Impor ditertibkan berisiko kelangkaan

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupaya menciptakan iklim usaha yang sehat dengan menertibkan praktik impor berisiko tinggi.

JAKARTA (alfijakarta): Direktur Eksekutif Center Indonesia of Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, adanya penertiban impor berisiko tinggi ini akan memperketat masuknya impor barang berisiko tinggi.

Namun, di sisi lain, kebijakan ini akan membuat potensi kelangkaan barang yang selama diimpor secara borongan.

Dengan demikian, menurut dia, perlu ada solusi atau jalan tengah agar impor walaupun tertib, tetapi tetap mudah.

“Perlu dicari solusi bagaimana barang bisa masuk prosedural dalam waktu cepat, dan kita manfaatkan untuk menciptakan substitusi domestiknya,” kata Yustinus kepada Kontan.co.id, Senin (28/8).

Ia melanjutkan, hambatan-hambatan impor yang ada saat ini harus ditiadakan supaya bisa masuk sesuai aturan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, di Priok, saat ini beroperasi kewenangan dari 15 kementerian dan tiga lembaga yang masing-masing punya standar sendiri.

“Bisa hijau dari 1 kementerian, tapi merah di kementerian lain. Kami akan standarkan ini. Tidak bisa lain-lain. Harus sama standarnya,” ujar dia.

Ia memaparkan, standar yang sama ini adalah untuk menurunkan lartas atau larangan terbatas ekspor dan impor.

Ia bilang, separuh dari barang yang diimpor oleh Indonesia atau kira-kira 11 ribu HS, separuhnya ada lartasnya.

“Di negara tetangga, Malaysia, Thailand lartasnya 17%, di Indonesia 49%. Tidak aturannya dihilangkan 100%, tapi jangan sampai barang boleh lewat hanya kalau izinnya keluar. Itu tanggung jawab kementeriannya,” kata Darmin. (kontan/ac)