LPI Cuma ‘Persepsi’, Fokus Saja Indonesia Emas 2045

Alfijak – Ketimbang berpolemik, pemerintah dan semua pihak diminta menjadikan anjloknya ranking Indonesia dalam Index Performance Logistics (LPI) yang dirilis World Bank, dapat dijadikan acuan untuk berbenah.

Apalagi, laporan LPI World Bank itu hanya bersifat ‘persepsi’ berdasarkan hasil survey melalui metode tertentu sehingga tidak perlu terlampau dirisaukan, ditengah semakin membaiknya pertumbuhan perekonomian Indonesia saat ini.

Hal itu ditegaskan Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, menanggapi laporan hasil survey World Bank terhadap LPI Indonesia, baru-baru ini.

Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah, selain tetap komitmen pada perbaikan di sektor logistik, Indonesia juga mesti fokus pada menjaga pertumbuhan ekonomi guna merealisasikan program Indonesia Emas pada 2045 mendatang.

“Pemerintah saat ini sudah on the track dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Jadi kita tidak perlu risau berlebihan dengan persepsi LPI World Bank itu, ” ujar Yukki.

Dia mengatakan, konsentrasi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional itu setidaknya dapat dilihat pada sejumlah indikator utama, yakni; berdasarkan data triwulan kedua tahun ini, bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi RI cukup tinggi.

Selain itu, daya beli masyarakat hingga kini juga masih cukup baik, dan belanja pemerintah terjaga, serta investasi yang ditargetkan baik itu PMA maupun PMDN tercapai.

Yukki menambahkan, dengan tingkat inflasi yang masih dibawah 5%, daya tarik Indonesia bagi Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih prospektif.

“Disamping itu, program hilirisasi industri oleh Pemerintah juga telah membuahkan hasil sehingga mendorong investasi yang pada akhirnya pertumbuhan ekonomipun terjadi bukan hanya di Jawa tetapi juga di luar pulau Jawa,” tuturnya.

Selain itu, secara geografi dan karakteristiknya, RI sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibandingkan dengan negara lainnya dalam kaitan sistem logistik nasionalnya, apalagi jika survey LPI hanya mengakomodir untuk beberapa komoditi saja.

Yukki mengemukakan, terkait pembenahan sistem logistik nasional, sejauh ini Pemerintah sudah melakukan banyak hal, termasuk mengatur bagaimana yang menyangkut trafik dan produktivitas, digitalisasi, transformasi pelaku usaha di dalam negeri, hingga mendorong pertumbuhan investasi di sektor tersebut.

“Sekali lagi kita jangan berpolemik apalagi risau dengan LPI versi World Bank itu. Sebab tidak menutup kemungkinan, banyak juga negara-negara yang masuk dalam survey LPI World Bank itu, justru biaya logistiknya rendah tetapi tingkat perekonomian negara-negara itu tidak bagus-bagus amat. Intinya kita juga tidak ingin biaya logistik murah tetapi tidak ada barangnya,” ujar Yukki yang juga Chairman FIATA Regional Asia Pasific.

Investasi Membaik

Yukki juga menegaskan berdasarkan indikator dan data, bahwa tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia, terus membaik.

Kementerian Investasi/BKPM, mencatat realisasi investasi selama semester pertama tahun ini mengalami peningkatan 16,1% dibanding dengan pencapaian periode tahun lalu.

Realisasi investasi selama Januari-Juni 2023 mencapai Rp.678,7 Triliun dan secara Year on Year (YoY) naik 16,1%, atau telah mencapai 48,5% dari target 2023 sebesar Rp 1.400 Triliun.

Adapun penyerapan tenaga kerja atas kegiatan investasi selama semester I/2023 itu mencapai 849.181 orang.

Data BKPM juga menyebutkan, investasi yang berasal dari PMA selama Januari-Juni 2023 mencapai Rp 363,3 Triliun (naik 17,1% secara YoY), dan PMDN Rp.315,4 Triliun (naik 15% secara YoY).

Realisasi investasi itu tersebar di pulau Jawa Rp 323,8 Triliun dan Luar Pulau Jawa Rp 354,9 Triliun. Adapun 5 besar sektor realisasi PMA dan PMDN selama Januari-Juni 2023 itu yakni; industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya, yang mencapai Rp 89 Triliun.

Kemudian, sektor Transportasi, Pergudangan dan Telekomunikasi mencapai Rp 79,1 Triliun, Pertambangan Rp 71,4 Triliun, sektor Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran Rp 58,3 Triliun, serta sektor Industri Kimia dan Farmasi mencapai Rp 48,1 Triliun.

Provinsi Jawa Barat masih menempati posisi teratas sebagai 5 besar lokasi realisasi PMA dan PMDN selama semester I/2023 itu dengan nilai investasi mencapai Rp 103,7 Triliun. Kemudian disusul DKI Jakarta Rp 79,5 Triliun, Jawa Timur Rp. 61,2 Triliun, Sulawesi Tengah Rp 56,4 Triliun, dan Batam Rp.50,6 Triliun.

Adapun 5 besar negara dengan realiasi PMA di Indonesia selama Semester I/2023, antara lain; Singapura, Tiongkok, Hongkong (RRT), Jepang dan Amerika Serikat.

Dukung Menko Marves

Yukki mengatakan, meskipun laporan World Bank soal LPI Indonesia itu hanya sebagai persepsi, namun ALFI mendukung langkah Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) melakukan upaya meminta klarifikasi World Bank atas survey LPI yang dirilisnya lantaran dinilai tidak fairnes.

Yukki menegaskan, ALFI sebagai asosiasi pelaku usaha di sektor logistik, kali ini tidak terlibat dalam wawancara survey oleh World Bank itu, padahal pada tahun 2015 dan 2018 pernah di wawancarai prihal LPI tersebut.

Padahal, ungkapnya, pada tahun 2018 dan tahun-tahun sebelumnya, ALFI pernah dikirimkan quisioner oleh perwakilan World Bank berkaitan dengan survey kinerja logistik itu.

Sebagaimana diketahui, World Bank telah merilis bahwa logistics performance index (LPI) Indonesia  menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0. Catatan tersebut mengalami penurunan 17 peringkat dibandingkan pada 2018 saat Indonesia menduduki urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.

Kinerja LPI itu dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.

Terbitan LPI oleh World Bank yang dirilis 21 April 2023 itu merupakan penyajian data yang dikumpulkan dari 139 negara pada paruh kedua tahun 2022, atau lebih sedikit ketimbang LPI tahun 2018 yang mencapai 160 negara. Namun pada tahun 2020, Bank Dunia tidak merilis LPI.

Sejak diluncurkan pada 2007, LPI telah melakukan penilaian sederhana terkait logistik oleh sumber-sumber profesional tentang seberapa mudahnya mengekspor ke negara tujuan dalam hal kualitas infrastruktur, kualitas ketersediaan layanan logistik, dan hambatan sektor publik.(*)