pusat Logistik Berikat sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik sesuai standar internasional,” ujarnya

Dalam kesempatan ini, APJP yang dalam hal ini diwakili oleh Cornelius F Atmadjie menjelaskan, pelaku usaha dimungkinkan untuk melakukan transaksi pembayaran administrasi kepelabuhanan dan pencetakan dokumen DO secara online, sehingga security dari proses operasi dapat lebih terjamin, disamping efisiensi dan efektivitas yang meningkat, karena berkurangnya proses manual dalam pengambilan DO.

“Kedepannya, kami berharap iCargo dapat diterapkan di semua Terminal Operator dan shipping line yang terintegrasi dalam iCargo ini,” jelasnya.

Sumber: beritasatu.com

 

Mendag: KA peti kemas perlu dioptimalkan

Jabar anggap Kalibaru solusi jangka pendek, siapkan cetak biru Patimban
Jabar anggap Kalibaru solusi jangka pendek, siapkan cetak biru Patimban

Distribusi barang dengan logistik yang efisien menjadi perhatian serius Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, terutama dalam mendorong peningkatan ekspor nonmigas.

Kini moda transportasi Kereta Api (KA) Peti Kemas Gedebage (Bandung)-Tanjung Priok, bisa menjadi alternatif baru agar kegiatan ekspor impor lebih efisien, tepat waktu, dan aman.

Imbauan pemanfaatan KA Peti Kemas ini disampaikan pada acara “Sosialisasi Kereta Api Angkutan Peti Kemas Jalur Tj. Priok-Gedebage” yang berlangsung pada Jumat (13/1/2017), di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

“Penggunaan kereta peti kemas jalur Tanjung Priok-Gedebage harus dioptimalkan untuk membawa berbagai komoditas ekspor agar terjadi peningkatan efisiensi logistik, mengurangi waktu bongkar muat (dwelling time), serta meningkatkan kelancaran arus barang dan daya saing ekspor,” tegas Mendag.

Mendag menyatakan bahwa pemanfaatan kereta peti kemas ini menjadi salah satu pilihan solusi yang tepat.

“Tarif kereta api lebih murah, lebih tepat waktu, keamanan barang lebih terjaga, serta relatif aman dari dampak kemacetan arus lalu lintas di jalan raya,” jelas Mendag.

Kereta peti kemas jalur Tanjung Priok-Gedebage sudah dapat dimanfaatkan sejak Juni 2016 pada saat kereta Pelabuhan Tanjung Priok resmi beroperasi.

Sebelumnya, jalur kereta peti kemas Gedebage hanya sampai stasiun Pasoso. Jalur peti kemas ini dibangun atas kerja sama PT. Kereta Api Indonesia dengan PT. Mitra Adira Utama, PT. KA Logistik, dan PT. Multi Terminal Indonesia.

Sekilas Pelabuhan Darat Gedebage Pelabuhan darat (dry port) Gedebage berada pada ketinggian +672 m di ujung timur Kota Bandung.

Pelabuhan darat ini merupakan salah satu pelabuhan darat pertama yang dibangun di Indonesia dengan menggunakan moda transportasi kereta api sebagai sarana pengangkut peti kemas untuk keperluan ekspor maupun impor dari daerah penyuplai kebutuhan masyarakat kota (hinterland area).

Stasiun kereta peti kemas di Pelabuhan Darat Gedebage memiliki dua jalur khusus untuk bongkar muat kontainer yang memiliki depo guna merawat puluhan gerbong.

Di kawasan stasiun ini juga terdapat Terminal Peti Kemas Bandung (TPKB). Sarana angkutan yang digunakan adalah gerbong berjenis GD/Gerbong Datar dengan macam-macam kapasitas angkut mulai dari 30 ton-45 ton. Barang yang diangkut antara lain barang elektronik hingga mobil.

TPK Gedebage memiliki daerah operasional terutama di sekitar kota Bandung, Sumedang, Garut, dan Tasikmalaya.

Secara administratif TPKB terletak di Kecamatan Gedebage Kota Bandung dan menempati daerah seluas 15.000 m2 dengan fasilitas Container Yard seluas 9.800 m2, penimbangan truk dan kontainer, custom clearance untuk produk ekspor, container handling (loading on dan loading off), jalur rel KA, karantina kontainer, dan pengurusan dokumen perjalanan (ekspor-impor).

Sumber: suara.com

 

ALFI khawatir superhub timbulkan double handling untuk kargo domestik

Yukki N. Hanafi, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) yang juga menjabat sebagai Chairman Asean Federation of Forwarders Association (AFFA), mempertanyakan kejelasan konsep superhub yang akan diterapkan BUMN pelabuhan.

Hal ini, ujarnya, karena tidak ada konsep pelabuhan demikian dalam tata kepelabuhanan nasional ataupun internasional sekalipun.

Berdasarkan cetak biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas), hub internasional sudah ditetapkan di Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung. Jika dari pemerintah mendukung hal ini, tentu harus ada revisi dari cetak biru tersebut.

“Berkaitan double handling, saya tidak bisa membayangkan kalau [kargo ekspor] dari Sumatra harus ke Jakarta dulu atau Makassar ke Surabaya atau ke Jakarta. Saya melihat ada potensi kenaikan biaya logistik di situ,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/12/2016).

Dia memahami keinginan mendatangkan kapal besar ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam rangka persaingan dengan Singapura dan Malaysia. Namun, operator pelabuhan dan pemerintah harus mengalkulasikan kapasitas volume kapal besar yang dibutuhkan untuk masuk ke Indonesia.

“Ini tidak ada jaminan. Semua kapal besar itu sudah ada hubungan dengan [pelabuhan] Singapura dan Malaysia,” tegasnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan pemerintah dan BUMN harus melihat adanya kargo dengan kebutuhan khusus yang harus cepat dikirim, seperti produk sayur, buah dan ikan segar.

Kargo jenis tersebut tidak mungkin mengunakan sistem pooling di satu pelabuhan karena akan memperlama waktu pengiriman. Kebijakan ini, lanjutnya, akhirnya mematikan direct call ke pelabuhan lain karena menganggu muatan di daerah. “Tidak akan ada [direct call] yang masuk [ke daerah],” ujarnya.

Dia membenarkan ada kemungkinan pengalihan pajak ekspor daerah dari pengapalan internasional ke Ibu kota, lokasi Pelabuhan Tanjung Priok.

Aulia Febrial Fatwa, Ketua Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia, menuturkan penetapan transshipment kapal besar di Pulau Jawa tidak sesuai dengan Sislognas. Di dalam Sislognas, sudah jelas hub internasional di Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung.

ANCAMAN NASIONAL

Dia menambahkan kebijakan ini akan mengancam keamanan dan pertahanan nasional karena kapal asing masuk langsung ke perairan tengah Indonesia.

Selain itu, dia menilai kebijakan ini jika diterapkan untuk kargo ekspor saja akan berpotensi meningkatkan biaya logistik karena adanya double handling. Biaya logistik tinggi menekan daya saing eksportir. “Kalau ekspor ke Jakarta dulu, itu salah kaprah. Cost-nya seperti apa,” ungkapnya.

Sementara itu, dia menilai jika konsolidasi kargo ditujukan untuk barang impor, pengusaha pelayaran nasional bisa diuntungkan. Di sisi lain, dia mempertanyakan dominasi Pelabuhan Tanjung Priok karena semua arus barang dan peti kemas akan mengalir ke sana.

Senator Nur Bahagia, Guru Besar Teknik ITB, mengatakan kebijakan superhub seharusnya ditekankan untuk konsolidasi barang impor. Sementara itu, dia menegaskan direct call harus tetap mengakomodasi produk ekspor.

“Menurut Sislognas, kita itu mempermudah ekspor dan memberikan barriers to entry untuk impor melalui pintu tertentu. Itu ada konsepnya, daerah terdepan dan terdalam kan,” tegasnya.

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Elvyn G. Masassya mengatakan superhub ini nantinya tidak akan menutup kesempatan pelabuhan di bawah BUMN lain untuk melakukan direct call atau pengapalan langsung.

“Direct call atau direct export tetap tercatat di situ. Pemerintah daerah akan mendapat pendapatan dari ekspornya,” paparnya setelah Rakor Pelindo I-IV di Makassar, Senin (20/12).

Dia mencontohkan kargo ekspor dikumpulkan di Tanjung Priok dan dimuat ke dalam kapal besar sehingga tidak perlu melakukan transshipment di Singapura. Konsep superhub ini, lanjutnya, segera diterapkan pada tahun depan.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku senang adanya sinergi antara Pelindo I-IV terkait konsep superhub ini.

“Saya senang karena koordinasi mereka saling memberi. Ada kesepakatan antara mereka mengenai hub dan superhub. Yang jadi superhub mungkin ada dua, Priok dan Perak, yang lain hub juga. Proses ekspor terjadi di masing-masing pelabuhan, tetapi transshipment hanya di titik tersebut,” ungkapnya.

Pengusaha di industri logistik mempertanyakan kebijakan BUMN kepelabuhanan terkait dengan penetapan konsolidasi kargo ekspor untuk alih muat (transshipment) di Pelabuhan Tanjung Priok.

Sebelumnya, PT Pelabuhan Indonesia I-IV membuat kesepakatan untuk menetapkan dua pelabuhan, Pelabuhan Tanjung Priok, untuk menjadi superhub yang fokus menjalankan transshipment atau alih muat ke kapal besar tujuan ekspor. Lanjutkan membaca ALFI khawatir superhub timbulkan double handling untuk kargo domestik

ALFI tak persoalkan sentra CFS & buffer area asal tarif liar LCL ditertibkan

 

widijanto2

Asosiasi logistik dan forwarder Indonesia (ALFI) tidak keberatan dengan adanya fasilitas konsolidasi kargo ekspor impor atau container freigh station (CFS) centre dan fasilitas buffer untuk peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan di pelabuhan Tanjung Priok.

Ketua ALFI DKI Jakarta, Widijanto mengatakan penyiapan kedua fasilitas penopang kelancaran logistik di pelabuhan itu perlu juga di dukung oleh kepastian tarif layanannya melalui persetujuan penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan.

“Buat kami gak masalah soal dimana fasilitas CFS centre dan buffer peti kemas impor tersebut. Tetapi soal mekanisme dan komponen tarif layanannya mesti di atur dulu oleh Otoritas Pelabuhan Priok. Sebab sekarang ini terjadi tarif liar pada layanan kargo impor berstatus less than container load di Priok,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29-11-2016).

Widijanto mengatakan, panduan komponen dan tarif layanan peti kemas impor berstatus less than container load (LCL) di Priok sudah kedaluarsa sejak 2010.

“Karena itu Kemenhub melalui OP Tanjung Priok harus segera memperbaharui panduan tarif layanan itu,”ujarnya.

Menurut Widijanto, OP Tanjung Priok bisa mengambil tindakan tegas jika sudah ada aturan pedoman tarif layanan peti kemas impor LCL di Priok yang terbaru, hingga sanksi pencabutan izin terhadap forwarder yang melanggar ketentuan itu.

Sementara itu, Ketua Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia (Fordeki) Pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Hadi mengatakan, fasilitas buffer peti kemas impor yang sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) atau sudah clearance kepabeanaan namun melewati batas maksimum penumpukan di lini satu pelabuhan hendaknya berada di kawasan lini dua pelabuhan Priok.

“Kalau fasilitas buffer peti kemas impor yang sudah SPPB itu ada di dalam pelabuhan atau lini satu justru tidak akan memperbaiki dwelling time. Seharusnya yang namanya buffer itu adanya diluar pelabuhan,”ujarnya kepada Bisnis, Selasa (29-11-2016).

Melalui suratnya Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta kepada Direksi Pelindo II tanggal 28 Nopember 2016, OP Tanjung Priok menyutujui usulan Pelindo II untuk menyediakan fasilitas konsolidasi barang ekspor impor atau container freigh station (CFS) centre dan buffer area peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan dalam rangka pengawasan satu atap layanan logistik di Pelabuhan Priok.

Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok, I Nyoman Gede Saputera mengatakan, surat itu sekaligus merupakan dukungan OP Tanjung Priok untuk penyiapan kedua fasilitas tersebut dalam rangka mendorong Pelindo II mensukseskan program menurunkan biaya logistik dan efisiensi jasa kepelabuhanan di Priok.

“Sekarang bolanya ada di Pelindo II untuk menjalankannya di pelabuhan Priok karena disitu juga terkait soal investasi yang mesti dipersiapkan,”paparnya.

Nyoman mengungkapkan, persetujuan OP Priok terkait pengembangan dan penyiapan fasilitas CFS centre dan buffer area peti kemas impor di Priok itu setelah melewati kajian komprehensif dan analisa tim bersama oleh OP Priok, Pelindo II dan masukkan dari pengguna jasa di pelabuhan

Tolak pindah

Pebisnis di Pelabuhan Tanjung Priok menolak rencana pemindahan peti kemas impor dari Tanjung Priok ke Cikarang Dry Port (CDP) karena dugaan tingginya dwelling time peti kemas Priok menyusul masih panjangnya birokrasi perizinan di beberapa kementrian dan lembaga.

Sekjen Dewan Pelabuhan Tanjung Priok Subandi mengatakan pemerintah harus serius dan sungguh-sungguh mengawasi dan mengevaluasi proses perizinan dokumen barang ex impor di 18 kementrian dan lembaga bukan memindahkan petikemas ex impor ke Cikarang Dry Port ( CDP.

Hal itu karena upaya tersebut berpotensi menimbulkan biaya tinggi dan tentu tidak sesuai dengan upaya menurunkan dwelling time utuk tujuan menekan biaya logistik di Pelabuhan Priok.

Dia mengatakan jika masih ada peti kemas ex Import yang mengendap di pelabuhan mestinya dipindahkan ke back up area ataupun buffer area yang dipersiapkan untuk menampung peti kemas yang sudah mengendap tiga hari atau lebih.

Pemindahan tersebut dinilainya sangat lazim dilakukan di pelabuhan seluruh dunia. “Jangan sampai ribut soal dwelling time ternyata bukan untuk mengatasi persoalan tingginya biaya logistik di pelabuhan tetapi ada tujuan lain,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (28/11/2016).

Subandi yang juga menjabat Ketua Bidang Kepelabuhanan dan kepabeanan Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI) itu juga prihatin karena beredar kabar saat ini pemerintah akan mengeluarkan peraturan agar seluruh peti kemas yang dibongkar di Tanjung Priok dipindahkan ke Cikarang Dry Port (CDP).

Kebijakan itu dikecualikan untuk peti kemas jalur merah yang jumlahnya kurang lebih 8% dari total peti kemas ex Impor di Pelabuhan Tanjung Priok.

“Jika pengalihan kontainer dari Priok ke CDP ini terjadi berarti sesungguhnya kebijakan presiden soal penurunan dwelling time untuk tujuan menekan biaya logistik ada yang menunggangi untuk kepentingan pihak tertentu ataupun koorporasi, karena yang terjadi justru biaya logistik akan semakin tinggi,” paparnya.

Menurut dia, GINSI menolak jika pemerintah tetap memaksakan untuk memindahkan peti kemas dari Tanjung Priok ke CDP dengan mencantumkan CDP sebagai pelabuhan bongkar, padahal selama ini pelabuhan bongkar (POD) yang tercantum di B/L adalah Tanjung Priok.

Menurut Subandi, jika pemindahan peti kemas Priok ke Cikarang Dry Port tetap dilaksanakan, ada indikasi praktek monopoli dan pemaksaan melalui regulasi, serta tidak ada yang mengontrol tarif yang berlaku di pelabuhan darat tersebut.

“Dampak lainnya, importir juga akan mengeluarkan biaya tambahan yang tinggi akibat barangnya dipindahkan ke CDP, baik biaya pemindahan maupun biaya transportasi ke lokasi pabrik. Ini karena tidak semua gudang pemilik barang berada di Cikarang tetapi juga tersebar di Tangerang, Balaraja, Cikande, Cilegon, Bogor,” tuturnya.

sumber: bisnis.com

 

 

ALFI: pungli di Priok dibiarkan tambah parah

widijanto
widijanto

Pungutan liar di pelabuhan Tanjung Priok yang berasal dari penanganan kargo impor berstatus di bawah satu kontainer alias less than container load (LCL) terindikasi semakin parah bahkan terus terjadi dan hingga kini lantaran belum ada satu instansi terkait pun di pelabuhan tersebut mengatasinya.

Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengatakan asosiasinya sangat prihatin dengan pembiaran atas kondisi pungli yang berasal dari layanan kargo impor LCL di pelabuhan Priok itu.

“Sudah sering kali kami utarakan dan sampaikan soal pungli kargo impor LCL itu tetapi tidak ada respons dari instansi terkait. Seharusnya Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok lebih peka atas kondisi ini,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/11/2016).

Akibat tidak adanya respons serius dari instansi terkait dan manajemen Pelindo II Priok terhadap masalah ini, katanya, sampai sekarang ini ALFI DKI banyak menerima keluhan dan protes dari pemilik barang impor LCL yang merasa dikemplang oleh forwarder konsolidator di pelabuhan itu yang memungut tarif layanan kargo impor LCL di luar batas kewajaran.

“ALFI setuju ditertibkan saja, bila perlu jika ada anggota kami yang memungut tarif layanan kargo impor LCL di Priok yang tidak wajar silakan diberikan sanksi tegas oleh instansi berwenang,” tuturnya.

Widijanto menyampaikan hal tersebut sekaligus menegaskan komitmen ALFI dalam mendukung program pemerintah menekan biaya logistik serta memberantas pungutan liar di sektor jasa kepelabuhanan dan angkutan laut.

Dia mengatakan pemilik barang impor di Priok sering kali dikutip biaya-biaya tambahan seperti devaning atau pecah pos yang mencapai Rp2,13 juta/cbm, biaya lain-lain Rp2,8 juta per dokumen, serta administrasi delivery order (DO) Rp1,45 juta.

Selain itu, juga ada kutipan biaya overbrengen charges yang mencapai Rp300.000/m3, bahkan ada istilah biaya tuslah (toeslagh) yang mencapai Rp375.000 per dokumen, stiker Rp50.000, dan biaya surveyor berkisar Rp50.000/m3.

Padahal, komponen biaya LCL cargo impor yang sudah disepakati asosiasi penyedia dan pengguna jasa di pelabuba Priok pada 2010 untuk forwarder charges a.l. CFS charges, DO Charges, agency charges, dan administrasi.

Adapun biaya local charges untuk layanan LCL cargo impor hanya diberlakukan komponen tarif a.l: delivery, mekanis, cargo shifting, surveyor, penumpukan, administrasi, behandle dan surcharges.

“Ini [pungli] kan sudah enggak benar. Kalau mau usaha ya jangan begitu caranya. Ini namanya bikin biaya logistik tinggi dan masuk kategori pungli,” tandas Widijanto sambil menunjukkan bukti-bukti dokumen invoice layanan kargo impor LCL di Priok yang diadukan ke ALFI DKI Jakarta.

Dia mengatakan bahkan persoalan layanan kargo impor LCL tersebut sudah banyak yang dilaporkan langsung oleh pemilik barangnya ke Kementerian Perdagangan.

sumber: bisnis.com

 

ALFI imbau forwarder tak layani importasi borongan

widijanto
Widijanto

Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menghimbau perusahaan anggota asosiasi tersebut untuk tidak melayani kegiatan pengurusan dokumen maupun jasa kepabeanan terhadap importasi borongan.

Ketua DPW ALFI DKI Jakarta, Widijanto mengatakan himbauan tersebut perlu disampaikan untuk mendukung program pemerintah dalam mencegah masuknya barang imporsecara illegal yang merugikan devisa negara serta memberantas pungutan liar (pungli).

“Kami sudah sampaikan pemberitahuan resmi kepada seluruh anggota ALFI DKI jakarta jangan agar jangan layani pengurusan importasi borongan di pelabuhan Priok,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (13-11-2016).

Dia mengatakan, selama ini perusahaan forwarder maupun perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) ditunjuk sebagai pelaksana pengurusan proses dokumen ekspor impor melalui pelabuhan ataupun Bandar Udara.

Forwarder maupun PPJK tersebut, kata Widijanto, mewakili kepentingan pemilik barang dalam menyelesaikan pekerjaan pengurusan persyaratan dokumen ekspor impor termasuk menalangi terlebih dahulu biaya yang muncul dalam kegiatan tersebut.

Widijanto mengemukakan, ALFI DKI juga mendukung sikap Menkeu Sri Mulyani dalam memberantas importasi barang secara borongan untuk meminimalisasi penyelundupan produk tekstil yang bisa merugikan industri dalam negeri.

“Kita pasti dukung upaya Kemenkeu dalam kaitan ini, bukan hanya untuk tekstil saja termasuk kegiatan importasi borongan pada komoditi lainnya. Semua harus di berantas,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan komitmennya memberatantas importasi borongan khususnya untuk produk tekstil.

Keputusan itu ditetapkan oleh jajarannya setelah melakukan pertemuan supervisi dengan berbagai kementerian dan lembaga seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kepolisian, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Impor borongan adalah kegiatan importasi yang dilakukan secara gelondongan berbagai barang terutama tekstil dan produk tekstil termasuk pakaian bekas yang bisa dijadikan celah untuk melakukan penyelundupan dan merugikan industri dalam negeri. Tahun ini saja diperkirakan kerugian akibat impor ilegal mencapai Rp30 triliun,” ujarnya.

Sumber: bisnis.com

 

ALFI & APBMI dukung aturan no service no pay

Dunia usaha di Pelabuhan Tanjung Priok mengapresiasi dan mendukung rencana Menteri Perhubungan membuat regulasi No Service No Pay di pelabuhan untuk megurangi cost logistic dan menggenjot daya saing industri dalam negeri.

Sekretaris Wiilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim mengatakan hendaknya regulasi yang disiapkan harus menekankan adanya service level agrement (SLA) pada setiap kegiatan jasa kepelabuhan.

“Dengan demikian, bisa diukur tingkat ketepatan waktu dan kecepatan layanan serta biaya yang timbul,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (7/11/2016).

Dia menegaskan sudah seharusnya kita menghilangkan budaya pungli yang merusak sendi perekonomian masyarakat di tengah persaingan ekonomi global.

Ketua DPW Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) DKI Jakarta Juswandi Kristanto berharap pelaku usaha dilibatkan dalam penyusunan aturan No Service No Pay tersebut.

“Kami pasti dukung kebijakan yang baik dari pemerintah. Namun aturan itu harus dikomunikasikan dahulu dengan pelaku usaha,” ujarnya.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkap pihaknya telah menyiapkan peraturan menteri yang akan dikeluarkan dalam satu atau dua minggu ke depan.

Dia melihat kegiatan bongkar muat di pelabuhan sudah dilakukan mengunakan mesin sehingga tidak lagi memerlukan tenaga kerja yang banyak.

“Sekarang sudah mekanisasi dengan alat. Namanya alat itu kan efisiensinya semakin tinggi. Berarti tidak ada lagi orang angkut, mobil yang dipindahkan atau menunggu dan lain sebagainya,” paparnya saat melakukan kunjungan ke Pelabuhan Tanjung Priok, Minggu (6/11).

Selama ini, dia menilai praktik mengutip bayaran tanpa ada layanan membuat daya saing pelabuhan di Indonesia rendah. “Secara tidak langsung kejadian di Surabaya karena itu, ada yang no service tapi pay. Ini terus dipanen oleh beberapa orang karena mereka tidak kerja,” ungkap Menhub.

Nantinya, dia berharap peraturan ini harus disesuaikan dengan ketersediaan alat bongkar muat di pelabuhan. Menhub optimistis peraturan ini tidak akan menimbulkan gejolak karena dia berpikir langkah ini merupakan kesempatan untuk semua pihak melakukan reformasi diri.

“Jangan lagi kita mendapatkan manfaat dari apa yang tidak kita berikan. Saya pikir satu saat bisa kita mengerti,” katanya.

Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan A. Tonny Budiono mengungkapkan tenaga kerja bongkar muat (TKBM) tidak sengsara karena aturan baru ini. Yang lebih tertekan, lanjutnya, adalah koperasi TKBM. Menurutnya, koperasi TKBM sering kali memungut biaya yang besar selama ini.

Namun, sebelum mengeluarkan peraturan ini, dia menuturkan pihaknya telah melakukan rapat dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kementerian Perhubungan sepakat pihaknya akan tetap melindungi koperasi.

“Tetap harus dilindungi, tidak boleh kita mematikan koperasi. Berimbanglah,” ujarnya.

Saat ini, draf peraturan menteri tersebut tengah disempurnakan. Dia mengatakan peraturan baru itu akan dirilis dalam waktu dekat.

Sumber: bisnis.com

 

tmp_11461-081134200_1455780195-20160218-kereta-logistik-jakarta-ff3-233172407

 

 

New Priok perlu ekspansi pasar & umumkan tarif

Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas Kalibaru Pelabuhan Utama Tanjung Priok di Jakarta, Selasa (13/9). Dengan beroperasinya Terminal Peti Kemas 1 Kalibaru tersebut telah menambah kapasitas terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok menjadi sebesar tujuh juta TEUs per tahun dari yang semula hanya berkisar lima juta TEUs. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas Kalibaru Pelabuhan Utama Tanjung Priok di Jakarta, Selasa (13/9). Dengan beroperasinya Terminal Peti Kemas 1 Kalibaru tersebut telah menambah kapasitas terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok menjadi sebesar tujuh juta TEUs per tahun dari yang semula hanya berkisar lima juta TEUs. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.

Pebisnis mendesak manajemen terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan menambah layanan direct call, bukan saling rebutan market pelayaran yang sudah ada.

Wakil Ketua Umum BPP GINSI, Erwin Taufan mengatakan, pengelola terminal peti kemas di Priok perlu memperluas jangkauan layanan pasarnya dengan menambah service baru.

“Sekarang kok yang terjadi justru saling rebutan market pelayaran. Semestinya terminal peti kemas mampu meraih pasar pelayaran baru,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (26-10-2016).

Erwin menyebutkan saat ini tingkat persaingan bisnis terminal peti kemas di Priok semakin ketat menyusul mulai beroperasinya New Priok Container Terminal-One (NPCT-1) yang sudah di resmikan Presiden Joko Widodo pada September lalu.

Sebelumnya,di Pelabuhan Priok sudah beroperasi 4 terminal peti kemas yang layani ekspor impor yakni Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Terminal Mustika Alam Lestari (MAL) dan Terminal 3 Pelabuhan Priok.

Sekretaris Perusahaan TPK Koja, Arif Nuryono mengatakan, untuk menghindari rebutan market antar terminal peti kemas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Pelindo II mesti menugaskan NPCT1 harus mencari market baru bukan yamg eksisting.

“Untuk Terminal lain seperti JICT dan Koja juga harus melakukan perbaikan pelayanan dan juga kebijakan kommersial yang dapat memberikan kenyamanan pihak shiipping line,”ujarnya.

General Manager Terminal MAL, Paul Krisnadhi justru mengatakan kehadiran NPCT-1 tidak perlu dikhawatirkan.

“Saat ini kalau ada rebutan market wajar saja sebab volume barang tidak naik bahkan sama seperti tahun lalu. Yang terpenting terminal tetap harus tingkatkan kualitas layanan,”ujarnya.

Pelaku usaha logistik mengharapkan pengelola terminal peti kemas Kalibaru atau New Port Container Terminal One (NPC-1) bisa meraih market baru pelayaran global, bukan merebut market yang selama ini sudah di layani di terminal JICT, TPK Koja, Mustika Alam Lestari (MAL) maupun Terminal 3 Pelabuhan Priok.

Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto mengatakan pasalnya sampai saat ini belum ada market baru shipping line global yang memanfaatkan terminal peti kemas yang memiliki draft -14 low water spring (LWs) dan sudah di resmikan Presiden Joko Widodo pada pertengahan September 2016.

“Kami prihatin atas kondisi ini, sebab yang terjadi justru saling rebutan pasar yang sudah eksisting di Priok. Mestinya hal ini tidak terjadi jika pengelola NPCT-1 mampu meraih market pelayaran global yang baru,” ujarnya.

Widijanto mengatakan, dengan fasilitas yang canggih dan mumpuni yang saat ini di operasikan oleh terminal Kalibaru, semestinya bisa mewujudkan terminal tersebut sebagai Hub, dan mengalihkan kapal-kapal besar kontener (mother vessel) yang selama ini transhipment di pelabuhan negara tetangga seperti Singapuru dan Malaysia.

Disisi lain, ujar dia, sebagai terminal baru, NPCT-1 juga belum pernah mengumumkan secara resmi tarif pelayanan bongkar muat peti kemas ekspor impor di terminal tersebut.

Sumber: bisnis.com