
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) berharap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memberikan perhatian lebih dengan mendorong terciptanya dinamisasi kegiatan angkutan barang untuk mendukung konektivitas transportasi dan logistik sebagaimana yang ditargetkan Presiden Joko Widodo.
Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan mengatakan, kendati fokus program Kemenhub terkait keselamatan dan kenyamanan angkutan penumpang umum cukup penting. Namun, hendaknya Kemenhub tidak mengesampingkan kebutuhan para pelaku usaha logistik demi terciptanya usaha angkutan barang yang lebih baik dan efisien.
“Terkait dengan hal tersebut, Aptrindo siap memberikan masukan dan kritik yang membangun kepada Kemenhub. Saya juga sampaikan ucapan selamat bekerja untuk Menhub Budi Karya Sumadi dan kami sampaikan terima kasih kepada Bapak Ignasius Jonan yang selama ini juga sudah memberikan sumbangsihnya pada perkembangan usaha angkutan barang nasional,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (28/7/2016).
Gemilang mengatakan Aptrindo juga berharap hasil reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi-JK jilid II yang diumumkan kemarin (27/7), dapat memberikan angin segar berupa kebijakan baru dalam mendorong kinerja pelayanan yang jauh lebih baik di sektor transportasi dan logistik.
“Selama ini yang kami rasakan regulasi Kemenhub masih berpihak pada angkutan penumpang dan umum, padahal angkutan barang juga sama pentingnya, karena itu harus ada terobosan demi konektivitas logistik yang ideal,” tuturnya.
Dia mengatakan perbaikan pelayanan angkutan barang dalam menekan biaya logistik ini pengaruhnya sangat besar mendorong pertumbuhan perekonomian nasional lantaran kelancaran dan keamanan arus barang sangat berpengaruh langsung terhadap peningkatan daya beli masyarakat.
“Kalau arus barang lancar dan tanpa ada pungutan liar di jalan dan saat distribusi barang tentu saja hal tersebut dapat menekan cost logistic dan membuat harga barang semakin bisa bersaing sehingga daya beli masyarakat juga bertambah,” paparnya.
Gemilang juga mengatakan saat ini pengusaha truk, khususnya di DKI Jakarta mengalami permasalahan serius terkait adanya kebijakan berupa Perda DKI Jakarta No. 5/2014 tentang pembatasan usia kendaraan maksimal 10 tahun.
Padahal, kata dia, di Jakarta terdapat pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan terbesar dan dan tersibuk di Indonesia dengan volume arus barang ekspor impor dan domestik mencapai lebih dari 65% secara nasional.
Gemilang menyebutkan kegiatan truk di Jakarta secara umum adalah mengangkut barang/kontainer dari Tanjung Priok ke Jabodetabek atau sebaliknya, dengan rata rata jarak tempuh setiap hari di Jakarta adalah 150 km dengan hari kerja 25 hari dalam sebulan.
Benahi bandara & pelabuhan
PT Pelabuhan Indonesia II menyusun strategi untuk memperbaiki rantai pasokan angkutan barang di pelabuhan guna menurunkan biaya logistik dengan melakukan sejumlah perbaikan.
Direktur Teknik dan Manajemen Risiko PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) Dani Rusli Utama menyatakan pihaknya secara serius melakukan perbaikan infrastruktur dan suprastruktur untuk meningkatkan produktivitas kinerja kepelabuhan.
“Kami sudah melakukan peningkatan produktivitas misalnya di Pelabuhan Panjang yang bongkar muat 40000 ton membutuhkan waktu 21 hari sekarang bisa dikerjakan hanya dalam 5 hari. Ada save cost dari 16 hari,” ucap Dani di BUMN Executive Club, Kamis (28/7/2016).
Hal sama juga dilakukan di Pelabuhan Palembang, yang 300 ton pada awalnya membutuhkan 10 hari, kini bisa diselesaikan dalam waktu 3 hari. Berkat perubahan itu pupuk yang dikirim melalui Pelabuhan Panjang mengalami peningkatan kapasitas. Awalnya hanya 70.000 ton per hari, kini bisa menangkut 150.000 ton.
Dani optimistis penurunan biaya logistik akan tercapai dengan beroperasinya Pelabuhan Kalibaru atau New Priok Container Terminal.
“Kita sekarang sudah bisa melayani 18.000 TEUs di Terminal Kalibaru . Beberapa project yang akan kami selesaikan dalam waktu dekat terkait masterplan dan penggunaan Inaportnet serta custom,” jelas Dani lagi.
Dani menyatakan Pelindo II tengah memastikan terciptanya mekanisme supply-chain yang terintegrasi. Kini pemerintah sudah mewujudkan pengangkutan barang door to door melalui pusat logistik berikat (PLB). Oleh sebab itu, pelabuhan harus berubah wujud menjadi rangkaian supply chain yang terpadu.
Sementara itu Faik Fahmi, Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis PT Angkasa Pura II (AP II) menyatakan pertumbuhan penerbangan bergerak signifikan sekitar 10%, dan penambahan bandara pun semakin signifikan.
“Misalnya saja Garuda dan Lion hampir setiap bulan mendatangkan pesawat baru, tetapi marginnya belum stabil. Persoalan lain yang muncul di bisnis penerbangan adalah keterbatasan kapasitas,” ungkap Faik.
4 Tantangan besar
Empat tantangan besar masih mengadang bisnis sejumlah operator pelabuhan di Asia hingga akhir tahun ini, terutama bagi pelabuhan alih muat atau transshipment.
Tantangan tersebut a.l. pertumbuhan ekonomi global yang belum membaik, rendahnya harga komoditas, tingginya komitmen belanja modal (capital expenditure/capex) dan industri pelayaran yang dilanda isu kelebihan kapasitas (overcapacity).
Ray Tay, VP Senior Analyst Moodys, mengatakan kendati pemangkasan biaya operasional dan optimalisasi pasar dominan telah dilakukan, pelabuhan Asia tetap ditantang ketahananya terhadap empat isu di atas.
“Sektor ini tengah bergulat dengan pertumbuhan negatif kargo China, sementara pelambatan ekonomi eropa dan rendahnya harga komoditas masih melanda,” ujarnya dalam laporan Moody’s, Kamis (28/7/2016).
Di sisi lain, operator pelabuhan di Asia ini umumnya mengenjot belanja modal mereka untuk pembangunan fasilitas dalam rangka menarik lebih banyak kapal berukuran besar untuk masuk.
Sementara itu, industri pelayaran yang tengah dilanda overcapacity justru membawa dampak bagi pelabuhan menggerakan capex mereka untuk memberikan pelayanan kepada perusahaan pelayaran.
Dari masalah ini, Moody’s melihat pelabuhan transshipment menjadi pelabuhan yang banyak terkena dampak.
“PSA Corporation dan Hutchison Port Holdings yang merupakan pelabuhan alih muat ke kapal baru lebih banyak terkena dampak dibandingkan dengan pelabuhan akhir/masuk seperti Pelabuhan Adani dan Special Economic Zone,” ujar Ray.
Alasannya, dia menuturkan pelabuhan transshipment tersebut lebih rentan akan tekanan kompetisi. Banyaknya sebaran kapal berukuran besar telah membuat pelabuhan transshipment harus meningkatkan fasilitas mereka, jika ingin tetap melayani pelayaran sebagai pelabuhan hub.
Rendahnya harga bahan bakar juga berdampak bagi pelabuhan transshipment karena kapal yang biasanya mampir akhirnya memilih untuk berlayar langsung ke tempat tujuan.
Yang tidak kalah berpengaruh, inisiatif China ‘One Belt, One Road’ yang banyak mengalirkan dana investasi ke kawasan yang lebih kecil, seperti Asia Tenggara, telah mengalihkan bisnis beberapa pelabuhan transshipment yang sudah ada.
Lebih lanjut, transshipment juga terpengaruh dengan konsolidasi perusahaan pelayaran karena merger antar perusahaan dapata memicu grup dengan saham lebih besar memilih pelabuhan yang berbeda sebagai hub-nya.
Sementara itu, pelabuhan akhir/masuk (gateway port) layaknya Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak yang masing-masing dikelola Pelindo II dan Pelindo III memiliki permintaan pasar yang pasti karena pelabuhan jenis ini melayani wilayah dengan populasi besar dan kawasan industri.
“Namun pada saat yang bersamaan, gateway port lebih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi domestik.”
Berkaitan dengan volume barang (throughput), Moody’s memperkirakan arus kontainer akan di pelabuhan Asia akan mengalami tekanan sepanjang dua tahun ke depan.
Namun, Ray melihat pelabuhan milik APSEZ di India akan tetap kuat, mengingat joint venture yang dilakukan perusahaan dan kerja samanya dengan perusahaan pelayaran besar. Selain itu, pelabuhan di sekitarnya tengah menghadapi hambatan kapasitas.
sumber: bisnis.com