GINSI: oknum BC bisa kondisikan barang

Rakor KPK ungkap oknum BC bisa kondisikan barang

 

 

GINSI: oknum BC bisa kondisikan barang
GINSI: oknum BC bisa kondisikan barang

Gabungan importir nasional seluruh Indonesia (GINSI) mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperbaiki sistem dan pembenahan tata kelola importasi diantaranya menghilangkan sistem borongan yang diduga melibatkan oknum pejabat di instansi terkait.

Sekjen Badan Pengurus Pusat GINSI, Achmad Ridwan Tento mengungkapkan pihaknya selaku importir menilai dengan sistem borongan membuat persaingan dalam usaha menjadi tidak sehat dan merugikan keuangan negara dan disparitas harga di pasaran.

Sikap GINSI tersebut sejalan dengan kesimpulan rapat koordinasi dan supervise pencegahan korupsi di sektor kepabeanan dan cukai pada 10 Nopember 2016 lalu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Keuangan, Dirjen Bea dan Cukai, Dirjen Pajak, Kabareskrim, Kejaksaan Agung dan para asosiasi importir maupun stake holder lainnya.

“Sikap GINSI praktik importasi borongan dan illegal itu sudah kami sampaikan secara resmi kepada Deputi Bidan Pencegahan KPK,” ujar Ridwan, Minggu (20/11/2016).

Dalam rapat kordinasi dan supervisi KPK dengan pelaku usaha terungkap beberapa masalah seperti adanya importir resiko tinggi yang melakukan intervensi petugas Bea dan Cukai melalui aparat penegak hukum maupun keamanan yang selama ini mem-backing-i mereka .

Diketahui bahwa importir resiko tinggi umumnya bukan pemilik barang, mereka dalam membuat manifest uraian jenis barang dalam pemberitahuan pabean bersifat umum sehingga petugas Bea Cukai kesulitan dalam memeriksa ketentuan barang lartas (larangan dan pembatasan) termasuk klasifikasi dan nilai pabeannya.

Pada umumnya importir resiko tinggi ini nilai pabean yang diberitahukan jauh lebih rendah dari nilai transaksi yang seharusnya atau sebenarnya dibayar sehingga bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang dibayarkan ke negara lebih kecil dari yang seharusnya dibayarkan.

Selain itu menggunakan dokumen pelengkap pabean yang diragukan keasliannya (COA, COO, invoice dan dokumen perizinan dari instan lain) yang tidak benar, juga berkolusi dengan oknum pejabat, pegawai DJBC untuk mengatur mengkondisikan proses resitrasi kepabeanan, penimbunan, penjaluran, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan fisik barang sampai dengan pengeluaran barang.

“Selain merugikan pemasukan negara, timbulnya praktik semacam itu memanfaakan kesenjangan antara kebutuhan dengan pasokan barang,” papar Ridwan.

Dalam rapat koordinasi juga diketahui banyak titik rawan dalam sistem dan prosedur importasi barang yang memerlukan pembenahan sistem dan tata kelola secara komprehensif dan berkanjutan.

sumber: poskotanews.com