Wajib setor uang jaminan ke kantor pabean beratkan usaha PPJK

Sedikitnya 3.500 perusahaan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) di seluruh Indonesia terancam tutup, menyusul Keputusan Dirjen Bea dan Cukai yang mewajibkan setoran uang jaminan ke setiap kantor pabean.

JAKARTA (alfijak): Adil Karim, Sekretaris Umum DPW Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI) DKI, mengungkapkan di wilayah DKI Jakarta saja sekitar 700 PPJK terancam kolaps karena dipastikan tidak akan mampu menyetorkan uang jaminan ke kantor Bea Cukai Tanjung Priok, Bandara Soekarno-Hatta, Halim Perdana Kusuma, Marunda, Pasar Baru dan Kantor Bea Cukai Jakarta.

Kewajiban PPJK menyetor uang jaminan ke setiap kantor pabean itu, kata Adil, sangat memberatkan usaha PPJK yang umumnya tergolong pengusaha kecil menengah.

Sebelumnya, PPJK hanya diwajibkan menyetor uang jaminan ke satu kantor pabean agar dapat melakukan kegiatan di seluruh wilayah kantor pabean di Indonesia.

Namun, kini mereka harus menyetor uang jaminan itu ke seluruh kantor pabean yang besarannya Rp50 juta hingga Rp250 juta. Jadi bila mau melakukan kegiatan di enam kantor pabean Jakarta, PPJK harus menyerahkan total uang jaminan sekitar Rp1,5 miliar.

“Ada indikasi dengan terbitnya keputusan Dirjen Bea Cukai tersebut sengaja untuk mematikan usaha PPJK sehingga dapat membatasi jumlah perusahaan,” ujar Adil kepada Translogtoday, Selasa (2/1).

Tanpa Sosialisasi

Keputusan mewajibkan setor uang jaminan itu ditetapkan melalui Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No PER-04 /BC/ 2017, yang menurut Adil tanpa sosialisasi sebagaimana seharusnya.

Dia mengatakan PPJK selama ini lebih banyak menggunakan costums bond melalui jaminan perusahaan asuransi dan tidak pernah ada masalah atau hingga kini belum ada klaim dari Bea Cukai kepada perusahaan asuransi.

PPJK menggunakan customs bond dalam 18 tahun terakhir dengan tiga perusahaan asuransi, yakni PT ASEI, PT Jasa Raharja dan Perum Jamkrindo.

Dalam keputusan Dirjen BC disebutkan bahwa masing-masing uang jaminan untuk Kantor Pelayanan Utama dan kantor pengawasan pelayanan BC tipe madya pabean Rp250 juta, kantor pengawasan dan pelayanan tipe madya pabean A Rp150 juta, kantor pengawasan dan pelayanan BC tipe madya pabean B Rp100 juta, dan tipe madya pabean C Rp50 juta.

Uang jaminan tadi bisa berupa uang tunai, jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi. Uang jaminan tersebut menjadi persyaratan setiap PPJK melakukan registrasi tahunan.

Padahal, tutur Adil, sekitar 700 PPJK anggota ALFI DKI tergolong pengusaha UKM. “Omzetnya saja ada yang tidak sampai Rp1 milar per tahun,” ungkapnya.

Menurut Adil, ALFI memahami uang jaminan itu penting untuk mengantisipasi jika ada PPJK nakal, misalnya kabur sebelum menyelesaikan kewajibannya, seperti bayar bea masuk dan sejenisnya tapi jangan terlalu memberatkan.

“Kalau Bea Cukai memperketat aturan uang jaminan karena khawatir banyak PPJK nakal juga tidak tepat. Sebab dari hasil evaluasi kami terhadap tiga perusahaan asuransi yang kerja sama dengan ALFI DKI (menjamin custom bond) terbukti belum pernah asuransi tersebut membayar klaim pada Bea Cukai. Ini berarti selama ini PPJK selalu memenuhi kewajibannya,” tegas Adil. (translogtoday.com/ac)

Pemerintah siapkan kemudahan impor bahan baku bagi IKM

Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan relaksasi impor bagi industri kecil dan menengah (IKM). Regulasi tersebut diharapkan memudahkan para pebisnis di segmen mikro untuk mendapatkan bahan baku dan mendukung peningkatan kapasitas produksi.

JAKARTA (alfijak): “Bagi IKM kita yang memiliki kendala terhadap finansial dan administrasi dalam melakukan impor secara langsung, bakal diberikan relaksasi tata niaga maupun kemudahan impor bahan baku,” kata Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (30/12) lalu.

Untuk mendongkrak daya saing IKM nasional lebih kompetitif di kancah global, salah satu langkah strategis yang saat ini perlu dilakukan segera, adalah pengadaan bahan baku impor dengan jenis dan jumlah sesuai kebutuhan. Serta sesuai kemampuan pembayaran dari para pelaku IKM.

“Kami yakin upaya itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengembangan industri nasional, khususnya sektor IKM,” ungkapnya.

Selain itu, kata Gati, langkah ini juga untuk memacu minat investor menambah modalnya dalam rangka peningkatan kapasitas produksi atau membuat pabrik baru di Indonesia. Untuk mewujudkannya, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi IKM dapat melakukan impor melalui indentor atau Pusat Logistik Berikat (PLB).

Barang-barang yang dikenakan pengecualian impor bagi IKM, di antaranya komoditas barang modal tidak baru untuk kelompok 1B dengan pembatasan jumlah tertentu.

Selanjutnya, impor makanan dan minuman tidak termasuk kembang gula sampai dengan 500 kg per pengiriman, obat tradisional dan suplemen kesehatan sampai dengan 500 kg, elektronika maksimal 10 unit, serta barang pribadi penumpang dan awak sarana pengangkut maksimal 10 unit.

“Sebelumnya, pemenuhan kebutuhan impor bahan baku untuk IKM dilakukan melalui mekanisme impor berisiko tinggi. Hal ini terjadi karena saat itu IKM sulit memenuhi persyaratan administrasi tata niaga maupun kapasitas minimal impor bahan baku,” papar Gati.

Menurut dia, sejak pemerintah mencanangkan program Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) pada Juli 2017, berhasil didapatkan capaian positif. Seperti tax base, bea masuk, dan pajak-pajak impor yang mengalami kenaikan cukup signifikan.

Rata-rata basis pajak meningkat sebesar 39,4 persen per dokumen impor dan pembayaran pajak impor (Bea Masuk dan PDRI) meningkat sebesar 49,8 persen per dokumen impor.

“Tak hanya itu, Industri dalam negeri juga terus mengalami kenaikan volume produksi dan penjualan terutama tekstil dan produk tekstil yang mencapai 25-30 persen, serta industri elektronika,” imbuh Gati. (prokal.co/ac)