Arsip Tag: LAYANAN EKSPOR

ALFI: Keterbatasan Slot Kapal jadi Kendala Ekspor

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai logistik ekspor masih terkendala dengan ketersediaan slot kapal (availability space) dan harga yang masih sangat tinggi dibandingkan sebelum pandemi pada 2022.

Wakil Ketua Umum ALFI Trismawan Sanjaya menjelaskan kendala logistik global perkiraan dari para pelaku usaha tidak akan selesai hingga akhir 2022 karena beberapa kondisi terakhir yang terjadi seperti mutasi Omicron yang daya penularannya sangat cepat. Kemudian, ekonomi global diperkirakan masih belum pulih ke situasi normal saat sebelum pandemi.

“Juga ditambah dengan dampak penguatan logistik regional dalam bentuk aliansi maupun afiliasi seperti yang dilakukan oleh pengusaha pelayaran dan logistik di eropa sehingga pengendalian akan lebih lagi dilakukan oleh mereka,” ujarnya, baru-baru ini.

Sementara itu terkait dengan permasalahan ketersediaan kontainer maupun ketersediaan ruang muat kapalnya baik untuk keperluan perdagangan global maupun nasional, ALFI lebih mendorong pemerintah dalam mendukung sebanyak-banyaknya pelayaran nasional dapat melakukan layanan pengapalan ke tingkat global (ocean going).

“Evaluasi ekspor 2022 tetap akan bertumbuh positif walau tidak mampu memanfaatkan secara maksimal kebutuhan pasar global yang ada akibat terbatasnya ruang muat kapal [shortage container],” ujarnya.

Trismawan menyebutkan antisipasi ALFI terhadap anggotanya terhadap sejumlah proyeksi pada 2022 adalah dengan memberikan sosialisasi dampak dari disrupsi industri yang terjadi, kemudian menjembatani dalam pemanfaatan teknologi digital yang efektif untuk menunjang kapasitas usahanya.

Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh November Saut Gurning menilai pelaku mengharapkan adanya potensi pemulihan pergerakan yang lebih baik pada 2022 walau masih ada ketidakpastian. Tetapi, isu Omicron menambah kondisi ketidakpastian tersebut.

“Virus Omicron kemungkinan mereduksi potensi <span;>bouncing-backnya<span;>. Untuk penutupan total saya kira mungkin tidak Mbak ya. Kemungkinan, cenderung ada pembatasan untuk pergerakan penumpang saja, karena sangat sensitif akibat pencegahan varian baru selain varian Delta,” terangnya.

Sementara untuk pergerakan kargo, Saut berpendapat kemungkinan juga akan terganggu karena adanya kemungkinan mobilitas ekonomi atau perdagangan lewat laut karena disrupsi varian baru bagi industri manufaktur di berbagai asal-tujuan barang global. Khususnya di negara-negara yang sedang menghadapi timbulnya omicron di negaranya.

Sementara itu, pada Kamis (13/1/2022) Pelabuhan Tanjung Priok kedatangan Kapal Terbesar MV MSC Tianshan yang sandar di Terminal 3, IPC Terminal Petikemas.

Kapal Terbesar, dengan LOA 334 Meter tersebut diageni oleh PT Perusahaan Pelabuhan Nusantara Panurjwan, dan membongkar 1702 boxes atau equivalent sekitar 3394 Teus dan akan memuat 103 Boxes atau sekitar 2442 Tonase.

Kapal MV MSC Tianshan bertolak dari Umm Qasr Port, Irak dengan tujuan Qingdao, China.

Menurut Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Capt Wisnu Handoko, ship call MV. Tianshan bisa menjawab kondisi kelangkaan kontainer yang terjadi akhir-akhir ini.

Wisnu berharap agar para eksportir dapat memanfaatkan ketersediaan kontainer ini dengan baik untuk melakukan pengiriman muatan.(***)

Pacu Ekspor, DJBC Kembali Berikan Izin Fasilitas KITE

ALFIJAK – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, kembali memberikan izin fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) di tengah pandemi virus Corona. Izin fasilitas KITE itu diberikan Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I kepada PT Prima Dinamika Sentosa.

Kepala Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I, Muhamad Purwantoro mengatakan izin fasilitas KITE itu diberikan untuk mendorong kinerja ekspor yang sedang lesu akibat pandemi virus Corona.

“KITE merupakan salah satu fasilitas yang diberikan pemerintah melalui Bea Cukai untuk meningkatkan ekspor nasional,” katanya.

Muhamad mengatakan PT Prima Dinamika Sentosa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi sepatu. Dengan pemberian izin fasilitas KITE, dia berharap kapasitas produksi perusahaan itu bisa bertambah, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan ekspor.

Dia menjelaskan pemberian fasilitas KITE kepada perusahaan yang berorientasi ekspor menjadi salah satu pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai. Dalam hal ini, Bea Cukai berperan sebagai trade facilitator sekaligus industrial assistance agar kinerja ekspor dan impor terus meningkat.

Muhamad mengklaim Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I tetap memberikan pelayanan terbaik walaupun dalam situasi pandemi. Dia menyebut sejak 1 Januari 2020 hingga hari ini, Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I sudah memberikan izin fasilitas KITE kepada tiga perusahaan.

Ketiga perusahaan itu adalah PT Gloster indonesia, PT Golden Step Indonesia, dan PT Prima Dinamika Sentosa. Ketiga perusahaan tersebut adalah industri berorientasi ekspor dan telah memiliki Nomor Induk Perusahaan. “Kami harap fasilitas ini dapat berguna dan tidak disalahgunakan,” ujarnya.

Fasilitas yang dapat dinikmati perusahaan penerima fasilitas KITE yakni pembebasan bea masuk dan PPN impor tidak dipungut atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor.

Selain itu, perusahaan juga mendapat fasilitas pengembalian bea masuk atas impor bahan baku untuk diolah, dirakit, dipasang dan hasil produksinya diekspor.

Penerima fasilitas KITE, termasuk KITE industri kecil dan menengah (IKM), juga termasuk dalam kelompok yang bisa menikmati sejumlah insentif pajak. Insentif yang bisa dimanfaatkan yakni pembebasan PPh Pasal 22 impor dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%. (sumber: DDTCnews)

Bea Cukai & LPI Siapkan Solusi Pembiayaan Ekspor

Fajar Doni, saat memberikan pemaparan

JAKARTA- Alfijak : Direktorat Jenderal Bea & Cukai Kementerian Keuangan, menyatakan agar para eksportir di Indonesia dapat menyampaikan segala permasalahan ekspornyq di lapangan kepada instansi Bea dan Cukai.

“Kalau ada permasalahan dengan layanan ekspor jangan segan-segan sampaikan ke kami,” ujar Direktur Tehnis Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai, Fajar Doni saat menjadi nara sumber pada Seminar Nasional bertema Outlook Kinerja Ekspor Indonesia 2020, yang dilaksanakan dalam rangkaian Munas ke VIII Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), di Jakarta pada Kamis (6/11/2019).

Dia mengatakan, selain telah menyiapkan klinik layanan permasalahan ekspor di kantor-kantor Bea dan Cukai di setiap daerah, saat ini juga sedang di siapkan kerjasama Ditjen Bea & Cukai dengan Lembaga Pembiayaan Indonesia (LPI) guna membuat virtual office ekspor.

“Virtual office itu juga sebagai salah satu solusi apabila terdapat eksportir yang membutuhkan dana untuk kegiatan ekspornya nantinya bisa di biayai oleh LPI,” tuturnya.

Fajar Doni mengungkapkan, Ditjen Bea & Cukai telah menginventarisir tujuh permasalahan umum dalam eksportasi, yakni; kualitas infratruktur dan fasilitas perdagangan yang belum sesuai, ongkos logistik yang masih tinggi, penetrasi dan akses pasar rendah, serta kurangnya fasilitas pendukung.

Disamping itu,rendahnya kualitas produk dan inovasi ekspor, perizinan yang rumit dan lambat, serta tenaga kerja yang kurang akomodatif dalam kebutuhan investasi.

Dia juga mengatakan, dari sisi kebijakan yang telah ditempuh oleh Ditjen Bea & Cukai Kemenkeu dalam penanganan perizinan ekspor dikelompokkan pada barang yang terkena larangan pembatasan atau lartas.

Untuk yang termasuk kategori non lartas, kata Fajar, sebanyak 5.597 harmonize system/HS (52%). Sedangkan lartas tanpa laporan surveyor (LS) sebanyak 2.505 HS (23%), serta lartas LS mencapai 2.724 HS (25%).

Sementara yang terkena lartas berdasarkan jenis barangnya, untuk barang modal sebanyak 3% atau senilai US$ 0,7 milliar, barang industri 14% (US$ 1,6 milliar) dan barang konsumsi 8,3% atau setara US$ 21,7 milliar.(ri)

Pencabutan BBM Subsidi Untuk Truk Logistik Berpotensi Kurangi Daya Saing Ekspor

JAKARTA- Pebisnis logistik menilai penghapusan BBM solar subsidi untuk angkutan umum terutama angkutan barang dalam rangka kegiatan rantai pasok industri, bakal memperburuk daya saing produk ekspor karena biaya logistik ikut melambung.

Trismawan Sanjaya, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) bidang Rantai Pasok, Digital Logistik dan e-Commerce, mengatakan, penghapusan BBM Solar Subsidi berpotensi mencetus inflasi komoditas pokok di daerah khususnya wilayah Timur Indonesia yang jauh dari Pusat industri produsen.

“Dalam hal kebijakan antisipasi pembatasan pemakaian solar seharusnya di Prioritaskan dengan menyediakan energi alternatif (diversifikasi energi) yang mampu mendukung efisiensi biaya logistik serta meningkatkan daya saing produk unggulan ekspor,” ujarnya, Selasa (16/7/2019).

Trismawan mengatakan, dalam situasi neraca perdagangan yang terjadi saat ini, maka dikhawatirkan bahwa penghapusan nilai subsidi BBM solar subsidi dapat pula memicu semakin tidak terkendalinya defisit neraca perdagangan.

“Jadi mesti dicari solusinya yang lebih bijak atas persoalan yang terjadi, bukan lantas ingin mencabut subsidi BBM truk logistik,”ucapnya.

Namun, pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menyampaikan alasan untuk pencabutan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi bagi truk logistik, dan lebih memilih menggunakan BBM Solar Industri.

Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengatakan, saat ini banyak para pengusaha truk di sejumlah daerah kesulitan mendapatkan BBM Solar subsidi sehingga sangat memukul aktivitas trucking dan menghambat layanan logistik.

“Banyak anggota kami di daerah-daerah kesulitan memperoleh BBM Solar subsidi itu. Setelah kami croscek saat rapat dengan BPH Migas ternyata kuota BBM jenis itu kini semakin menipis. Kami setuju cabut subsidi dan gunakan harga BBM Industri saja asalkan kegiatan logistik tetap lancar,” ujarnya, usai mengikuti pertemuan itu, pada Selasa (16/7/2019).

Rapat tersebut juga diikuti PT.Pertamina (Persero), PT.AKR Corporindo Tbk, dan DPP Hiswana Migas, dan stakeholders terkait.

Gemilang mengatakan, BPH migas menyampaikan perlunya pembatasan volume penggunaan BBM Solar bersubsidi terhadap truk barang yang memiliki roda diatas 4 roda mengingat potensi adanya over kuota penggunaan jenis BBM tertentu /JBT (solar subsidi).

Berdasarkan data BPH Migas,kata dia, kuota JBT jenis minyak Solar tahun 2019 secara nasional sebesar 14,5 juta KL (dicadangkan 500.000 KL), adapun realisasi Januari s/d 31 Mei 2019 mencapai 6,4 juta KL atau sebesar 45,73% dari kuota penetapan.

Berdasarkan realisasi tersebut (dimana realisasi seharusnya sebesar 41% dari kuota penetapan), apabila tidak dilakukan pengendalian pendistribusian JBT jenis minyak Solar maka berpotensi over kuota tahun 2019.

Jika hal ini tidak diantisipasi, BPH Migas menyatakan akan ada 498 kabupaten/kota yang berpotensi over kuota JBT jenis minyak Solar pada tahun 2019, dan 16 kabupaten/kota yang under kuota JBT jenis minyak Solar pada tahun ini.

Bahkan berdasarkan realisasi harian,maka diprognosakan bahwa kuota JBT sebesar 14.500.000 KL akan habis tersalurkan pada 8 Desember 2019, dengan kata lain 23 hari di akhir tahun 2019 tidak tersedia lagi JBT jenis minyak Solar, untuk itu diperlukan pengendalian dalam penyaluran JBT jenis minyak Solar itu.

Sedangkan, prognosa realisasi hingga Desember 2019 sebesar 15.474.211 KL (diperlukan penghematan sebesar 974,211 KL) sehingga tidak terjadi over kuota JBT jenis minyak Solar pada tahun 2019.(ri)

Ekspor Kendaraan CBU, Kini Lebih Mudah

JAKARTA (Alfijak): Kegiatan ekspor kendaraan melalui Penerapan Sistem Pintu Otomatis Tempat Penimbunan Sementara (Auto Gate System), kini lebih mudah.

PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk. (IPCC) melaunching Simplifikasi Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi (CBU), pada Selasa, 12 Februari 2019 di pelabuhan Tanjung Priok.

Acara ini dihadiri oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Perekonomian Bapak Darmin Nasution.

Sistem Auto Gate tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER – 56 / BC / 2012 tentang Ujicoba Penerapan Sistem Pintu Otomatis Tempat Penimbunan Sementara (Auto Gate System).

Terkait dengan aturan tersebut, IPCC merupakan bagian dari tempat penimbunan sementara (TPS), khususnya TPS untuk kendaraan dan sejenisnya. Dalam aturan tersebut, Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

Dengan adanya aturan tersebut maka pemasukan barang ke TPS dilakukan melalui Sistem itu setelah mendapatkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai atau sistem komputer pelayanan.

Adapun persetujuan yang dimaksud diantaranya meliputi Nota Pelayanan Ekspor (NPE); Persetujuan Konsolidasi Barang Ekspor (PKBE); persetujuan pemasukan barang asal dalam daerah pabean yang dikirim ke tempat lain dalam daerah pabean melewati tempat di luar daerah pabean atau persetujuan pemasukan lainnya.

Di sisi lain, sehubungan dengan pelayanan dan pengawasan kepabeanan ekspor, diatur bahwa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dapat disampaikan paling lama 7 hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum barang ekspor masuk ke kawasan pabean.

Terkait dengan jumlah dan jenis barang serta nomor peti kemas/ VIN Barcode Kendaraan dapat dilakukan perubahan sebelum barang ekspor dimasukkan ke kawasan pabean pelabuhan muat.

Eksportir produk otomotif berupa kendaraan bermotor CBU mengusulkan adanya relaksasi terkait ketentuan pengajuan PEB dan perubahan data PEB sebelum masuk ke kawasan pabean.

Usulan tersebut berdasarkan pada proses bisnis perdagangan otomotif yang memerlukan proses grouping atau pengelompokan ekspor yang sangat kompleks, seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, waktu produksi, dan lain-lain.

Usulan tersebut sangat didukung oleh PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk. (IPCC) yang merupakan Terminal Kendaraan terbesar ke-3 se-Asean, dan 27 Dunia.

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, mengatakan, layanan itu untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan ekspor kendaraan bermotor CBU sehingga membantu menurunkan biaya logistik secara langsung dengan mengakomodasi kebutuhan perusahaan untuk dapat menggeser lokasi penumpukan barang ekspor ke kawasan pelabuhan atau terminal kendaraan.

Selain itu, dapat mengurangi kerusakan kendaraan yang diekspor akibat double handling car carrier serta membantu peningkatan ekspor Kendaraan.

“Ini bisa mendorong menjadikan Indonesia sebagai negara produsen kendaraan terbesar di Asia Tenggara dan 12 besar dunia yang menjadi basis ekspor kendaraan ke seluruh dunia,”ujar Menkeu

Hingga awal tahun 2019, IPCC memiliki luas lahan penampungan sebesar 34 ha dengan kapasitas penuh sebanyak 780 ribu unit. Saat ini, kapasitas atau utilisasi lahan telah terpakai 521.064 unit.

Direktur Utama IPCC, Chiefy Adi K mengatakan, dengan adanya sistem ini akan memberikan keuntungan bagi perseroan berupa peningkatan kapasitas muat di tempat kami yang merupakan TPS bagi kendaraan.

“Penerapan Auto Gate System ini merupakan upaya untuk memudahkan proses bongkar muat kendaraan,”ucapnya.(ri)