Arsip Kategori: Bisnis Terkait

Sektor usaha yang terkait dengan asosiasi logistik dan forwarder di Indonesia.

Pengajuan impor dari jalur hijau melonjak

Pengajuan impor dari jalur hijau melonjak
Pengajuan impor dari jalur hijau melonjak

Data Pengajuan Impor Barang sejak Januari 2016 sampai Oktober 2016 menunjukkan jalur hijau menempati posisi terbanyak disusul jalur kuning dan jalur merah.

Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi menyatakan peningkatan Pengajuan Impor Barang (PIB) jalur hijau memang memberikan kontribusi terhadap perbaikan angka dwelling time.

“Kita juga harus melihat dari data impor sebelumnya yang tertinggi jenis barangnya apa,” tutur Yukki kepada Bisnis, Selasa (1/11/2016).

Dia menyatakan jalur prioritas hiaju sangat baik jika bisa mencapai angka 71,5% dan umumnya yang memanfaatkan adalah industri manufaktur.

Selain itu, Yukki mengimbau sebaiknya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan meniadakan jalur kuning, sehingga barang bisa lebih mudah masuk.

“Kalau dilihat dari persentase kuning dan merah digabung pun masih sekitar 28%, tetapi setidaknya pencapaian sekarang menurut saya sudah memberikan dampak terhadap penurunan dwelling time,” terangnya.

Dia menegaskan jika Ditjen Bea dan Cukai mampu mempertahankan prestasi tersebut, dia optimistis secara bertahap dwelling time bisa turun sesuai target yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo, yaitu dibawah 3 hari.

“Kalau dipertahakan seperti ini saya rasa sudah cukup baik, karena masih tetap ada jenis komoditas yang memerlukan pemeriksaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Jalur Prioritas, Edward Otto Kanter menyatakan saat ini dwelling time pengusaha jalur prioritas berada pada angka 3,2 hari dari target 2,5 hari.

Dia berharap ke depannya, sistem Indonesia National Single Window (INSW) bisa mengintegrasikan antar kementerian dan lembaga sehingga semakin melancarkan kegiatan ekspor-impor.

“Kami berterima kasih kepada Bea dan Cukai yang berperan aktif dalam piloting proyek pengembangan sistem MPNG2, PIB, dan PEB versi baru,” kata Edward.

Sebelumnya, Susiwijono, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Organisasi, Birokrasi dan Teknologi Informasi menjelaskan bahwa secara tren dwelling time ini terus mengalami penurunan.

Data terakhir rata-rata dwelling time adalah 3,3 hari. adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dwelling time antara lain; precustoms clearance, custom clearance, dan postcustom clearance.

Custom clearance sendiri, hanya berkontribusi paling banyak 0,5 hari pada dwelling time,” ujar Susiwijono.

Dia menegaskan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menerapkan kebijakan Indonesia Single Risk Management (ISRM) yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektivitas pengawasan dalam proses ekspor serta impot.

“Dengan diterapkannya ISRM seluruh kementerian dan lembaga, para pelaku usaha nantinya akan memiliki identitas yang satu untuk menjalani proses bisnis,” imbuhnya.

sumber: bisnis.com

BC yakin INSW perbaiki rating RI untuk kemudahan berbisnis

130703_pelabuhan-tanjung-priok-1

 

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menilai penerapan Indonesia National Single Window memperbaiki peringkat Indonesia dalam Ease on Doing Business 2017.

Direktur Kapabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai Robert Leonard Marbun menyatakan menjelaskan Indonesian National Single Window (INSW) merupakan sistem elektronik yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan kegiatan impor dan ekspor melalui pengintegrasian perizinan.

“Menindaklanjuti amanat paket kebijakan ekonomi dan ditujukan untuk melaksanakan kemudahan berusaha yang menjadi kriteria penilaian EoDB, khususnya terkait dengan dokumen ekspor impor dan kepabeanan, INSW saat ini telah menyediakan data realisasi impor untuk kepentingan post audit, khususnya terkait produk yang wajib Standar Nasional Indonesia,” ungkap Robert melalui siaran pers, Minggu (30/10/2016).

Robert menjelaskan INSW juga telah menjalankan amanat untuk mengintegrasikan sistem Inaportnet, menerapkan Indonesia Single Risk Management, dan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi INSW secara nasional.

INSW yang beroperasi sejak 2007 merupakan tindak lanjut dari deklarasi Bali Concord Tahun 2003. Saat itu para Pemimpin Negara-Negara ASEAN berkomitmen untuk membentuk ASEAN Single Window (ASW).

Kini INSW telah diterapkan secara mandatori pada 21 kantor pelayanan Bea Cukai dan melayani lebih dari 92 persen total transaksi ekspor dan impor nasional.

Sebagai informasi, Bank Dunia merilis peringkat kemudahan berusaha di seluruh negara, Easy of Doing Business (EoDB) di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (25/10/2016).

EoDB 2017 mencatat kenaikan peringkat Indonesia dalam hal kemudahan berusaha di peringkat 91 dunia, di mana posisi ini naik 15 peringkat dibandingkan pencapaian tahun lalu.

Kenaikan peringkat Indonesia tahun ini lantaran Bank Dunia memperhitungkan reformasi kebijakan yang dibuat pemerintah dalam satu tahun terakhir.

Dalam survei itu Bank Dunia pun menilai proses ekspor dan impor di Indonesia semakin mudah. Hal ini seiring dengan perbaikan layanan Bea Cukai serta penyerahan dokumen di bawah kebijakan satu atap dengan diterapkannya INSW.

Untuk menyusun peringkat EoDB, Bank Dunia menggunakan sepuluh indikator yakni kemudahan memulai usaha, kemudahan memperoleh sambungan listrik, pembayaran pajak, pemenuhan kontrak, penyelesaian kepailitan, pencatatan tanah dan bangunan, permasalahan izin pembangunan, kemudahan memperoleh kredit, perlindungan investor, dan perdagangan lintas negara.

Selain melalui layanan satu atap, Bea Cukai juga berperan dalam memperbaiki kualitas indikator Indonesia, yakni dengan bekerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam hal izin investasi tiga jam dan pembangunan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang selain berfungsi dalam mengefesienkan biaya impor barang modal juga mempercepat arus logistik.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi berpendapat dalam dua tahun terakhir harus diakui ada proses dan keinginan yang kuat dari pemerintah untuk menyederhanakan proses perizinan membuka usaha.

“Masalah perizinan ini sudah menjadi pembicaraan banyak pihak, dan pemerintah sekarang dan sejak awal bekerja sudah mulai melakikan izin yang lebih cepat dan memotong hari proses perizinan terutama yang berkaitan dengan izin yang berkaitan dengan investasi,” jelas Yukki kepada Bisnis, Rabu (26/10/2016).

Menurut Yukki sangat wajar jika Jakarta dan Surabaya mendapatkan apresiasi khusus sebagai dua kota terbaik yang menopang perbaikan peringkat Indonesia dalam survei EoDB 2017.

Dia menilai Jakarta dan Surabaya memang menjadi kota besar di Indonesia dengan pertumbuhan investasi tertinggi dalam dua tahun terakhir.

Dia menilai, peringkat ini tidak berkaitan dengan Logistic Performance Index yang sama-sama dikeluarkan Bank Dunia, dan peringkat kita memburuk.

Sebagai informasi, dalam rilis Logistic Performance Index (LPI) 2016 Indonesia menduduki peringkat 63, turun 10 peringkat dari posisi sebelumnya peringkat 53 pada 2014.

sumber: bisnis.com

 

 

GINSI keluhkan tarif liar importasi LCL di Priok

Sekjen Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI) Achmad Ridwan Tento mendesak Kementerian Perhubungan turun tangan tangani tarif liar cargo impor berstatus less than container load (LCL) di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Ridwan mendesak formulasi, komponen dan tarif layanan kargo impor harus dievaluasi hingga tercapai kesepakatan tarif baru antar penyedia dan pengguna jasa guna menghilangkan praktik kutipan liar di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

“Sesuai perintah Presiden Jokowi, pungutan liar (pungli) harus diberangus. Nah ini kesempatan untuk menertibkan praktek kutipan liar yang tidak memiliki dasar hukumnya di Pelabuhan Priok,” ujar Ridwan.

Menurutnya, instansi terkait sulit mengawasi praktik yang masuk kategori pungutan liar (pungli) dalam layanan impor tersebut sebab tidak memilik acuan tariff, kalaupun ada jasa soal layanan impor LCL itu sudah kedaluarsa sejak 2010 namun tarif liar pada layanan kargo impor tersebut masih saja berlangsung sampai sekarang.

Akibat praktek pungli tersebut, kata Ridwan, yang paling dirugikan atas kondisi seperti ini adalah perusahaan importir yang melakukan pemasukan barang melalui pelabuhan Priok dengan status importasi LCL. “Kami pengurus GINSI sudah sering mengeluhkan pungli layanan importasi LCL di Priok itu tapi tidak ada perubahan hingga kini,” tuturnya.

Dikatakannya, seharusnya yang melakukan pengawasan tarif tersebut Otoritas Pelabuhan (OP). Tetapi bagaimana mau ngawasin kalau kesepakatan tarif nya sudah tidak berlaku lagi.

GINSI berharap agar tarifya menjadi single billing dan harus ada kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan. Penyederhanaan sistem tarif atau melalui single billing layanan kargo impor LCL di Priok bisa diterapkan dengan mekanisme operator gudang langsung menagihkan kepada pemilik barang.

Selama ini dalam praktek pungli tersebut, sistem penagihan layanan LCL impor yakni operator gudang yang nagih ke perusahaan forwarder, kemudian forwarder menagih ke pengguna jasa.

Padahal sesuai dengan kesepakatan asosiasi penyedia dan pengguna jasa Pelabuhan Priok pada tahun 2010, komponen biaya LCL cargo impor yang sudah disepakati untuk forwarder charges a.l CFS charges, DO charges, agency charges, dan administrasi.

Adapun biaya local charges untuk layanan LCL kargo impor hanya diberlakukan komponen tarif a.l delivery, mekanis, cargo shifting, surveyor, penumpukan, administrasi, behandle dan surcharges.

Namun, di luar komponen tersebut masih ada pemilik barang impor yang dikutip komponen biaya tambahan seperti devaning atau pecah pos yang mencapai Rp2,13 juta/cbm, biaya lain-lain Rp2,8 juta/dokumen, serta administrasi delivery order (DO) Rp1,45 juta.

Kian liarnya kutipan biaya penanganan kargo impor berstatus LCL di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini, diduga lemahnya pengawasan operator dan instansi terkait akibat tidak adanya fasilitas terpadu dalam penanganan layanan jenis kargo impor tersebut.

Sumber:poskotanews.com

 

tmp_18347-peti-kemas-priok463040400