Arsip Tag: Ekspor Impor

ALFI Ajak Jaga Momentum Perbaikan Ekonomi Nasional

Jakarta– Pelaku logistik mengajak semua pihak dapat menjaga momentum perbaikan perekonomian nasional saat ini, ditengah situasi Pandemi Covid-19 didalam negeri yang terus terkendali.

Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi, mengatakan kinerja ekspor impor yang terus tumbuh hingga saat ini turut mendongkrak surplus perdagangan Indonesia.

“Akselerasi pemulihan perekonomian yang  positif ini mesti sama-sama kita jaga. Pelaku logistik tetap optimistis kinerja ekspor impor akan semakin membaik kedepannya,” ujar Yukki, Selasa (19/4/2022).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Maret tahun ini surplus seiring kinerja ekspor yang tumbuh 29,42% dibandingkan bulan sebelumnya mencapai US$ 26,5 miliar dan impor yang tumbuh 32,02% mencapai US$ 21,97 miliar.

Menurut Yukki, kinerja logistik ekspor impor masih akan terus tumbuh hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1443 H/Lebaran 2022 dan setelah itu akan mengalami fase penurunan sesaat lantaran masa Libur Lebaran.

Disisi lain, antusiasme masyarakat untuk melakukan mudik/pulang kampung pada musim Lebaran tahun ini juga sangat besar setelah dalam dua tahun terakhir tidak melakukan mudik akibat lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di tanah air.

Dia mengatakan, penurunan sesaat terhadap aktivitas logistik ekspor impor itu juga dipengaruhi adanya pengaturan/pembatasan jam operasional dan ruas jalan yang bisa dilalui truk pengangkut logistik selama masa angkutan Lebaran tahun ini.

Namun diperkirakan kondisi penurunan aktivitas logistik itu hanya bersifat sementara, karena setelah (Libur Lebaran) itu akan normal kembali bahkan cenderung kembali naik. Tetapi saat menjelang Hari Raya Idul Adha pada awal Juli mendatang akan terjadi penurunan lagi. Namun estimasi tersebut harus mencermati dua hal yakni tetkait kondisi perang Rusia dan Ukrania, inflasi dan daya beli masyarakat setelah Hari Raya itu,” ungkap Yukki.

Yukki mengemukakan, pertumbuhan ekonomi yang didorong kinerja logistik ekspor impor nasional hingga saat ini juga tidak terlepas dari aktivitas masyarakat dan bisnis di hampir semua sektor yang kembali bergerak normal.

“Kinerja logistik nasional juga akan terus tumbuh seiring semakin membaiknya kondisi aktivitas masyarakat saat ini,” paparnya.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, nilai ekspor Indonesia pada Maret 2022 mencapai US$26,50 miliar atau naik 29,42 persen dibanding ekspor Februari 2022.

Bahkan jika dibanding Maret 2021 nilai ekspor pada Maret 2022 itu mengalami kenaikan sebesar 44,36 persen.

BPS juga menyebutkan, bahwa ekspor nonmigas Maret 2022 mencapai US$25,09 miliar, naik 28,82 persen dibanding Februari 2022, dan naik 43,82 persen dibanding ekspor nonmigas Maret 2021.

Ekspor nonmigas Maret 2022 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$5,48 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,83 miliar dan India US$2,06 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 41,34 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$4,98 miliar dan US$1,86 miliar.

Sedangkan menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–Maret 2022 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$9,58 miliar (14,48 persen), diikuti Jawa Timur US$6,87 miliar (10,39 persen) dan Kalimantan Timur US$6,17 miliar (9,33 persen).

Adapun Nilai impor Indonesia pada Maret 2022 mencapai US$21,97 miliar, naik 32,02 persen dibanding Februari 2022 atau naik 30,85 persen dibanding Maret 2021.

Impor migas Maret 2022 senilai US$3,49 miliar, naik 20,33 persen dibanding Februari 2022 atau naik 53,22 persen dibanding Maret 2021.

Untuk impor nonmigas Maret 2022 senilai US$18,48 miliar, naik 34,50 persen dibanding Februari 2022 atau naik 27,34 persen dibanding Maret 2021.(*)

Ekspor Impor Melejit, Ativitas Logistik Tumbuh

ALFIJAK – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) meyakini aktivitas logistik sepanjang 2022 akan terus tumbuh meskipun ditengah situasi Pandemi Covid-19 yang belum berakhir akibat varian baru Omicron.

Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi, mengungkapkan jika dibanding tahun lalu (2021) pada tahun ini, diprediksikan kegiatan logistik akan terus tumbuh.

“Kami pelaku usaha logistik optimistis dengan pertumbuhan itu. Apalagi neraca perdagangan kita juga masih surplus sepanjang Januari 2022 jika dibanding periode yang sama tahun lalu. Begitupun dengan ekspor impor di awal tahun 2022 juga masih beranjak naik ketimbang periode yang sama tahun lalu,” ujar Yukki pada Rabu (16/2/2022).

Namun, menurut Yukki, pelambatan arus logistik kemungkinan akan terjadi sesaat pada tiga pekan menjelang Lebaran Idul Fitri, dan kemudian akan naik lagi sampai dengan Januari 2023.

Yukki yang juga Chairman Asean Freight Forwarders Association (AFFA) itu mengatakan saat ini pola bisnis dan perdagangan juga telah berubah. Bahkan, kalangan industri telah melakukan berbagai perubahan dalam aktivitasnya lantaran mereka tidak hanya melihat dari sisi logistik tetapi juga rantai pasok.

“Oleh sebab itu transformasi digital yang dilakukan sektor logistik merupakan sebuah keharusan dan dinilai bisa menjadi katalis untuk bisa bertahan hingga melakukan berbagai ekspansi terutama selama pandemi Covid-19,” ujar Yukki Nugrahawan Hanafi.

Sebagai pelaku usaha logistik, Yukki mengapresiasi berbagai upaya dan langkah yang telah dilakukan Pemerintah RI guna mendongkrak kinerja perdagangan dan industri maupun investasi di tanah air sehingga hal itupun berimbas pada pertumbuhan aktivitas logistik ekspor impor nasional.

Berdasarkan data <span;>Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa nilai ekspor Indonesia pada Januari 2022 mencapai US$19,16 miliar atau tumbuh 25,31% jika dibandingkan dengan periode Januari 2021.

Adapun ekspor nonmigas pada Januari 2022 mencapai US$18,26 miliar, atau naik 26,74 persen dibanding ekspor nonmigas pada Januari 2021.

Ekspor nonmigas Januari 2022 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$3,51 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,56 miliar dan Jepang US$1,51 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 41,57 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$3,34 miliar dan US$1,70 miliar.

Adapun menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari 2022 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$3,11 miliar (16,21 persen), diikuti Jawa Timur US$1,88 miliar (9,81 persen), dan Riau US$1,73 miliar (9,05 persen).

Sedangkan  nilai impor Indonesia pada Januari 2022 mencapai US$18,23 miliar, atau naik 36,77 persen jika dibandingkan pada Januari 2021.

Impor migas Januari 2022 senilai US$2,23 miliar, atau naik 43,66 persen dibandingkan Januari 2021. Impor nonmigas Januari 2022 senilai US$16,00 miliar, atau naik 35,86 persen dibandingkan Januari 2021.

Adapun tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari 2022 adalah Tiongkok US$5,85 miliar (36,55 persen), Jepang US$1,39 miliar (8,67 persen), dan Thailand US$0,93 miliar (5,84 persen). Impor nonmigas dari ASEAN US$2,75 miliar (17,17 persen) dan Uni Eropa US$0,94 miliar (5,84 persen).(*)

Usulan ALFI untuk Mengatasi Kelangkaan Peti Kemas & Kelancaran Logistik Ekspor Impor

ALFIJAK– Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyampaikan beberapa usulan kepada  Pemerintah untuk  mengatasi persoalan kelangkaan peti kemas guna  mendorong kelancaran arus barang ekspor impor.

Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi, mengatakan kelangkaan petikemas   ini harus dicarikan solusi karena telah  mendorong kenaikan harga  freight yang sangat ekstrim pada sejumlah rute pengiriman internasional dan  mengakibatkan  kenaikan harga logistik.

Usul ALFI itu yakni: Pertama, mengoptimalkan utilisasi perputaran peti kemas dengan mengupayakan pengeluaran atau pemanfaatan peti kemas dengan status un-clearence (belum ada clearance) di setiap terminal Pelabuhan.  Kemudian, pihak pelayaran juga secara transparan menyampaikan laporan lebih awal kepada eksportir dan instansi terkait jika memang kapasitas muat mereka bermasalah atau sudah penuh booking oleh eksportir.  Kapasitas muat kapal utamakan peti kemas isi barang bukan peti kemas kosong (reposition).

Kedua, diberikan relaksasi / kemudahan untuk pengalihan barang ekspor / finished goods dari pabrik ke gudang logistik, jika pabrik ada fasilitas pabean (KB atau  KITE) maka telah di dukung pihak BC untuk memberikan kemudahan proses ijin relokasi sementara ini dari KB / KITE ke lokasi gudang PLB, TPS atau TLDDP (gudang umum dengan jaminan). Selain itu, pengendalian teknis sarana muat peti kemas dan ketersediaan peti kemas  dapat diawasi dan dimonitor oleh instansi terkait maupun pengguna jasa.

Ketiga, optimalisasi keterlibatan pelaku logistik swasta nasional untuk mendukung proyek infrastruktur pemerintah. Dalam kaitan ini, percepatan dan kemudahan perijinan kegiatan berusaha segera dapat dirasakan pelaku usaha tanpa mengabaikan kepentingan negara yang lebih besar (praktik monopoli, larangan / pembatasan ekspor / impor dan sebagainya).

Keempat, pemberian subsidi kepada eksportir, khususnya komoditas yang memiliki daya saing tinggi (RCA >1) sehingga mampu mengubah cara pembayaran ekspor dari FOB menjadi CIF dan memiliki bargaining terhadap buyer di luar negeri.

Kelima, memberikan subsidi kepada operator pelayaran sehingga mau melakukan repositioning (repo) kontainer kosong yang masih tertahan di beberapa tempat.

Di sisi lain,  menurut kajian ALFI , sedikitnya  terdapat tujuh sumber masalah penyebab  kelangkaan peti kemas yakni;

Pertama, shipping dengan kontainer / peti kemas diperlukan untuk aktivitas ekspor impor komoditas yang berupa produk jadi. Aktivitas ekspor komoditas SDA Indonesia seperti Batubara dan CPO tidak menggunakan kontainer, namun menggunakan Bulk Dry Cargo atau Bulk Liquid Cargo.

Kedua, ketersediaan kontainer di suatu negara salah satunya bergantung pada frekuensi impornya. Kontainer cenderung banyak bergerak ke Amerika seiring dengan impornya yang tinggi, sementara di Indonesia lebih sedikit.

Ketiga, selama pandemi COVID-19, terjadi penurunan impor Indonesia yang berakibat lebih sedikitnya kontainer yang masuk ke Indonesia. Dengan keterbatasan kontainer, pelaku usaha eksportir dan importir di Indonesia merasa kelangkaan kontainer, terutama ukuran 40 feet/ 40 feet highcube. Lebih lanjut, tekanan kenaikan biaya angkut tidak dapat mengkompensasi nilai tambah komoditas yang di ekspor.

Keempat, operator shipping line memberi klien free time window atau waktu ekstra secara gratis untuk menyimpan kargo mereka di dalam peti kemas di pelabuhan untuk mempertahankan hubungan bisnis.

Kelima, operator shipping line di Amerika Serikat mengurangi free time window  tersebut dan membebankan biaya tambahan  pembongkaran kontainer untuk mendorong kontainer kembali ke Asia secepat mungkin untuk pengiriman berikutnya.

“Namun, importir AS tidak dapat menemukan kapasitas truk yang cukup untuk mengosongkan kontainer,” ucap Yukki.

Keenam, para pelaku eksportir Asia menekan harga dengan memesan kontainer di muka, memesan ruang di kapal, dan menegosiasikan tarif dengan menggunakan kontrak kontainer yang terhubung dengan indeks dan alat manajemen risiko.

Ketujuh, pemerintah Tiongkok melakukan intervensi harga dan meminta Costco (perusahaan container milik Tiongkok dengan market share dunia 35%) untuk menahan harganya yang diharapkan dapat menahan kenaikan harga kontainer.

Menurut Yukki, hal ini semakin diperparah karena selama masa Pandemi terjadi aktivitas penurunan impor Indonesia yang menyebabkan kelangkaan kontainer terutama 40 feet untuk ekspor.

“Impor Indonesia yang lebih kecil tersebut menyebabkan rendahnya jumlah kontainer yang masuk ke Indonesia, selain itu terjadinya ketidakseimbangan arus kontainer ekspor dan impor Amerika Asia menaikkan harga container,” tuturnya.

Dia mengatakan, berdasarkan kondisi-kondisi tersebut kelancaran arus barang ekspor dan Impor di Indonesia dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 saat ini masih harus berhadapan dengan isu-isu dilapangan, yaitu: soal kelangkaan peti kemas (shortage container), tidak tersedianya space di kapal (full book).

Disamping itu, isu penumpukan barang ekspor dilokasi pabrik yang bisa mengakibatkan stop produksi, serta lemahnya ekosistem data/komunikasi antar pelaku moda transport, pemilik barang, forwarder, dan Instansi/Lembaga Pemerintah terkait.

Yukki mengatakan, meskipun begitu, situasi kelangkaan kontainer yang juga dialami  negara-negara di dunia diperkirakan akan mulai berkurang hingga akhir 2022. Apalagi, Indonesia termasuk negara yang dinilai paling siap menghadapi persoalan tersebut. Karena tidak mengalami lockdown dalam mengatasi Pandemi.

Selain masalah kelangkaan kontainer,  ALFI  telah menerima sejumlah  laporan berupa  kendala terkait  masalah di sektor logistik seperti tidak tersedia space di kapal karena full book, bahkan sempat ada penumpukan barang ekspor di lokasi pabrik yang bisa mengakibatkan stop produksi, hingga masih lemahnya ekosistem data di antara pelaku moda transportasi, pemilik barang, forwarder, dan instansi terkait.

“Di sisi lain, kelancaran arus barang ekspor dan impor serta pembiayaannya dalam situasi pandemi yang dialami dunia saat ini menjadi kunci meningkatkan kinerja ekspor nasional,” ujar Yukki. (*)

Periode Juli 2020, Ekspor Menguat & Impor Lesu

ALFIJAK – Kementerian Perdagangan mengungkapkan, aktivitas ekspor Indonesia pada periode Juli 2020 mengalami peningkatan sebesar 14,3% menjadi US$13,7 miliar dibandingkan dengan Juni 2020. Sedangkan impornya justru menurun sebesar 2,7% dibandingkan Juni 2020.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, kenaikan ekspor dan penurunan impor ini disebabkan pelaku ekonomi lebih mengoptimalkan ketersediaan bahan baku dalam negeri untuk berproduksi.

“Kami mulai melihat penguatan rantai nilai domestik di mana para pelaku ekonomi lebih mengoptimalkan ketersedian produk-produk di dalam negeri. Momentum penguatan rantai nilai domestik ini harus dipertahankan sebagai motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkap Agus di Jakarta, Minggu (23/8/2020).

Agus mengatakan ekspor yang menguat membuat neraca dagang Indonesia surplus US$3,3 miliar atau naik dibandingkan Juni 2020 yang surplus US$1,2 miliar. Menurut Agus, meningkatnya surplus neraca dagang ini berasal dari perbaikan neraca perdagangan nonmigas dengan mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, serta Singapura.

“Peningkatan tersebut didorong perbaikan neraca perdagangan nonmigas dengan mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura. Bahkan neraca nonmigas Indonesia dengan Singapura pada Juli 2020 kembali surplus, setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit,” jelasnya.

Agus juga mengatakan nerara dagang sepanjang Januari-Juli 2020 juga mengalami surplus US$8,7 miliar atau lebih baik dari periode yang sama pada 2019 defisit US$ 2,2 miliar.

Perbaikan neraca perdagangan ini dikarenakan terjadinya penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan penurunan ekspornya,” ucapnya.(sumber: warta ekonomi)