PMK terbaru tentang Tidak Dipungut Cukai keluar

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru tentang Tidak Dipungut Cukai. Melalui PMK No 59/PMK.04/2017 berlaku 1 Agustus 2017 Kemenkeu melakukan perubahan terhadap beberapa substansi di antaranya memperjelas kriteria cukai tidak dipungut atas barang kena cukai (BKC).

Selain itu, penambahan beberapa materi terkait tanggung jawab terhadap pengeluaran dan pemasukan BKC yang tidak dipungut cukai, dan terakhir menambah materi tentang dokumen dokumen yang digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, Robert Leonard Marbun mengungkapkan, untuk mendukung implementasi PMK 59/PMK.04/2017, Direktorat Jenderal Bea Cukai juga telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai No PER-18/BC/2017 tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai yang mulai diberlakukan mulai 6 Agustus 2017.

“Peraturan ini bersifat mengganti peraturan tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai terdahulu. Harapannya dapat semakin memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan dan tertib administrasi di bidang cukai, serta mengakomodir perkembangan industri barang kena cukai,” terang dia.

Selain menambahkan beberapa substansi, dalam peraturan terbaru ini turut disempurnakan materi terkait obyek-obyek cukai yang tidak dipungut cukainya. Di antaranya barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang musnah karena keadaan darurat.

Di dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa akan diberikan toleransi terhadap perbedaan jumlah ataupun volume sebesar 0,5% dari jumlah barang kena cukai, yang seharusnya dalam beberapa kondisi tertentu yang diatur dalam peraturan terbaru ini.

Robert menambahkan, dengan terbitnya peraturan terbaru terkait tata cara tidak dipungut cukai diharapkan dapat meningkatkan pelayanan di bidang cukai. Sehingga terdapat keseragaman dalam pelaksanaan tidak dipungutnya cukai oleh kantor-kantor bea cukai yang melakukan pengawasan terhadap para pengusaha cukai.

“Selain untuk memberikan kepastian hukum, pemberlakukan peraturan ini juga diharapkan dapat meningkatkan tata tertib administrasi para pengusaha barang kena cukai,” terang Robert.

Dia menuturkan, agar peraturan ini dapat diimplementasikan dengan baik, diharapkan para pengusaha di bidang cukai dapat terus mengikuti perkembangan terbaru terkait peraturan di bidang cukai.

Selain itu, para pengusaha di bidang cukai dapat berkonsultasi kepada para petugas Bea Cukai baik dengan mendatangi kantor Bea Cukai atau dengan menghubungi pusat kontak layanan Bravo Bea Cukai 1500225.

sumber: sindonews.com

Hutchison: proses perpanjangan kontrak JICT transparan & sesuai ketentuan

Hutchison Ports dan PT Pelindo II mengumumkan selama 18 tahun bermitra sejak 1999 telah melakukan investasi lebih dari 330 juta dolar AS atau sekitar Rp4,4 triliun dalam bentuk peralatan baru, teknologi dan infrastruktur pendukung lainnya di PT Jakarta International Container Terminal (JICT).

“Berkat investasi tersebut, JICT berubah menjadi terminal petikemas terbaik di Indonesia maupun di Asia,” kata Chief Executive Officer PT Hutchison Port Indonesia (HPI), Rianti Ang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (11/8).

Rianti Ang juga menyampaikan pihaknya kecewa terhadap aksi industrial yang dilakukan oleh Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) baru-baru ini. “Akibat mogok kerja selama lima hari, pengoperasian terminal petikemas JICT terhenti, ” katanya.

Padahal, lanjutnya, sebagai mitra PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II pihaknya berhasil mengubah JICT menjadi terminal petikemas kelas dunia. JICT juga telah memberikan peningkatan yang sangat signifikan dalam hal kesejahteraan karyawannya.

“Karena itu, kami sangat percaya kepada manajemen JICT untuk menyelesaikan insiden yang sangat disayangkan ini melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan ketenagakerjaan,” katanya.

Meski begitu, dia menilai kejadian industrial itu terjadi tidak sampai mengganggu kegiatan operasi dan pelayanan pelanggan JICT di Pelabuhan Tanjung Priok.

Mengenai perpanjangan kerja sama antara JICT, Hutchison Ports and PT Pelindo II, Hutchison Ports berpendapat bahwa proses tersebut telah dilaksanakan secara transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait.

“Perpanjangan kontrak dilakukan untuk meningkatkan kapasitas JICT dan mendukung visi pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur pelabuhan di Indonesia,” ujarnya.

Tetap berkomitmen

Sebagai investor yang telah lama di Indonesia, ke depan Hutchison Ports, menegaskan tetap berkomitmen untuk terus melanjutkan keterlibatannya di Indonesia.

Hutchison Ports menilai bahwa apa yang terjadi di JICT tidak dapat disamaratakan atau digeneralisasi sebagai suatu kondisi yang mencerminkan keadaan di Indonesia.

Hutchison Ports tetap yakin bahwa Pemerintah Indonesia akan secara serius menyelesaikan persoalan yang merusak citra Indonesia di dunia internasional.

“Kami juga ingin menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia, Pelindo II dan direksi JICT atas dukungan dan kerja sama selama berlangsungnya aksi industrial yang dilakukan oleh pekerja JICT,” katanya.

PT JICT merupakan perusahaan afiliasi perseroan yang didirikan pada tahun 1999. Sahamnya mayoritas dimiliki Hutchison Port Holding Group (HPH Group) sebesar 51 persen, sisanya 48,9 persen PT Pelindo II dan 0,1 persen dimiliki Koperasi Pegawai Maritim.

Bidang usaha PT JICT adalah pelayanan bongkar muat petikemas baik ekspor maupun impor di Pelabuhan Tanjung Priok.

Pada awal berdirinya, PT JICT mampu menangani 1,8 juta TEUs dan meningkat hingga 2,4 juta TEUs pada akhir 2007.

Dengan lingkup operasional dan kapasitas yang ada, PT JICT merupakan terminal petikemas terbesar dan tersibuk di Indonesia.

Dengan penambahan dermaga sepanjang 552 m dan lapangan penumpukan seluas 3,5 Ha, kini PT JICT mampu melayani arus petikemas melalui Pelabuhan Tanjung Priok hingga tiga juta TEUs per tahun.

sumber: republika/antara